Pencabutan sanksi Badan Anti-Doping Dunia (WADA) terhadap Indonesia sepatutnya menjadi momentum pembenahan total sistem antidoping olahraga kita.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Tamparan keras sanksi WADA diterima Indonesia sekitar Oktober 2021, seiring ketidakmampuan kita memenuhi rencana jumlah tes doping tahunan. Sanksi ini mengancam posisi RI sebagai tuan rumah sejumlah turnamen internasional, selama satu tahun dan bahkan bisa lebih lama.
Perwujudan sanksi itu salah satunya dijalani tim bulu tangkis Indonesia yang pada pertengahan Oktober 2021 merebut Piala Thomas, lambang supremasi bulu tangkis beregu putra dunia.
Prestasi kelas dunia yang diukir di Aarhus, Denmark, dan mengakhiri penantian 19 tahun itu, sayang sekali tak diiringi pengibaran bendera Merah Putih. Bendera Merah Putih diganti bendera PP PBSI ( Kompas, 18/10/2021).
Kegagalan RI memenuhi rencana tes doping tahunan menjadi potret buram penanganan antidoping nasional. Telah sama-sama diketahui, doping menjadi salah satu mekanisme penegak sportivitas, sebagai norma utama olahraga.
Pebalap sepeda kelas dunia Lance Armstrong pun dijatuhi sanksi pencabutan semua gelar internasional, termasuk tujuh gelar juara Tour de France, karena kasus doping. Sanksi kasus doping terhadap Rusia dan terjadi sejak 2014, hingga Olimpiade Tokyo 2020 yang digelar tahun lalu, juga masih harus dijalankan. Terbukti, pada penyelenggaraan Olimpiade tahun lalu, simbol-simbol negara Rusia tak terlihat.
Berbagai fenomena itu seharusnya menjadikan pemerintah, dalam hal ini melalui Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI), serius menangani ihwal antidoping dalam olahraga kita. Pemenuhan jumlah sampel antidoping menjadi salah satu prasyarat dalam keseriusan tersebut.
Aneh rasanya jika kelemahan selama bertahun-tahun itu terkesan dibiarkan, atau tak terdeteksi, oleh pemangku kepentingan sehingga sanksi WADA tak terelakkan.
Dari kenyataan itu terlihat, kita menempatkan urusan antidoping bukan sebagai prioritas.
Layak disyukuri, tekanan publik yang diikuti kesadaran pemerintah memacu respons cepat untuk segera mengatasi masalah ini. Maka, dibentuklah Satgas Pencabutan Sanksi Badan Anti-Doping Dunia, yang segera melakukan langkah-langkah yang dinilai perlu.
Hasilnya? WADA mengumumkan, LADI telah dianggap mematuhi aturan. Karena itu, ancaman sanksi selama 1 tahun yang dijatuhkan pada 7 Oktober 2021 berkurang menjadi hanya 3,5 bulan (Kompas, 5/2/2022).
Keterbebasan dari sanksi itu menjadi kabar gembira sekaligus awal kerja keras membenahi sistem antidoping. Pemerintah mengawali pembenahan dengan menginisiasi reformasi LADI, salah satunya dengan mengganti namanya menjadi Indonesia Anti-Doping Organization (IADO).
Kita berharap reformasi LADI ini reformasi sejati, bukan simbolisasi. Dengan demikian, ke depan, Indonesia punya sistem antidoping yang layak dibanggakan.