Tulisan Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir, ”Relasi Budaya dan Ekonomi Kian Kokoh” (Kompas, 20/4/2022) sangat penting untuk memahami hubungan bilateral RI-Mesir yang semakin kokoh saat ini. Indonesia memang punya sejarah panjang dengan Mesir.
Mendengar Indonesia—negara nun jauh di timur—pada 17 Agustus 1945 menyatakan kemerdekaannya, Mufti Palestina Shaikh Al-Hajj Amin al-Husaini adalah orang yang pertama menyiarkan kemerdekaan Indonesia di radio internasional, dan menyerukan agar negara anggota Liga Arab mengakui kemerdekaan Indonesia.
Shaikh Al-Hajj Amin al-Husaini dengan lobi-lobi yang ia lakukan dalam sidang Liga Arab, Oktober 1946, menyerukan kepada anggotanya untuk mengakui kemerdekaan Indonesia. Mesir adalah negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia dengan mengirimkan utusannya, Mohammad Abdul Mounem, saat itu Konjen Mesir di Bombay (Mumbay sekarang), India.
Ia berhasil menembus blokade Belanda dan selamat mendarat di Yogyakarta pada 13 Maret 1947. Ia menemui Presiden Soekarno guna memberikan pengakuan Mesir atas kemerdekaan Indonesia.
Sebagai tindak lanjut, Menteri Luar Negeri H Agus Salim mengadakan kunjungan balasan ke Kairo dan menandatangani Perjanjian Persahabatan RI-Mesir dengan Menlu Nokhrasi Pasha pada 10 Juni 1947.
Ini juga merupakan perjanjian persahabatan pertama yang dibuat Indonesia dengan negara sahabat. Teks perjanjian persahabatan tersebut sekarang dipajang di Gedung Pancasila, Pejambon.
MustakimPondok Duta 1 Tugu Cimanggis, Depok 16451ondok Duta 1 Tugu Cimanggis, Depok 16451
”Mesta”
-
Dalam Catatan Iptek-nya yang berjudul ”’Multiverse’ Baru Sekadar Hipotesis” (Kompas, 18/5/2022), M Zaid Wahyudi menerjemahkan kata multiverse menjadi multisemesta.
Sebelumnya sudah ada universe (nomina, padanan dari kata semesta, maksudnya semesta alam).
Uni dalam kata universe berarti ’satu’, yang sama dengan se dalam semesta. Multi dalam multiverse berarti ’banyak’.
Universal (adjektiva) juga diterjemahkan menjadi semesta. Jadi, mestinya padanan dari multiverse ialah multimesta, bukan multisemesta.
Verse dalam puisi atau lagu berarti ’bait’, sedangkan dalam kitab suci berarti ’ayat’. Karena menulis Ayat-ayat Setan (Satanic Verse), Salman Rushdi divonis mati oleh Ayatollah Ruholah Khomeini.
Dengan demikian, menurut hemat saya, multiverse sebaiknya kita padankan dengan multimesta saja, bukan multisemesta.
L WilardjoKlaseman, Salatiga