Selain bertentangan dengan Undang-Undang Advokat, keberadaan multi-bar berpotensi merugikan para advokat muda dan lebih penting lagi merugikan kepentingan para pencari keadilan.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Pada 26 April 2022 Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI mengumumkan SK AHU Nomor 0000859.AH.01.08 Tahun 2022 tentang pengesahan kepengurusan organisasi advokat Peradi, Ketua Umum Luhut Pangaribuan, dan Sekretaris Jenderal Soegeng Teguh Santoso.
Diharapkan, dengan adanya pengesahan tersebut, kekisruhan tentang sah atau tidak sahnya kepengurusan Peradi dapat diluruskan.
Meski demikian, masih tersisa pertanyaan, mau ke mana selanjutnya organisasi advokat Indonesia berkenaan dengan isu single bar—yang berarti satu-satunya organisasi advokat berdasarkan ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat—atau multi-bar yang berarti keberadaan beberapa organisasi advokat berdasarkan penafsiran atas ketentuan Pasal 30 undang-undang yang sama? Quo vadis?
Tampaknya perjuangan para advokat Indonesia pada era Orde Baru untuk bersatu dalam satu organisasi advokat yang bebas dan mandiri telah dilupakan para advokat masa kini. Dulu, pemerintahan Orde Baru tidak menghendaki satu organisasi advokat karena bisa menjadi oposan kebijakan-kebijakan otoriter pemerintah.
Para advokat senior pada masa itu, seperti Yap Thiam Hien, Harjono Tjitrosoebono, dan Adnan Buyung Nasution, menyadari tekanan pemerintahan Orde Baru agar organisasi advokat terpecah belah.
Adalah suatu ironi jika sekarang organisasi advokat tercerai-berai menjadi beberapa kubu, seperti Peradi pecah menjadi kubu Otto Hasibuan, kubu Luhut Pangaribuan, dan kubu Juniver Girsang.
Selain itu, ada Kongres Advokat Indonesia (KAI) dan Dewan Pengacara Nasional Indonesia (DPN) yang berdiri sendiri-sendiri. Selain bertentangan dengan Undang-Undang Advokat, keberadaan multi-bar itu berpotensi merugikan para advokat muda dan lebih penting lagi merugikan kepentingan para pencari keadilan.
Keputusan Ditjen AHU yang mengesahkan kepengurusan Peradi di bawah Luhut Pangaribuan diharapkan dapat mengonsolidasi para advokat Indonesia untuk kembali bersatu mewujudkan satu wadah advokat yang bebas dan mandiri, terlepas dari kepentingan pribadi.
Gunawan SuryomurcitoPondok Indah, Jakarta 12310
Nurani
Moto Kompas ialah Amanat Hati Nurani Rakyat. Ada yang menakrifkan hati nurani (das Gewissen) sebagai ”panggilan dari dalam diriku, tetapi justru tertuju kepadaku sendiri” (ein Ruf aus mir, und doch ueber mich).
Keberanian editor Opini meloloskan naskah Herlambang P Wirataman menjadi artikel (”Ilmuwan dan Taman Manipulatif”, Kompas, 28/4/2022) menunjukkan bahwa Kompas panggah (konsisten) dengan motonya.
Bravo!
L WilardjoKlaseman, Salatiga
Cap Pos
Filatelis tidak hanya hobi mengumpulkan prangko, carik kenangan, dan sampul hari pertama. Saling mengirim kartu pos bergambar dan cap pos yang berfungsi mematikan prangko pun turut dikoleksi.
Cap pos yang bersih dan jelas terbaca nama kantor pos, tanggal, bulan, tahun, dan jam pada cap palu sangat bernilai bagi pengirim dan penerima.
Dahulu, cap pos atau cap palu setiap hari dibersihkan dengan cara disikat, diperhatikan tanggal, bulan, dan tahun, serta jam yang diputar secara berkala. Hasilnya cap yang diterakan menjadi jelas.
Saya, mewakili teman-teman filatelis, banyak menerima keluhan kondisi cap pos yang buruk, tidak jelas. Jika terbaca, ada kesalahan pada tanggal, bulan, tahun, atau jam.
Oleh karena itu, saya mengharapkan PT Pos Indonesia (Persero) senantiasa menjaga dan merawat cap palu. Jangan singkirkan arti cap pos.
Vita PriyambadaKompleks Perhubungan, Jatiwaringin, Jakarta 13620