Indonesia diharapkan dapat mengembangkan upaya penegakan hukum KI yang terkoordinasi, termasuk pemidanaan yang menjerakan terhadap pelanggaran HKI baik secara fisik maupun daring.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Pada 27 April 2022 The United States Trade Representative (USTR) memublikasikan Special 301 Report yang berisi laporan penilaian tahunan soal taraf pelindungan dan penegakan hukum kekayaan intelektual atau KI di negara-negara mitra dagang Amerika Serikat.
Ada 27 negara masuk dalam daftar: 20 negara diawasi (watch list) dan 7 negara diprioritaskan untuk diawasi (priority watch list/PWL). Indonesia merupakan salah satu negara yang diawasi khusus (PWL) bersama Argentina, Chile, China, India, Rusia, dan Venezuela.
Penilaian tentang pelindungan dan penegakan hukum di Indonesia atas pemilik hak kekayaan intelektual (HKI) dari AS terutama ditujukan pada luasnya pembajakan dan pemalsuan, serta kurangnya penegakan hukum terhadap barang-barang palsu. Indonesia diharapkan dapat mengembangkan upaya penegakan hukum KI yang terkoordinasi, termasuk pemidanaan yang menjerakan terhadap pelanggaran HKI baik secara fisik maupun daring.
Tuntutan kepada Indonesia mengenai penegakan hukum HKI itu sesungguhnya tidak adil dan cenderung menafikan sistem hukum pelindungan KI di Indonesia. Sama sekali tidak dipertimbangkan bahwa sistem pemidanaan dalam undang-undang KI di Indonesia mengatur tindak pidana KI sebagai delik aduan.
Pemilik HKI perlu secara aktif mengadukan pelanggaran HKI miliknya kepada aparat penegak hukum, baik itu penyidik Polri maupun penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Ditjen KI. Tanpa pengaduan, penyidik Polri ataupun PPNS Ditjen KI tak bisa bertindak. Apalagi tindak pidana KI perlu identifikasi barang palsu/bajakan.
Barang bukti perlu diverifikasi oleh pemilik HKI di hadapan penyidik Polri atau PPNS Ditjen KI. Penegakan hukum atas pelanggaran HKI di Indonesia yang dianggap kurang oleh USTR itu sesungguhnya bukan karena kurangnya inisiatif dari Polri ataupun PPNS Ditjen KI, melainkan karena sedikitnya pengaduan.
Indonesia sebagai negara berdaulat dengan sistem hukumnya seharusnya dihormati oleh USTR. Institusi pelindung HKI dan penegak hukum di Indonesia perlu menentukan sikap jelas dan tegas terhadap tuntutan USTR tentang penegakan hukum HKI yang tidak sesuai dengan sistem hukum Indonesia itu.
Gunawan SuryomurcitoKonsultan KI. Pondok Indah, Jakarta 12310
Pekerja Migran
Kompas (Sabtu, 26/3/2022) menyajikan artikel ”Pekerja Rumah Tangga di Singapura Lulusan Terbaik UT”.
Disebutkan bahwa pada medio Maret 2022 sebanyak 33 perempuan pekerja migran di Singapura meraih gelar sarjana dari Universitas Terbuka. Dua wisudawan terbaik berbagi getir hidup hingga menjadi pekerja migran.
Sebagai sesama pekerja migran yang hampir lima tahun bekerja di Jepang (1997-2001), saya bangga dan mengucapkan selamat atas pencapaian ini.
Mengutip pernyataan Saudari Lofi pada artikel tersebut: ”Saya ingin hidup lebih baik. Kalau di Indonesia, uang kami akan selalu habis untuk kebutuhan harian meskipun sudah kerja mati-matian.”
Seperti juga saya, bila bernasib baik dan mendapatkan pekerjaan standar ILO di luar negeri, kita bisa memperoleh penghasilan yang kalau dikurs ke rupiah sangat besar.
Di bagian akhir artikel disebutkan, tiga anak Lofi masih sekolah. Yang sulung baru masuk kelas IX SMK. Selanjutnya, ia ingin mencari kerja di Kanada agar pendapatan meningkat dan masa depan ketiga anaknya lebih terjamin.
Sukempy tetap di Singapura sampai kedua anaknya lulus kuliah 3-4 tahun lagi.
Saran saya, tetaplah berkarya dan berprestasi di luar negeri bila ingin meningkatkan penghasilan yang lumayan. Balik ke Indonesia dengan harapan dapat gaji sama adalah sebuah fatamorgana.
Pengalaman bekerja di luar negeri memberi para pekerja migran pengalaman dan wawasan yang luas. Selamat berkarya para pejuang devisa.
Djoko Madurianto Sunarto Pugeran Barat, Yogyakarta