Korban pencurian data pribadi terus berjatuhan. Salah satu praktiknya adalah meretas akun Facebook, lalu menggunakan foto pemilik akun untuk menghubungi nomor-nomor HP terkait, menawarkan lelang sampai pinjam uang.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
KOMPAS/RYAN RINALDY
Kepingan DVD yang memuat jutaan data pribadi, termasuk data nasabah sejumlah bank. Data pribadi itu dijual di pasar daring dengan harga Rp 250.000.
Perlunya peraturan perundang-undangan tentang perlindungan data pribadi di Indonesia semakin mendesak dengan maraknya pencurian dan penyalahgunaan data pribadi yang merugikan pemilik data.
Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi yang mulai dibahas di DPR pada Januari 2020 terhenti pembahasannya karena perbedaan pendapat pemerintah dengan fraksi-fraksi di DPR. Pemerintah menghendaki otoritas pengawas pelindungan data pribadi di Kementerian Kominfo, fraksi-fraksi ingin otoritas independen.
Padahal, waktu terus berjalan dan korban pencurian data pribadi juga terus berjatuhan. Salah satu praktik penyalahgunaan data pribadi adalah meretas akun Facebook, lalu menggunakan foto pemilik akun untuk menghubungi nomor-nomor HP terkait, mulai dari menawarkan lelang kendaraan hingga meminjam uang.
Korban yang tertipu biasanya telanjur percaya bahwa yang menghubungi adalah benar teman yang fotonya terpampang di WA tanpa pengecekan silang. Bentuk lain penyalahgunaan data pribadi ini adalah menggunakan nomor telepon hasil jual beli data pribadi untuk telemarketing pinjaman, judi, sampai prostitusi online.
Tanpa Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi, praktik-praktik pencurian dan penipuan dalam berbagai bentuk itu tidak dapat ditindak secara hukum. Sesuai prinsip hukum bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa perundangan-undangan yang mengatur.
Semoga pemerintah dan DPR segera memulai lagi pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi dan mencapai titik temu atas berbagai perbedaan pendapat demi kemaslahatan rakyat banyak.
Gunawan SuryomurcitoPondok Indah, Jakarta 12310
Etika, Kode Etik
Pemecatan dr Terawan dari keanggotaan IDI mendapat reaksi luas. DPR bahkan begitu sengit bereaksi sampai mau membubarkan IDI.
Pertanyaannya sederhana, mengapa IDI yang sedang menegakkan kode etik profesi kepada anggotanya mendapat reaksi begitu keras?
Etika, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI 1988), adalah kumpulan asas berkenaan dengan akhlak nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan. Adapun kode etik, menurut K Bertens (2000) dalam ”Produk Etika Terapan”, mengatur tingkah moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan tertulis, yang diharapkan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu.
Menurut IDI, dalam hal ini Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), dr Terawan telah melanggar etik terkait pengobatan stroke iskemik kronik melalui metode DSA.
Di sisi lain, sebagian publik menganggap dr Terawan berprestasi dengan terobosan metode DSA itu. Bahkan, ada testimoni pasien yang pernah berobat dan belum ditemukan efek samping.
Muncul kontroversi. Masalah ini terjadi di ranah keilmuan kedokteran yang menyangkut kesehatan dan nyawa pasien sehingga prosedur harus benar. Sejauh ini pihak IDI tentu juga berhati-hati.
Oleh karena itu, publik hanya bisa berharap masalah ini dapat diselesaikan secara internal, antara IDI dan dr Terawan, dengan jiwa besar, bijak, dan bermartabat. Seperti disinggung Menteri Kesehatan, kita sedang membutuhkan energi besar guna mengatasi pandemi yang belum selesai.
BharotoJl Kelud Timur, Semarang
Layanan Internet
Saya pelanggan First Media nomor 10123010. Sejak Minggu, internet tidak berfungsi. Saya melaporkan gangguan ini beberapa kali ke Contact Center Link Net melalui telepon (021) 1500 595 dan berbicara dengan petugas.
Jawabannya sedang ada gangguan di jaringan kami dan sedang diperbaiki, paling lama 5 hari. Namun, sampai hari ke-6 belum berfungsi.
Lalu, kompensasi apa yang bisa saya peroleh dari pelayanan yang sangat mengecewakan ini? Sementara jika terlambat uang berlangganan saya langsung didenda.