Seratus Tahun Mochtar Lubis
Seorang profesional dan berintegritas di masa kini adalah barang langka, salah satunya Mochtar Lubis. Ia patut kita tunjukkan kepada generasi muda. Kebetulan satu abad lalu lahir pula Soedjatmoko dan Rosihan Anwar.

Mochtar Lubis saat meliput Perang Korea tahun 1950
Saya berharap ada artikel tentang Mochtar Lubis, jurnalis terkemuka yang juga penulis buku, saat peringatan hari lahirnya yang ke-100 di harian Kompas.
Ia dilahirkan 7 Maret 1922 di Padang, Sumatera Barat. Pada tanggal itu 100 tahun kemudian, saya mencari tulisan tentang dia di Kompas, tetapi tidak ada.
Pidato kebudayaan Mochtar Lubis yang berjudul ”Manusia Indonesia” 1977 dibukukan dengan kata pengantar oleh Jakob Oetama.
Pidato kebudayaannya, meskipun melahirkan banyak kontroversi, patut menjadi bahan introspeksi. Ia menggambarkan enam ciri manusia Indonesia. Jakob dalam kata pengantar buku tahun 1990 itu mengatakan, pidato kebudayaan ”Manusia Indonesia” bisa menjadi awal kerangka yang berguna untuk membangun kembali manusia Indonesia.
Bahwa seorang yang diberi tempat khusus oleh seorang Jakob Oetama tidak dikenang oleh Kompas mungkin terlewatkan. Biasanya Kompas sangat teliti dalam pengarsipan peristiwa bersejarah.
Seorang profesional dan berintegritas di masa kini adalah barang langka. Patut kita tunjukkan kepada generasi muda yang mungkin tidak banyak mengenalnya. Kebetulan satu abad yang lalu dilahirkan pula Soedjatmoko dan Rosihan Anwar.
Saya tidak mengenal secara pribadi Mochtar Lubis dan hanya berjumpa singkat di Rumah Tahanan Militer Madiun dan di Rumah Tahanan Kejaksaan di Jakarta. Sebagai wartawan yang memimpin harian Indonesia Raya, jelas sikapnya menentang korupsi.
Hadisudjono Sastrosatomo Jl Pariaman, Pasar Manggis, Setiabudi, Jakarta 12970
Catatan Redaksi:Kami memuat tulisan Ignatius Haryanto, ”Satu Abad Mochtar Lubis” pada 9 Maret 2022 di Kompas.id
Kereta Tanpa Tes
Dalam persiapan dari pandemi menuju endemi, manajemen PT KAI dan KAI Commuter tidak lagi mewajibkan pelanggan kereta api jarak jauh menunjukkan hasil negatif tes antigen atau PCR.
Pelanggan kereta komuter Jabodetabek juga diperbolehkan lagi membawa anak berusia di bawah lima tahun (Kompas, 10/3/2022).
Angkutan umum boleh melayani penumpang 100 persen dari kapasitas. Tanda jarak antarpenumpang juga dilepaskan (Kompas, 11/3/2022).
Berita ini di satu sisi tentunya melegakan masyarakat. Mobilitas warga untuk bekerja, berbelanja, dan ke sekolah dipermudah oleh ketersediaan angkutan umum.
Tidak ada lagi kerepotan pergi ke laboratorium kesehatan untuk tes antigen atau PCR. Tidak perlu menunggu angkutan umum berikutnya karena pembatasan jumlah penumpang.
Saya percaya semua keputusan pemerintah itu tentunya dilakukan melalui proses yang sangat hati-hati, mempertimbangkan perkembangan dan kesiapan masyarakat menghadapi pandemi Covid-19. Salah satu ukurannya ialah penerimaan vaksin pertama, kedua, dan penguat.
Namun, perkembangan selanjutnya amat tergantung pada kesadaran dan kedisiplinan masyarakat. Mungkin sebagian besar masyarakat akan euforia. Bebas! Bebas! Bebas!
Mereka mengira masuk fase endemi berarti Covid-19 sudah berlalu. Protokol kesehatan bisa diabaikan. Padahal, virus masih ada. Mereka lupa bahwa keputusan pemerintah muncul melalui proses panjang dan pengorbanan tenaga medis.
Segala keputusan dan upaya pemerintah akan sia-sia jika masyarakat cuèk-bèbèk, tidak peduli, dan mau enaknya sendiri. Padahal, keputusan pemerintah di atas perlu disertai kesadaran disiplin protokol kesehatan untuk menjaga kesehatan bersama.
Masyarakat perlu terlibat aktif mengendalikan pandemi Covid-19. Yang paling jitu ialah taat protokol kesehatan.
P Citra TriwamwotoSrengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan 12640
Sensasi Cetak

Paket Koran-Digital-Ini adalah paket lengkap harian Kompas, baik itu koran maupun digital.
Sebagai penghargaan kepada penulis, Kompas memberi saya kesempatan mengakses gratis Kompas.id.
Saya yang terbiasa puluhan tahun membaca Kompas edisi cetak, penasaran ingin menjajal Kompas.id yang menjadi bentuk digitalnya.
Dengan ukuran layar gawai 6” (inci), saya mendapat pengalaman baru. Saya sekarang bisa membaca koran sambil menyetir mobil. Maksudnya, Kompas.id membacakan berita untuk saya, saya mendengar sembari menyetir. Cukup menekan tombol ikon speaker pada tepi bawah artikel yang ada fasilitas suaranya.
Hal kedua, ukuran huruf bisa kita atur besarnya sehingga tidak ada kendala membaca artikel di Kompas.id.
Kedua fitur tersebut menghasilkan pemikiran, ”Kalau begitu, langganan Kompas.id saja. Hemat kertas. Jangan-jangan Kompas.id akan menggantikan Kompas cetak?”
Terjadilah kegundahan dan kegelisahan menghadapi kebiasaan baru, memasuki dunia digital. Namun, hal itu tidaklah berlangsung lama.
Muncul kembali nostalgia untuk membaca Kompas cetak alias koran. Kompas cetak hari Rabu (16/3/2022) menampilkan dua halaman penuh (halaman utama dan akhir) secara bergandengan sehingga kita harus menikmati dengan membuka lebar koran tersebut dengan kedua tangan.
Ah, ini dia yang dinamakan budaya membaca koran. Ibaratnya kita memegang gawai berukuran 10 kali lebih besar daripada Kompas.id 60” di gawai saya. Hal inilah yang tidak dapat digantikan oleh Kompas.id pada gawai.
Sensasi membaca koran cetak 16 Maret 2022 tersebut begitu spektakulernya sehingga keluar kata: ”Wow... Wah...”, dari dalam hati saya.
Djoko Madurianto SunartoJl Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Sukses Mandalika
MotoGP sudah berhasil digelar di Mandalika, Lombok, NTB, dengan sukses. Bangsa Indonesia pun bisa berbangga jadi pusat publikasi dunia.
Inilah ajang balap motor tingkat dunia yang disiarkan langsung dan dilihat jutaan pasang mata penduduk dunia, 18-20 Maret 2022.
Sebuah acara besar dan strategis untuk dijaga bersama kehormatannya. Dari sinilah kita membuktikan, Indonesia adalah bangsa yang baik dan cinta damai.
Para pebalab yang sudah mulai hadir disambut ramah penuh sukacita. Rasa aman dan nyaman menjadi salah satu bukti bahwa kita siap menerima semua acara motoGP.
Inilah poin strategis dan promosi gratis, bahwa Indonesia adalah negara yang tidak menakutkan. Mari kita lawan narasi hoaks dengan sikap dan perilaku baik dalam menerima tamu dunia, baik para pebalap maupun turis asing yang hadir di Tanah Air karena magnet Mandalika.
FX Triyas Hadi PrihantoroGuru SMP PL Domsav, Semarang
Kawasan Mandalika

Presiden Joko Widodo didampingi Nyonya Iriana meninjau sirkuit internasional Mandalika yang akan digunakan dalam penyelenggaraan MotoGP, Maret mendatang. Peninjauan dilakukan dalam kunjungan kerja, Kamis (13/1/2022).
Media televisi nasional mewartakan banyak fasilitas olahraga dalam keadaan rusak berat dan tidak terurus (Metro TV, 15/3/2022). Ada eks PON di Samarinda (2008), Riau (2012), Bandung (2016), dan Papua (2020).
Biasanya dikatakan, bangsa Indonesia bisanya membangun, tetapi tidak bisa merawat. Ternyata pernyataan ini salah besar. Bangsa kita tidak bisa membangun ataupun merawat dengan baik.
Belanda telah membangun antara lain kota lama Semarang (1678), Stasiun KA Tawang Semarang (1868), Lawang Sewu (1904-1918), dan masih banyak lagi bangunan lawas di seluruh penjuru Tanah Air. Banyak yang sampai hari ini masih kokoh berdiri.
Sebaliknya bangunan yang didanai dengan APBD cenderung rusak dalam jangka waktu 5-10 tahun. Mengapa?
Belanda senantiasa membuat kajian mendetail sebelum mulai membangun. Dari fungsi bangunan, spesifikasi material, rancang bangun, hingga lingkungan. Pengawasan ketat selama konstruksi dan tidak dikorupsi sehingga bangunan sekolah, rumah sakit, stasiun, jembatan, bendungan, dan dermaga pelabuhan berdiri kokoh sampai sekarang.
Jika tidak karena faktor alam, seperti gempa vulkanik dan tektonik, fasilitas publik bila dibangun dengan spesifikasi yang baik dan benar tidak akan roboh, lantai ubin tidak akan terkelupas, dan plafon tidak akan ambrol.
Semoga setelah sukses menggelar MotoGP 2022, kawasan Mandalika dan Sirkuit Internasional Mandalika senantiasa mendapat perawatan yang memadai sehingga tidak mengalami nasib yang sama dengan fasilitas olahraga eks PON di Samarinda, Riau, Bandung, dan Papua.
FX Wibisono Jl Kumudasmoro Utara, Semarang 50148
Sirkuit Ancol
Sulit percaya bahwa pembangunan sirkuit balap Formula E di Ancol, Jakarta Utara, bisa selesai dalam waktu tiga bulan. Generasi lama mungkin masih ingat, bahwa di Ancol tahun 1970-1980-an pernah ada sirkuit balap otomotif. Namun, lokasinya kini sudah jadi lahan perumahan.
Jadi sirkuit Formula E saat ini dibuat di lahan baru meski tetap di kawasan taman rekreasi tersebut. Dari membaca berbagai berita, diketahui bahwa lokasinya di atas tanah buangan lumpur. Ini tentu perlu teknologi khusus, waktu tidak sedikit, dan peralatan canggih. Jadi untuk land clearing saja sulit membayangkan bisa selesai sekilat itu.
Pembangunan seperti tribune penonton dan padock, tentu setelah masalah permukaan tanah beres. Mungkinkah kelengkapan sirkuit yang disebut mirip kuda lumping itu bisa beres?
Dari yang kita baca tentang pembangunan Sirkuit Mandalika Lombok Barat, diperlukan waktu tidak sebentar dan juga teknologi tinggi serta bahan aspal yang harus impor. Sudahkah pihak panitia acara internasional ini memperhitungkan segala risiko termasuk cuaca hujan yang diprediksi 2022 akan luar biasa?
Balap Formula E tentunya akan menjadi tontonan dunia. Sorotan penonton bukan hanya pada lomba kecepatan mobil, melainkan juga arena balap serta kemampuan panitia penyelenggara. Intinya Jakarta dan Indonesia sedang dipertaruhkan eksistensinya sebagai kota penyelenggara olahraga internasional. Jangan sampai muncul ketidakpuasan karena bisa berimbas pada reputasi bangsa dan negara.
Terlepas dari rencana penyelenggaraan balap Formula E yang memunculkan banyak kontroversi, sebagai anak bangsa saya berharap acara internasional ini tetap sukses. Semoga balap Formula E di Ancol bisa mengikuti sukses MotoGP di Mandalika.
A RistantoJatimakmur, Pondokgede, Kota Bekasi 17413