Tahun 1950 dunia mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Beberapa hari kemudian kelurahan meminta warga berkumpul untuk menerima pampasan perang dari Jepang. Bukan Belanda.
Oleh
P Hendranto
·3 menit baca
Benar sekali uraian Bapak Mustakim dan Bapak Dr Setyo Soedradjat mengenai ”Belanda Minta Maaf?” di harian Kompas (Rabu, 9/3/2022).
Saya, kelahiran 1941, punya pengalaman serupa dengan Bapak Soedradjat. Desember 1949, keluarga kami terlambat mengungsi karena ibu sedang hamil enam bulan. Saat mengungsi, kami terjebak ajang pertempuran di kota kecil kami, Kabupaten Karanganyar, Surakarta.
Keluarga kami hanya membawa barang sekadarnya untuk penyambung hidup di pengungsian. Bapak memanggul bakul berisi barang pecah belah. Ibu yang hamil menggendong adik—berumur dua tahun—dan beberapa baju. Kakak membawa tikar bantal dan peralatan dapur. Saya dan adik membawa buntalan bekal perjalanan.
Terdengar suara ledakan disusul asap tebal membubung ke angkasa, gedung kabupaten dibumihanguskan. Rentetan tembakan pun semakin merata, disusul suara panser yang bergemuruh dan pesawat cocor merah (Mustang P-51) meraung di udara. Untung ada tentara yang mengarahkan pengungsi ke tepian Sungai Siwaluh, menyeberang ke Desa Kayangan.
Tahun 1950 dunia mengakui kemerdekaan Indonesia setelah Konferensi Meja Bundar di Den Haag. Beberapa hari kemudian ada seruan dari kelurahan agar besok warga berkumpul di bekas gedung kabupaten, menerima pampasan perang. Esoknya orang berkumpul, termasuk bapak dan saya, untuk menerima pampasan berupa kain beberapa meter. Di tembok tertempel poster dengan tulisan ”Tenang dan Patuh Menghadapi Masa Datang”.
Pampasan itu bukan dari Pemerintah Belanda yang menjajah Indonesia 350 tahun, melainkan dari Jepang yang menjajah 3,5 tahun. Padahal, lima tahun sebelumnya Jepang sedang hancur-hancuran karena kalah perang.
P HendrantoKp Baru V, Pasanggrahan, Jakarta Selatan
Stasiun Bekasi
Foto udara kereta api melintasi proyek revitalisasi Stasiun Bekasi di Kota Bekasi, Jawa Barat, Selasa (11/8/2020). Pembangunan Stasiun Bekasi dengan luas 3.600 meter persegi yang akan memiliki dua lantai dan delapan jalur tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2021. Revitalisasi ini juga menjadi bagian dari pembangunan jalur dwi ganda (double double track/DDT) Manggarai-Cikarang untuk meningkatkan kapasitas lintas kereta api.KOMPAS/AGUS SUSANTO11-8-2020
Renovasi Stasiun Kereta Api Bekasi, Jawa Barat, memasuki tahap penyelesaian. Stasiun baru tampak modern.
Ruang tunggu penumpang kereta api jarak jauh berada di lantai dua. Tersedia tangga, dua lift, dan dua eskalator untuk memudahkan penumpang dan calon penumpang.
Sayang, calon penumpang kereta komuter dengan jarak jauh masih bercampur sehingga sesaat cukup membingungkan. Para calon penumpang kereta jarak jauh jangan sampai keliru turun menuju emplasemen kereta komuter.
Penumpang turun dan calon penumpang naik, jangan segan minta penjelasan para petugas stasiun yang berseragam mirip aparat Polri.
Hal lain yang perlu pembenahan adalah pelantang untuk pemberitahuan keberangkatan dan kedatangan kereta. Suara operator cukup keras, sayang disertai bunyi dengung, sehingga informasi yang disampaikan jadi tidak jelas.
Calon penumpang sebaiknya menyimak pemberitahuan petugas lewat megafon.