Korban luka karena kejahatan, pengobatan ditanggung negara jika ada visum et repertum. Bagaimana prosedur pengurusannya? Berapa lama? Siapa yang bertanggung jawab?
Oleh
Dawami Martono
·2 menit baca
Secara kebetulan saya terpanggil membantu korban penjambretan yang menderita luka bacok di dada. Kartu BPJS hilang dibawa penjahat sehingga korban dirawat lewat jalur umum.
Korban yatim piatu, baru saja ditinggal kedua orangtuanya karena Covid-19. Lokasi kejahatan di daerah Lembang, Bandung, jadi korban awalnya dirawat di RSUD Lembang.
Karena kekurangan biaya, korban dirawat keluarga lain di rumah sakit di Karawang. Mungkin juga karena kekurangan biaya, korban akhirnya meninggal dan dimakamkan dekat kedua orangtuanya, di daerah Sukabumi. Almarhum ayah korban dulu lurah di daerah Sukabumi. Tinggallah dua orang kakak dan adik—masih SMA—di Sukabumi. Tragis pertama.
Belum sebulan, di Sukabumi, dari kelurahan yang sama dengan korban pertama, anak ketua RT dijambret dan dibacok. Setelah dirawat semalam, korban akhirnya meninggal.
Seperti korban kejahatan di Lembang, sejak perawatan pertama sudah kesulitan biaya, mulai dari biaya donor darah hingga membawa pulang jenazah. Tragis kedua.
Saya bertanya kepada teman di kepolisian, kalau ada korban yang luka karena kejahatan, bagaimana prosedur pengobatannya? Jawabnya, bila ada visum et repertum polisi untuk penyelidikan, pengobatan bisa dibiayai negara.
Pengurusan pembiayaan oleh negara bisa jadi panjang, tidak bisa langsung pasca-pembacokan. Berapa lama? Apakah luka dibiarkan menganga sampai ada keputusan pembiayaan?
Ada dua masalah: harus ada visum et repertum dan pembiayaan oleh negara. Mampukah semua korban kejahatan melapor hingga ada visum et repertum? Yang di Sukabumi saja, dekat ke Jakarta, korban tidak mampu melapor ke polisi.
Masalah berikut, soal dibiayai negara. Bagaimana mengurusnya? Aparat negara mana yang bertanggung jawab? Kepolisian, kementerian kesehatan, atau siapa?
Saya belum tahu, apakah keluarga kedua korban juga membuat laporan tentang meninggalnya korban ke kepolisian, sehingga kategori kejahatannya meningkat, tidak hanya penjambretan, tetapi sudah berlanjut ke pembunuhan.
Para pihak terkait, legislatif, yudikatif, dan eksekutif mohon segera tangani kasus ini agar para penjahat segera ditangkap dan tidak timbul korban-korban lainnya.
Dawami MartonoRawabambu, RT 008/RW007, Pasar Minggu, Jakarta Selatan