Apa yang terpikir oleh NU secara organisasi menjadi terobosan penting di luar hal-hal lain dalam mempersiapkan diri memasuki periode abad keduanya. Kesadaran itu perlu ditindaklanjuti secara serius agar baik generasi
Oleh
Joko Priyono
·3 menit baca
Beberapa hari lalu, tepatnya 31 Januari 2022, Nahdlatul Ulama genap berusia 96 tahun. Sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, keberadaan NU terus diuji dalam menghadapi tantangan dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama.
Di sisi lain, mau tidak mau, NU harus mengembangkan diri, baik secara jemaah maupun jam’iyyah.
Dalam forum besar Muktamar ke XXXIV di Lampung, 23-25 Desember 2021, ada momentum yang terus terngiang, yaitu keputusan NU dalam menyikapi krisis iklim. Di NU Online (Minggu, 23/12/2021), salah satu berita menyebutkan, NU mendorong pemerintah dan DPR membuat undang-undang terkait perubahan iklim.
Ini tentu menarik karena isu mengenai krisis iklim ataupun ekologi jarang diperhatikan publik. Padahal, justru kedua isu itu kompleks dan menyangkut banyak hal dalam kehidupan. Salah satunya berupa masa depan generasi muda. Dalam sebuah wawancara, mantan Menteri Lingkungan Emil Salim mengungkapkan, kurangnya perhatian terhadap isu iklim karena status quo oriented. Kurang berpikir panjang memahami hakikat kehidupan.
Apa yang terpikir oleh NU secara organisasi menjadi terobosan penting di luar hal-hal lain dalam mempersiapkan diri memasuki periode abad keduanya. Kesadaran itu perlu ditindaklanjuti secara serius agar baik generasi tua maupun muda tersambung. Semua perlu berpikir dan bertindak bajik dalam upaya mitigasi ataupun adaptasi terhadap krisis iklim.
Selebihnya, sebagai salah satu jemaah yang tergabung dan berproses di NU, saya mengucapkan selamat harlah yang ke-96. Semoga NU terus berkomitmen dan konsisten menjadi penggerak Islam yang ramah sesuai prinsip Ahlussunah Wal Jamaah, moderat, toleran, adil, seimbang, dan amar ma’ruf nahi munkar. Semoga NU terus berpihak kepada kaum papa, lemah, dan tertindas. Al Fatihah.
Joko PriyonoPenjual Buku, Jl Slamet Riyadi, Laweyan, Solo
Jadi Panutan
Lima mobil milik anggota DPR menggunakan pelat berlogo Polri dengan nomor polisi sama. Perbuatan ini sama sekali tidak pantas dan tidak dapat dibenarkan.
Jika ketidakpatuhan kepada peraturan atau hukum dilakukan oleh para pejabat bisa berubah menjadi budaya, masalah demi masalah akan timbul dan menjadi kerusakan, baik moral maupun etika, yang parah. Sebab, apa yang dilakukan oleh para pejabat akan diikuti atau ditiru oleh bawahannya.
Perilaku membangun peradaban baru dengan memberi teladan yang baik, termasuk tidak korupsi, tidak kolusi, dan tidak nepotisme, akan dapat menghentikan laju kerusakan moral bangsa Indonesia.
Para pemimpin Indonesia dari tingkat lurah sampai ke presiden, pejabat eksekutif, legislatif dan yudikatif harus dapat menjadi panutan seluruh rakyat Indonesia.
FX WibisonoJl Kumudasmoro Utara, Semarang 50148
Saga
Kompas (Sabtu, 15/1/2022) memuat berita berjudul ”Akhir Saga Novak Djokovic”. Kata ”saga” masih asing bagi sebagian pembaca.
Saya mencoba membuka KBBI daring edisi terakhir, Oktober 2021, ada lema ”saga” dengan arti: 1) perdu merambat, 2) cerita rakyat.
Penasaran karena arti ”saga” pada KBBI kurang mengena dalam konteks berita di atas, saya mencoba googling mencari kata dimaksud.
Pada Kumparan Bola, 5 Juli 2017, disebutkan kata ”saga” berasal dari bahasa Nordik kuno yang berarti ”narasi”. Dalam perkembangannya, ia memiliki dua makna: 1) kisah-kisah heroik, 2) cerita yang panjang dan berlarut-larut.
Mungkin dari arti kedua terakhir itulah kata ”saga” yang dimaksud pada judul berita.
Usul kepada Kompas, jika memuat kosakata baru, sebaiknya disertai dengan artinya agar pembaca paham sekaligus bertambah kosakatanya.