Bahruddin Mencetak Petani yang Berdaulat
Bahruddin atau yang biasa disapa Kang Din berusaha membantu mewujudkan petani di Jawa Tengah. Caranya, ia merintis pendirian Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah atau SPPQT.
Suara petani sering kali tidak didengar dalam pembuatan kebijakan. Atas dasar itu, Bahruddin alias Kang Din (57) merintis Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) di Jawa Tengah agar suara petani bisa didengar.
SPPQT berdiri tahun 1999, tak lama setelah Reformasi terjadi. Awalnya, Kang Din mendirikan Petani Berkah Alam (Al-Barokah) di Desa Kalibening, Salatiga, Jawa Tengah. Pertemuan dengan petani lainnya mencetuskan ide untuk membuat serikat dengan 13 paguyuban di desa-desa yang ada di Salatiga, Semarang, dan Magelang. Lahirlah SPPQT.
Qaryah Thayyibah berarti desa yang indah, berdaya, dan berdikari. Menariknya, nama ini diusulkan oleh Raymond Toruan yang beragama Katolik dan sosok penting dari media The Jakarta Post. Nama ini mencerminkan komunitas masyarakat sipil dari perspektif desa.
”Serikat ini penting bagi petaninya, bukan pertanian. Tujuannya agar agenda-agenda petani bisa terwujud karena perlu ada perkumpulan agar petani bisa kuat,” kata Kang Din di rumahnya di Kalibening, Rabu (20/4/2022), siang.
SPPQT mengupayakan kesejahteraan petani dengan mendukung mereka untuk bersuara dan mendapat akses dan pengetahuan terkait pengelolaan sumber daya serta potensi di desa. Pengelolaan ini tentu berbasis prinsip berkeadilan secara sosial dan pelestarian lingkungan.
Setelah eksis selama dua dekade lebih, anggota SPPQT telah mencapai sekitar 20.000 keluarga tani di 100-an desa. Mereka terdiri dari sekitar 600 kelompok tani hortikultura dan agrikultura. Para anggota SPPQT tersebar di 17 kabupaten atau kota di Jawa Tengah dengan jaringan yang tersebar ke seluruh negeri.
SPPQT mempunyai dua program utama, yaitu memberdayakan dan mengadvokasi petani. Pemberdayaan petani bisa mencakup pelatihan keterampilan, manajemen usaha, dan kegiatan konservasi alam, seperti sumur resapan. Petani mengasah keterampilan tentang teknologi budidaya, teknologi pertanian organik, hingga pertanian pintar.
SPPQT turut membentuk Koperasi Primer Produksi yang biasa dikenal sebagai Jemaah Produksi sehingga petani bekerja secara kolektif. Koperasi ini fokus pada pengembangan dan pengolahan hasil tani yang menambah nilai jual guna memacu roda perekonomian desa. Kang Din mencontohkan, kelompok petani singkong bisa mengolah hasil panen menjadi keripik lewat koperasi produksi itu untuk dijual.
Dalam hal advokasi, Kang Din melanjutkan, SPPQT selalu mendorong agar kebijakan pemerintah berpihak kepada petani. Di level kabupaten atau kota, SPPQT memiliki jaringan kerja (jaker) tani di tingkat kabupaten atau kota yang berfungsi mengadvokasi kebijakan daerah.
”Namun, kami lebih pada dorongan, bukan tekanan karena era sekarang kebijakan yang muncul karena tekanan itu tidak baik. Sekarang level undang-undang bisa berubah tanpa tekanan massa sebab bisa lewat pengajuan review ke Mahkamah Konstitusi,” tutur putra dari almarhum KH Abdul Halim yang merupakan ulama besar di Salatiga.
Obyek keputusan
Akan tetapi, lanjut Kang Din, hal yang lebih penting adalah bagaimana SPPQT membangun relasi kuasa yang berkeadilan bagi petani. Kaum elitis masih mendominasi pembicaraan tentang petani bahkan di tingkat desa sampai hari ini. Kaum elitis di sini merujuk pada pihak yang menentukan nasib petani, tetapi tidak berpihak pada petani.
Kang Din menjelaskan, bahkan sebelum SPPQT dibentuk, kedaulatan politik petani nyaris tidak ada. Mereka tidak mempunyai hak dalam membuat keputusan tentang nasib mereka. Petani sekadar sebagai obyek yang ditentukan.
”Pemilik modal-modal besar berkolaborasi dengan elitis sehingga kepentingannya justru ke atas. Kebijakan yang dibuat bisa terkait harga, komoditas, macam-macam,” kata Kang Din yang sudah bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
Untuk mewujudkan kedaulatan dan keadilan bagi petani, SPPQT berperan penting sebagai wadah transformasi nalar kritis para petani. Pemikiran petani terus diasah lewat pertukaran pikiran dalam bentuk pelatihan, rembuk desa, hingga diskusi tentang kebijakan pemerintah.
Kang Din sadar pentingnya petani mempunyai nalar. Karena itu, ia juga mendirikan Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) untuk anak-anak petani sejak 2003. Komunitas ini berkembang sebagai sekolah alternatif yang mengajarkan peserta didik agar berpikir kritis, berinovasi, dan menghasilkan karya dengan segala potensi yang ada di sekitar, seperti membuat lukisan, buku, atau alat cas tenaga matahari.
”Mereka yang menentukan kurikulum sendiri. Jadi, kedaulatan itu juga kami terapkan di pendidikan sehingga anak-anak ikut menjadi subyek pembelajaran, bukan lagi menjadi obyek yang ditentukan. Mereka memproduksi pengetahuan lewat inovasi, bukan lagi mengonsumsi,” tuturnya. Saat ini, KBQT memiliki lebih kurang 30 peserta didik usia SMP-SMA.
Kang Din tidak menampik banyak tantangan dalam membangun kedaulatan suara rakyat di tingkat akar rumput di segala aspek kehidupan. Penolakan terhadap suara mereka dan pemakluman pembodohan sudah dia hadapi. Namun, tantangan semacam itu justru membuat Kang Din berkomitmen membuat SPPQT dan KBQT terus maju.
Masih ada satu pekerjaan rumah yang ingin diselesaikan oleh Kang Din. Ia ingin agar perempuan dan anak muda di desa ikut eksis di paguyuban-paguyuban yang menjadi anggota SPPQT dalam pengambilan keputusan. Maklum, selama ini petani laki-laki yang mendominasi perbincangan tentang kesejahteraan.
Kang Din mengacu pada prinsip 50 plus 1 persen. Dengan kata lain, jika ada 11 orang, terdapat enam perempuan yang menduduki posisi dalam paguyuban bersama dengan lima laki-laki lainnya. Kedaulatan politik dan kesejahteraan yang ideal bisa terwujud apabila seluruh warga terwakili.
”Saya harap ini juga bisa menjadi semacam peremajaan untuk gerakan ini. Kualitas kedaulatan itu akan keren kalau juga diikuti anak muda dan perempuan, terutama dari keluarga yang berkekurangan,” tutur Kang Din. Sudah saatnya demokrasi yang sehat dimulai dari desa.
Bahruddin
Lahir: Semarang, 9 Februari 1965
Pendidikan: Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo (lulus 1992)
Keluarga: S Miskiyah (istri) dan anak tiga
Pengalaman:
- Anggota Badan Akreditasi Nasional (BAN) PAUD dan PNF (2018-2022)
- Ketua Pembina Yayasan Pendidikan Qaryah Thayyibah Indonesia (2016-sekarang)
- Ketua Dewan Pertimbangan Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (2007-2018)
- Pemrakarsa Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (2003)
- Ketua Dewan Presidium Konfederasi Masyarakat Warga Salatiga (Konmawas) (2002-2003)
Penghargaan:
- 72 Ikon Prestasi Indonesia oleh UKP PIP, 2017
- MNC Pahlawan untuk Indonesia oleh MNC Media (2016)
- Warga Kota Salatiga Inspiratif oleh Pemkot Salatiga (2015)
- Ma’arif Award oleh Ma’arif Institute (2012)
- Penemu Model Community Based Education oleh GP Ansor (2006)
- Sanata Dharma Award bidang Pendidikan oleh Universitas Sanata Dharma (2005)