Fauza Qadriah Menggerakkan Mahasiswa untuk Mengajar di Ratusan Desa
Fauza Qadriah mengundang ratusan mahasiswa untuk bergerak ke pelosok-pelosok desa, berbagi ilmu dan semangat kepada anak-anak di sana. Sampai sekarang, tak kurang dari 400 desa telah mereka datangi untuk mengabdi.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·5 menit baca
Terinspirasi dari cerita dan perjuangan orangtua, Fauza Qadriah mengundang para mahasiswa untuk bergerak bersama dalam wadah Sumut Mengajar. Tak kurang dari 400 desa sudah mereka datangi untuk menularkan semangat belajar kepada anak-anak. Oza, begitu dia biasa disapa, ingin kelak memiliki perguruan tinggi dan rumah sakit yang bebas biaya bagi kaum miskin.
Untuk mewujudkan mimpi itu, kini Sumut Mengajar tengah membangun gedung learning center berlantai dua di atas tapak seluas 132 meter persegi. Gedung ini hasil donasi dari banyak relawan dan kenalan Oza. Di samping itu, dia sibuk membantu para relawan untuk bisa menyebar ke berbagai desa membagi pengetahuan dan semangat belajar.
Sebelum pandemi, para relawan bergerak ketika libur semester. Selama pandemi, sebulan sekali para relawan itu dia gerakkan. Selama 16 hari relawan dianjurkan mengabdi di desa masing-masing untuk mengembangkan potensi desa. Yang utama disasar adalah pemberian bekal dan bantuan pengetahuan sebelum anak-anak di desa itu melanjutkan pendidikan ke jenjang perkuliahan. Namun, anak usia sekolah dasar hingga sekolah menegah tetap mereka bimbing. Tiap pagi dan sore, anak-anak di desa itu diajak berkumpul.
Sumut Mengajar sudah menyediakan silabus atau rencana pembelajaran semester (RPS) yang berpijak pada tiga hal, yakni learning by gaming, learning by traveling, dan learning by doing. RPS ini sudah Oza konsultasikan dengan seorang profesor bidang pendidikan. ”Ada target per bulan, per tiga bulan, dan evaluasi di bulan ketiga,” kata Oza yang ditemui di Medan pada Senin (11/4/2022).
Sumut Mengajar sudah mendatangi tak kurang dari 400 desa di beberapa kabupaten, seperti Deli Serdang, Karo, Pakpak Bharat, Dairi, Serdang Bedagai, Labuhanbatu, Langkat, dan Simalungun. Semula, mereka bergerak di desa-desa di kabupaten sekitar Kota Medan. Akan tetapi, belakangan Oza dan teman-temannya sadar bahwa di Kota Medan pun banyak anak di banyak kelurahan yang perlu dibimbing. Kini Kota Medan menjadi salah satu perhatian Sumut Mengajar.
Oza mengatakan, hasil pengabdian para relawan Sumut Mengajar itu memang tidak bisa dilihat secara langsung atau dalam jangka pendek. Akan tetapi, setidaknya mereka melihat perubahan-perubahan perilaku pada anak-anak yang menggembirakan. Misalnya, ada anak-anak yang minta diajari cara masuk universitas. Lalu tahun ini ada anak dari sebuah desa di Kecamatan Tiga Binanga, Kabupaten Karo, di lereng Gunung Sinabung, yang lulus kuliah dari Universitas Negeri Medan. Tahun 2015, Sumut Mengajar pernah mengabdi di desa itu dan anak tadi merupakan salah satu yang mereka bina. Padahal, di desa itu bisa dibilang tidak ada anak yang kuliah sebelumnya. Kehadiran Sumut Mengajar telah memompa semangat bahwa kuliah dan menjadi sarjana tidak sesusah yang anak-anak desa bayangkan sebelumnya.
Cerita ayah ibu
Sejak belia, Oza bersama saudara-saudaranya kerap mendapat cerita tentang anak-anak desa yang tidak mendapat pendidikan dengan layak. Anak-anak desa yang tidak mendapatkan akses kesehatan secara memadai. Orangtua Oza, Dr H Almihan, SH, MH dan Dra Hj Nurlela Ginting, MM semasa mahasiswa merupakan aktivis yang kerap datang ke desa-desa untuk berbagi ilmu. Bahkan, ketika mereka menikah, lalu Almihan menjadi hakim dan Nurlela menjadi panitera, keduanya masih rajin berkunjung ke desa-desa yang mereka anggap perlu dibantu.
Semangat juang itu menginspirasi Oza bersama saudara-saudaranya, yakni Faiz Isfahani, Fauzan Arrasyid, Faizur Rahman. Mereka kemudian mendirikan Sumut Mengajar pada 2015. Ketika Faiz sibuk menjadi dosen, Fauzan menjadi hakim, dan Faizur Rahman menjadi advokat, Oza terus menjadi garda depan Sumut Mengajar. Dia menjabat sebagai Direktur Eksekutif Sumut Mengajar. ”Abang dan kakak menjadi dewan pembina dan kadang masih memberi pembekalan,” kaya Oza yang juga dosen luar biasa di Universitas Islam Negeri Sumatera Utama ini.
Pada tahap awal Sumut Mengajar bergerak, Oza dan sudara-saudaranya itu menyurvei dan mendapatkan enam desa yang perlu mereka dampingi. Mereka menghitung butuh setidaknya tiga relawan di tiap desa. Ketika Oza membuka pendaftaran, hanya lima mahasiswa yang mendaftar. ”Akhirnya kami rekrut teman terdekat untuk jadi relawan juga. Saya sendiri bawa enam teman,” kata Oza.
Desa-desa itu terpencil di pinggiran Kota Medan dan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau bersepeda motor. Para relawan itu dititipkan ke warga dan disediakan akomodasi selayaknya anak sendiri.
Tugas mereka adalah mengajar anak-anak membaca, menulis, dan bermain. Mereka juga mengajarkan pelajaran agama sesuai dengan agama masing-masing. Kebetulan, agama para relawan juga variatif karena Sumut Mengajar bersifat inklusif.
Waktu berjalan dan Sumut Mengajar makin berkibar. Kini, ketika dibuka pendaftaran, ribuan mahasiswa dari beragam kampus, suku, agama, dan budaya mengajukan diri menjadi relawan. Mereka wajib bayar uang kontribusi Rp 35.000, ongkos transportasi sendiri, makan ditanggung warga, tempat tinggal selayaknya, lalu dapat sertifikat. ”Kami tidak menjanjikan apa-apa,” kata Oza tentang antusiasme mahasiswa itu.
Dia lalu menyurvei secara sederhana dan mendapati bahwa para mahasiswa itu butuh kegiatan yang lebih bermanfaat selain belajar. Mereka butuh pengalaman nyata untuk bekal selepas lulus nanti. Untuk itu, dia tidak pernah menggugurkan niat baik mahasiswa yang akan bergabung dalam Sumut Mengajar. Meskipun ada satu atau dua yang pada akhirnya mundur sebelum terjun ke desa-desa atau ketika program tengah berjalan, Oza menyebut itu sebagai seleksi alam. ”Jangan sampai kami yang mengugurkan hajat baik mreka, biar mereka sendiri yang menilai layak atau tidak,” kata Oza yang juga Pendiri dan Pembina Taman Karakter Al Quran Sumatera Utara.
Sumut Mengajar terus merambah desa-desa yang jauh dari fasilitas pendidikan memadai. Dari sekitar 1.230 relawan yang pernah tergabung, mereka mendatangi tak kurang dari 400 desa. Oza bermimpi kelak dapat membangun universitas yang terhubung dengan fasilitas kesehatan gratis untuk masyarakat miskin di Kabupaten Karo karena daerah ini bisa dijangkau dari banyak tempat yang selama ini cenderung tertinggal. Dia ingin kampus ini mengubah cara pandang anak-anak desa yang selama ini minder menjadi percaya diri.
Fauza Qadriah
Lahir: Sidikalang, 2 Juni 1996
Orangtua : Dr H Almihan, SH, MH dan Almh Dra Hj Nurlela Ginting, MM
Pendidikan terakhir:
S-2 Ilmu Hukum (Hukum Bisnis) Universitas Sumatera Utara
Pengalaman kerja:
- Dosen Luar Biasa Fakultas Syariah dan Hukum UIN SU Medan
- Dosen STIT Arraudlatul Hasanah Medan
Prestasi/penghargaan:
- Juara 1 Lomba debat Konstitusi se-Sumatera Utara 2016
- Juara 2 Kejurnas Tapak Suci UNS 2017
- Delegasi Student Exchange Leadership and Entrepreneurship Training di UKM Malaysia