Menguangkan Sampah, Mengatasi Masalah Kota
Lewat Kepul, Latif mendidik warga untuk lebih serius memilah sampah dari hulu, sejak sampah masih di rumah. Dengan demikian, akan menciptakan perilaku baru dan kelak sebuah kota tidak butuh lagi TPA.
Masalah sampah bisa diatasi dengan teknologi informasi. Teorema tersebut sekilas terlihat janggal. Namun, Abdul Latif Wahid Nasution membuktikan bahwa hal itu tidak mustahil.
Sebuah mobil bak terbuka berisi penuh barang bekas masuk ke dalam sebuah gudang Kepul Botot Medan di Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, Selasa (12/4/2022). Mobil tadi milik Kepul yang baru saja menjemput sampah dari salah satu mitra bisnis Kepul, sebuah aplikasi jual beli sampah daring.
Kepul telah bermitra dengan sedikitnya 5.000 restoran, pabrik, dan kantor yang siap menyerahkan sampah. Di luar itu, Kepul melayani tak kurang dari 19.000 akun perseorangan yang terhubung lewat aplikasi Kepul dan menyalurkan sampah mereka. Kepul kemudian menjemput ke rumah dan ke pabrik atau kantor tadi untuk mengangkut sampah. Sampah-sampah ini kemudian dipilah di gudang kepul lalu dijual ke pabrik kertas, plastik, atau baja untuk diolah menjadi barang baru.
Dengan pola seperti ini, Kepul telah memotong jalur perjalanan sampah sehingga tidak sampai menambah timbunan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang selama ini menjadi masalah serius di banyak kota. ”Kami sudah bisa menampung 100 ton sampah sebulan,” kata Latif yang baru pada Oktober 2021 mendapat status sebagai Perseroan Terbatas (PT) Indonesia Bebas Sampah. Sebelumnya, selama sekitar setahun, badan usaha ini masih berbentuk commanditaire vennootschap (CV).
Latif meyakini, usahanya ini bisa mengurangi timbunan sampah hingga 20 persen. Inilah yang dia maksud bahwa dengan teknologi informasi, masalah sampah bisa teratasi. Warga tinggal mengunduh aplikasi, daftar, lalu memberi info tentang sampah yang mau dijual. Lalu Kepul akan mendatangi, menimbang, membayar secara tunai, lalu mengangkutnya.
Pola ini sekaligus mendidik warga untuk lebih serius memilah sampah sejak dari hulu, sejak sampah masih rumah. Dengan demikian, akan menciptakan perilaku baru di masyarakat yang tidak menutup kemungkinan kelak sebuah kota tidak butuh lagi TPA jika semua warganya berperilaku seperti itu, rajin memilah sampah dan menjualnya. Dampak lainnya, secara sosial martabat tukang angkut sampah atau pemulung akan naik lebih bermartabat. Sebab, mereka tak lagi dipandang sebagai kelompok profesi kumuh karena sudah bekerja dengan lebih terorganisasi dan bahkan punya badan hukum.
Gagasan kepul muncul setelah Latif melihat masalah sampah di Kota Medan yang tidak tertampung lagi oleh TPA. Latif ingin berbuat sesuatu yang berdampak sosial dan kelak menjadi warisan.
Kafe
Dari ruas Jalan Karya Dame yang kecil, masuk ke halaman luas yang muat hingga puluhan mobil. Di pojok tempat parkit yang mirip lapangan ini, terdapat bangunan dengan warna dominan putih. Kursi, meja, tembok, hingga pagarnya berwarna putih. Kafe ini penuh pelanggan menjelang buka puasa.
Tidak banyak pelanggan yang tahu bahwa sebelumnya kafe ini adalah tanah kosong tempat pembuangan sampah. Adalah Jennifer Swan yang kemudian mengubahnya menjadi kafe. Untuk menarik pelanggan, dia bekerja sama dengan Kepul dan menerapkan sistem bayar dengan sampah. Pembeli bisa datang dengan membawa sampah kertas atau plastik yang lalu ditimbang dan dibayar dengan kupon. Kupon ini yang bisa dijadikan alat bayar saat beli makanan atau minuman.
”Sekilas terkesan hanya gimmick, tapi bagi saya ini tak bisa dihindari. Yang penting kesadaran untuk menghargai sampah bisa muncul,” kata Latif.
Oleh karena itu, dia akan terus mengembangkan program ini. Saat ini selain Janji Rasa, ada juga UG Cafe yang menjalin kerja sama serupa dengan Kepul. Pada akhir April, Kepul menggelar Green Ramdahan Food Court di mana pengunjung dapat membawa sampah untuk ditukar dengan voucher sebagai alat tukar beli makanan.
Latif terus mengembangkan Kepul dengan menambah program dan memperluas wilayah operasi. Program yang sedang dirancang antara lain menuju baitullah dengan sampah. Maksudnya, seseorang bisa menabung dengan sampah untuk bisa naik haji. Ada juga menabung emas dengan sampah, yakni mengonversi sampah menjadi emas batangan.
Untuk perluasan wilayah, Latif telah menjajaki Jakarta dan Tangerang. Saat ini persiapannya sudah 40 persen. ”Insya Allah bulan Juli sudah bisa beroperasi,” ujarnya.
Semangat orangtua
Latif lahir dan tumbuh dari keluarga pedagang. Orangtuanya memiliki toko kelontong di Lubuk Pakam, Deli Serdang. Latif kecil kerap mengamati kerja orangtuanya entah itu ketika ramai atau sepi pembeli. Tak jarang dia ikut membantu menjaga kedai atau toko orangtuanya itu. Lambat laun tertanam di benaknya bahwa, sebagaimana pengalaman orangtuanya, mencari uang tidak semudah yang dia bayangkan. Untuk itu, dia berniat kelak bisa hidup mandiri.
Tahun 2013-2018, dia kuliah Teknologi Informasi di Universitas Sumatera Utara. Saat kuliah ini dorongan untuk mandiri makin kuat ditambah keinginan untuk mewariskan sesuatu ketika kelak dia berpulang. Beberapa langkah pendiri start up nasional turut memotivasinya. Dia lalu membuat konsep Kepul yang kemudian mengikutkannya ke beberapa kompetisi tentang teknologi informasi dan sering menang.
Kompetisi pertama yang dia memenangi adalah Ytech di mana Kepul menjadi juara favorit dan berhak atas hadiah uang Rp 10 juta, pada tahun 2018. Disusul kemenangan-kemenangan lain dengan hadiah antara Rp 10 juta dan RP 30 juta. Uang itu Latif pergunakan untuk menyuntik pengoperasian kepul.
Kemenangan itu mengundang beberapa wartawan untuk meliput Kepul yang akhirnya disimak dan dibaca orang. Beberapa dari mereka adalah orang-orang yang punya karier atau posisi penting di perusahaannya lalu bersedia menjadi investor sukarela, sejenis angel investor, tetapi lebih bersifat kekeluargaan meskipun tidak ada hubungan darah antara investor itu dan latif.
”Saya cuma ditanya kira-kira butuh dana berapa dan dia siap membantu,” kata Latif tentang investor tersebut. Dia juga dibantu dana oleh beberapa sepupunya.
Kepul beberapa kali mewakili Indonesia ke acara-acara berskala internasional, antara lain di Beijing dan Dubai. Oleh-oleh dari acara itu, antara lain, Latif makin yakin gagasannya dapat menjadi solusi masalah sampah.
Abdul Latif Wahid Nasution
Lahir: Lubuk Pakam, Deli Serdang, 1995
Pendidikan: Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara
Prestasi antara lain:
· - Winner Global IDEApreneur Week 2017 yang digelar oleh Malaysian Global Innovation and Creativity Centre (MaGIC), Malaysia
· - Mahasiswa berprestasi Universitas Sumatera Utara 2017
· - 1st Runner-up YtechLocal Technopreneur Silicon Valley Mindset oleh Kedutaan Amerika Serikat dan Teknopreneur Indonesia 2018
- - Top 10 in the Asia Pacific ICT Alliance (APICTA) di Guangzhou, China, 2018
· - Winner of Young Social Business Competition 2019
· - Top 10 Young Business Hub Entrepreneurship Investment Summit, in Manama Kingdom Bahrain 2019