Jumiatun Memanusiakan Pekerja Migran di Jember
Jumiatun mendirikan Desa Peduli Buruh Migran di Dukuh Dempok, Jember. Tak kenal menyerah, dia berusaha memberdayakan mantan pekerja migran di sekitarnya.
Nasib pekerja migran tak selalu pulang membawa kesejahteraan. Ada kalanya berakhir merana bahkan meregang nyawa. Lewat jalan kemanusiaan, Jumiatun (54) meningkatkan pengetahuan dan kualitas calon pekerja, sekaligus berbagi keterampilan dengan para mantan pekerja agar mandiri dan tak lagi tergoda kembali ke negeri jiran.
Secangkir kopi tubruk tersaji di sebuah kedai di Desa Dukuh Dempok, Kecamatan Wuluhan, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Jumat (16/3/2022) siang. Kedai yang berada di salah satu sudut kantor desa itu juga menawarkan menu nasi pecel yang menggoda selera. Tersedia pula, aneka kudapan renyah bagi yang doyan ngemil.
Di dekat kedai, terdapat sejumlah mesin jahit dan perlengkapan menjahit pakaian lainnya. Ada juga lemari kaca yang berisi baju-baju hasil produksi para mantan pekerja migran. Itulah secuil gambaran tentang ”markas utama” kelompok Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi) Dukuh Dempok.
Di tempat inilah, Jumiatun bersama 40 mantan pekerja migran lainnya menggaungkan inisiatif kepedulian untuk memenuhi hak-hak calon dan mantan pekerja migran. Kepedulian terhadap pekerja migran menjadi penting karena di desa ini terdapat sedikitnya 200 mantan pekerja migran dan masih ada sekitar 75 warga yang bekerja di negeri tetangga.
Jumiatun sendiri pernah bekerja di Hong Kong selama enam tahun pada 1996 hingga 2002. Dia bersyukur bernasib baik selama mengadu nasib di negeri orang. Namun, banyak temannya yang bernasib kurang beruntung. Ada yang menjadi korban kekerasan majikan, bahkan disiksa hingga mengalami cacat fisik permanen.
Ada pula yang bekerja tetapi tidak digaji. Selain itu, tidak semua pekerja berangkat melalui prosedur resmi karena ketidaktahuan mereka. Banyak yang berangkat secara ilegal karena terjebak rayuan manis calo. Mereka pun menjadi buruan para petugas penegak hukum dan dideportasi apabila tertangkap.
”Selama ini negara kerap alpa dalam memenuhi hak pekerja migran meski mereka dianggap pahlawan devisa. Banyaknya pekerja tak berdokumen merupakan masalah klasik yang kerap berulang. Setelah kembali ke Tanah Air pun, belum tentu para pekerja migran bisa hidup layak,” ujar Jumiatun.
Berkaca dari pengalaman itulah, perempuan yang membiayai sekolahnya dari kerja sebagai pembantu rumah tangga ini tergerak memanusiakan pekerja migran dengan cara menggaungkan kepedulian terhadap pemenuhan hak-hak mereka. Hak-hak yang harus dipenuhi sebagai calon pekerja migran, saat bekerja dan berada di negara tujuan penempatan, hingga kembali lagi ke kampung halaman.
Baca juga: Saadah Pendamping Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Cirebon
Salah satu jalan memanusiakan pekerja migran adalah dengan membentuk kelompok Desbumi Dukuh Dempok pada 2016. Kelompok ini diinisiasi pemerintah desa bersama Migrant Care. Jumiatun didapuk sebagai ketuanya.
”Layanan yang diberikan desbumi, antara lain pemberian informasi tentang migrasi bagi calon pekerja. Informasi itu meliputi negara tujuan, pasar kerja di luar negeri, dokumen yang harus disiapkan, dan keterampilan yang dipersyaratkan oleh pemberi kerja,” ujar Jumiatun.
Desbumi juga mengedukasi keluarga calon pekerja tentang pentingnya bekerja secara prosedural dan tidak mudah percaya kepada calo yang mengiming-imingi kemudahan kerja tanpa prosedur dengan gaji besar. Edukasi itu semata untuk melindungi para pekerja. Sudah banyak kasus pekerja migran yang tidak dibayar dan tidak bisa pulang karena tidak berdokumen resmi.
Jumiatun mengatakan, Desbumi Dukuh Dempok juga menjadi kepanjangan tangan pemerintah desa untuk mendampingi, mengedukasi, dan mengurus warganya yang menjadi pekerja dan mantan pekerja. Untuk para mantan pekerja migran, dilakukan upaya menumbuhkembangkan usaha produktif, seperti menjahit pakaian, memproduksi camilan opak gulung, serta aneka minuman, antara lain sirup jahe dan sari temulawak.
Baca juga: Yati Dahlia Tak Ingin Ronggeng Balik Tercekik
Pengembangan usaha produktif itu bertujuan menciptakan lapangan kerja baru, menambah penghasilan bagi mantan pekerja migran, dan mencegah mereka kembali bekerja di negeri jiran. Jumiatun mengatakan, layanan migrasi dan pengembangan usaha produktif sudah berjalan baik sehingga mampu menambah penghasilan keluarga.
”Adapun yang masih harus diperjuangkan Desbumi Dukuh Dempok saat ini adalah fasilitasi pembentukan komunitas pembangunan keluarga, terutama edukasi bagi pendamping anak-anak yang ditinggalkan pekerja migran. Selain itu memperkuat ekonomi pekerja migran melalui koperasi,” kata perempuan yang mengajar bahasa Inggris di Sekolah Dasar Negeri Taman Sari 04 Jember ini.
Untuk menjaga praktik baik dalam upaya memanusiakan pekerja migran, pemerintah desa setempat mengeluarkan Peraturan Desa Dukuhdempok Nomor 01 Tahun 2017. Peraturan ini berisi tentang perlindungan tenaga kerja Indonesia warga Desa Dukuh Dempok dan anggota keluarganya.
Perdes ini antara lain mengatur kewajiban desa untuk memenuhi hak pekerja migran sekaligus mengalokasikan anggaran dana desa untuk membiayai urusan pelayanan dan perlindungan pekerja migran. Gerakan kepedulian untuk memenuhi hak calon dan mantan buruh migran di Desa Dukuh Dempok ini bahkan pernah dipresentasikan di Markas Besar PBB, Geneva, Swiss, September 2017.
Di sisi lain, dengan adanya peraturan desa tersebut, peran desa untuk melindungi pekerja migran diakui dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2017 tentang Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang terutama Perempuan dan Anak.
Berkat praktik baik tersebut, mayoritas pekerja migran yang berangkat dari Dukuh Dempok berdokumen resmi. Identitas pekerja migran terdata dengan baik beserta nama perusahaan yang mempekerjakan, negara tujuan, dan alamat majikan. Dengan demikian, desbumi dan pemerintah desa bisa mengambil tindakan cepat saat ada kasus yang menimpa pekerja.
Data mengenai pekerja migran bersifat dinamis karena anggota desbumi rutin mendatangi tetangga yang bekerja di luar negeri dan kembali ke desa, termasuk melayani pengurusan dokumen bagi calon pekerja. Mereka membentuk pusat pelayanan terpadu (PPT) yang memberikan segala informasi terkait migrasi tenaga kerja serta menerima pengaduan kasus pelanggaran hak pekerja migran.
”Semua kami lakukan secara sukarela. Pelayanan yang diberikan juga tidak berbiaya alias gratis, termasuk surat rekomendasi dari desa. Kami bergerak karena tidak ingin ada pekerja migran ilegal dan pada akhirnya bernasib buruk,” ucap Jumiatun.
Jumiatun
Lahir : 29 Maret 1969
Suami : Budi Haryanto (55)
Anak : Bella Jessica (19)
Pekerjaan :
- - Pekerja migran di Hong Kong 1996-2002
- - Guru SDN Taman Sari 04 Tahun 2002-sekarang (PPPK)
- - Ketua Desbumi Dukuh Dempok 2016-sekarang
Pendidikan :
- SDN Dukuh Dempok 01 lulus 1982
- SMP PGRI Kesilir lulus 1986
- SMEA Daerah Jember lulus 1989
- D-2 IKIP Kanjuruhan Malang (2003-2005)
- Pendidikan S-1 PGSD Universitas Terbuka lulus 2015
Pengalaman : Menghadiri pertemuan Perempuan Akar Rumput Pemersatu Bangsa mewakili Pekerja Migran di Istana Negara tahun 2019