Tujuan Sidik Gunawan (52) menggambar wajah Ganjar Pranowo di sawah bukan sekadar mencipta kehebohan. Hal itu jadi potongan jalan panjang mengangkat harkat petani sekaligus pariwisata desa.
Oleh
KRISTI DWI UTAMI
·6 menit baca
Lukisan dari padi yang menyerupai wajah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di sebuah sawah belakangan ramai diperbincangkan di jagat maya. Namun, tujuan Sidik Gunawan (52) membuat lukisan itu bukan untuk menciptakan kehebohan. Ia ingin lukisan itu jadi potongan jalan panjang untuk mengangkat harkat petani dan memicu pariwisata desa.
Berkat gambar yang dibuat Gunawan, warga Kelurahan BergasLor, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, banyak orang berbondong-bondong mendatangi sawah seluas sekitar 1.250 meter persegi yang terletak sekitar 200 meter dari Kantor Kelurahan Bergas Lor itu. Setelah puas melihat lukisan berbentuk gambar wajah di sawah, mereka berfoto-foto, kemudian menyantap hidangan di kafe-kafe di sekitar sawah.
”Ini adalah bagian dari cara saya menarik perhatian orang agar berkunjung ke Desa Bergas Lor. Kalau gambar di kertas atau di kanvas sudah banyak, kalau yang gambar di sawah sepertinya baru kali ini,” kata Gunawan yang menyebut seninya itu dengan pari corek atau lukisan padi, Minggu (13/3/2022).
Dalam membuat gambar tersebut, Gunawan menggunakan dua varietas padi, yakni padi IR 64 dan padi wulung. Berbeda dengan padi pada umumnya yang berwarna hijau, padi wulung memiliki daun dan batang berwarna hitam keunguan. Padi wulung dipilih untuk membuat gradasi pada gambar.
Waktu yang diperlukan Gunawan untuk mendesain hingga menanam bibit padi di sawah sekitar dua pekan. Awalnya, ia menggambar di kertas, kemudian gambar itu diwujudkan di sawah dengan skala tertentu.
Agar gambar bisa terlihat jelas, perlu waktu sekitar 1,5 bulan, sampai daun-daun padi tumbuh. Padi-padi itu bisa dipanen setelah berusia empat bulan. Setelah itu, gambar di sawah bisa diganti sesuai keinginan.
Untuk bisa menghasilkan satu gambar yang baik, diperlukan ketepatan saat menancapkan bibit. Jarak antarbibit juga harus disesuaikan dengan perkiraan pertumbuhan padi. Penempatan padi wulung yang juga berfungsi memberikan gradasi pada gambar pun diatur sedemikian rupa agar hasilnya presisi.
”Supaya gambarnya sesuai keinginan, perlu ada beberapa penyesuaian. Dalam proses ini perlu drone (pesawat nirawak) untuk melihat dari atas, sudah presisi atau belum gambarnya. Kalau tidak presisi, nanti gambarnya tidak jadi,” imbuh pria berjanggut putih panjang itu.
Gunawan sudah dua kali membuat gambar di sawah. Gambar pertama ia buat tahun lalu. Kala itu, ia membuat gambar wajahnya. Sama dengan wajah Ganjar, gambar wajah Gunawan juga sempat menyita perhatian masyarakat di sekitar desa.
Sadar wisata
Jauh sebelum menekuni seni pari corek pada 2021, pria yang merupakan warga pendatang di desa itu sudah memulai misi mengangkat citra kampungnya melalui wisata. Ia mengusulkan pembentukan kelompok sadar wisata (pokdarwis) untuk mewadahi kegiatan promosi wisata kampung. Terlebih, kampung di sekitar kawasan lereng Bukit Ungaran tersebut memiliki potensi persawahan yang asri dan indah. Berkat inisiatifnya, pada 2018, terbentuklah pokdarwis yang diberi nama Dewi Sri.
Nama Dewi Sri dipilih karena merupakan dewi padi. Meski baru belakangan ini Gunawan terinspirasi untuk menjadikan seni pari corek sebagai ikon Desa Bergas Lor, ia sudah berpikir sejak awal untuk menjadikan lanskap persawahan sebagai etalase pariwisata di daerahnya.
Setelah terbentuk, Pokdarwis Dewi Sri mengadakan festival dan sejumlah kegiatan seni budaya. Namun, selama pandemi, kegiatan pokdarwis mandek. Mereka kembali aktif sekitar setahun lalu, saat Gunawan mengambar wajahnya di sawah yang ia sewa dari seorang petani dengan harga Rp 2 juta.
Gunawan menuturkan, ide membuat gambar di sawah itu pertama kali muncul ketika dirinya mendapatkan bibit padi wulung dari seorang teman. Pria yang mencintai seni lukis itu kemudian memutar otak agar bibit itu menjadi sebuah karya seni. Hasilnya, muncul ide untuk menggambar dengan padi di sawah.
Dua bulan lagi, padi yang saat ini bergambar wajah Ganjar bisa dipanen. Jika sudah dipanen, Gunawan akan langsung menggantinya dengan gambar baru. Hal itu dilakukan agar para pengunjung tidak bosan dan bisa kembali datang ke Desa Bergas Lor untuk melihat gambar baru.
”Setelah ini, saya kepengin menggambar wajah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno. Alasannya, biar beliau tertarik berkunjung ke sini, melihat potensi wisata di sini, syukur-syukur bisa membantu mengembangkan wisata desa ini,” ujarnya.
Gunawan meyakini, jika Desa Bergas Lor dikunjungi banyak orang, ekosistem ekonomi akan tumbuh dan kesejahteraan masyarakat setempat meningkat. Namun, ia mengakui masih ada kekurangan, yakni lokasi untuk menampung pengunjung. Untuk itu, ia berharap tanah bengkok seluas 2 hektar milik pemerintah daerah di sekitar sawah itu bisa dibangun menjadi ruang terbuka hijau.
Jika ruang terbuka hijau sudah terbangun, Gunawan yakin bisa menampung sekitar 700 orang untuk berekreasi ke desa itu setiap hari. Dengan begitu, pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah pun ikut tumbuh dan perekonomian masyarakat bisa terangkat.
Selain menarik pengunjung, Gunawan memiliki misi khusus saat menggambar wajah Ganjar. Ia ingin orang nomor satu di Jateng itu datang ke kampungnya sehingga Gunawan punya kesempatan menyuarakan keluhan para petani di desanya. Keluhan itu, antara lain, terkait rendahnya harga jual gabah yang kini hanya berkisar Rp 3.500-Rp 4.000 per kilogram.
Murahnya harga jual gabah di tingkat petani disebut Gunawan membuat pendapatan petani semakin tipis. Ia mencontohkan, untuk setiap petak sawah seluas 1.250 meter persegi, petani akan mendapatkan penghasilan Rp 2 juta-Rp 2,5 juta sekali panen. Padahal, untuk sekali panen diperlukan waktu sekitar empat bulan. Bertahan memenuhi kehidupan sehari-hari hingga masa panen tiba dengan mengandalkan uang Rp 2,5 juta dirasakan para petani sangat sulit.
”Saya khawatir kondisi ini membuat para petani menyerah, kemudian menjual sawahnya. Kalau sudah tidak ada lagi sawah, produksi beras kita bagaimana? Masak mau impor lagi? Bergantung sama bangsa lain lagi?” ucapnya.
Tak hanya soal lahan, Gunawan juga resah karena sudah tidak ada lagi anak muda tertarik bertani. Para pemuda di desanya lebih tertarik menjadi buruh pabrik. Padahal, regenerasi petani penting agar tetap ada orang yang menanam padi saat para petani yang mayoritas sudah tua tak bisa lagi bekerja.
Untuk menumbuhkan minat anak muda terhadap pertanian, Gunawan mengajak anak-anak muda di desanya terlibat dalam pembuatan seni pari corek. Dengan dilibatkan, anak-anak muda diharapkan tergugah dan memiliki semangat bertani.
Tidak hanya mengajari pemuda desa membuat seni pari corek, Gunawan juga mengajari mereka menjual beras hasil panen. Kebetulan, beras yang dihasilkan dari padi varietas wulung memiliki harga jual dua kali lipat lebih tinggi daripada varietas biasa. Sebab, beras itu rendah gula dan banyak dicari oleh orang-orang yang sedang menjalani program diet. Potensi ini diharapkan bisa dimaksimalkan oleh pemuda di desanya untuk mendongkrak penghasilan para petani.
Bagi Gunawan, seni pari corek memantapkan upayanya bersama warga memanggungkan potensi desa. Harapannya, pertanian dan pariwisata bisa berjalan seiring demi ekonomi rakyat.