Artomo dan Sarwo Indah Pujiutami Mengelola Bank Sampah untuk Lingkungan Bersih
Tak mudah mengubah pola pikir orang soal pengelolaan sampah, tetapi Artomo, pendiri Akademi Kompos, menyadarkan banyak orang untuk mendayagunakan sampah.
Oleh
SOELASTRI SOEKIRNO
·6 menit baca
Tak mudah mengubah kebiasaan masyarakat dalam mengelola sampah. Artomo (74) berusaha menyadarkan warga untuk mengolah sampah dengan mendirikan bank sampah Akademi Kompos atau Akkom. Bersama Sarwo Indah Pujiutami (63), Ketua PKK di perumahan Bumi Pesanggrahan Mas, Jakarta Selatan, mereka membuat lingkungan bersih. Warga pun punya tabungan uang dan emas dari bank sampah.
Artomo sudah mulai membuatnya di perumahan Bumi Pesanggrahan Mas (BPM) pada 2011. Sebenarnya ia sudah memiliki keahlian membuat composting sampah yang ia pelajari dari sepupunya, mantan Menteri Kehutanan Sudjarwo, tetapi ia belum mempraktikan sebab masa itu banyak orang memilih memusnahkan sampah dengan membakarnya. Mereka kurang peduli dampak pembakaran sampah bagi perubahan iklim. Apalagi belum ada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah yang memberi sanksi denda hingga Rp 50 juta bagi pembakar sampah.
Sejak 1998, ia mengajak warga lewat grup di Blackberry untuk mengelola sampah dengan benar dan menanami halaman rumah. Banyak warga tak peduli. Bagi Artomo, yang pernah 20 tahun menjadi Direktur Admininstrasi PT Meiji, yang penting sudah mengajak warga disiplin mengelola sampah dan menghijaukan lingkungannya agar rumah dan lingkungan perumahan bersih serta asri. Harapannya untuk membuat tempat pembuatan kompos juga tak mendapat banyak dukungan warga.
Di kompleks ia tak didengar. Namun, ironisnya, keahliannya justru berguna bagi warga di tempat lain yang banyak bertanya soal pengelolaan sampah yang benar. ”Nama saya justru lebih dikenal warga di luar kompleks. Saya kenalkan keberadaan Akkom yang sebenarnya belum ada lewat seminar tentang lingkungan hidup yang sering saya ikuti. Lama kelamaan orang malah minta saya mengajari mereka untuk membuat composting sampah,” tutur Artomo awal Januari 2022 di kantor Akkom di perumahan BPM Jakarta.
Selain berkomitmen kuat pada lingkungan hidup, Artomo terbentuk sebagai pribadi berdisiplin tinggi. Lingkungan kerja di perusahaan Jepang dan kunjungannya beberapa kali ke Jepang memperkuat keinginan mewujudkan lingkungan ia tinggal sebagai kampung bebas sampah, tertata baik, asri, dan nyaman buat penghuni.
Tahun 2011, pengurus rukun warga (RW) di kompleksnya mendapat proyek pembuatan sampah dari kelurahan Petukangan Selatan. Hal itu berkait dengan penilaian Adipura, penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan dan pengelolaan lingkungan perkotaan. Proyek dimulai dengan membuat tiga bak sampah di tanah kosong (sekarang menjadi kantor Akkom). Sampah warga hanya dimasukkan ke bak. Hasilnya, sampah ambles, gagal jadi kompos. Artomo turun tangan membenahi. ”Cara membuat kompos tidak seperti itu. Ada pemilahan sampah dulu, pencacahan lalu mencampurkan bahan EM, disimpan, dan diaduk setiap minggu,” jelas Artomo yang kala itu bekerja sendirian.
Bekerja sama
Proyek tersebut berjalan baik sehingga pejabat tingkat kecamatan memfasilitasi kebutuhan proyek dengan menyediakan dana. Tahun 2013, Akkom resmi berdiri di lahan yang menjadi composting sampah dan menghasilkan pupuk organic. Untuk menjadikan Akkom tak sekedar tempat pengolahan sampah, Artomo meminta Sarwo Indah Pujiutami yang waktu itu berkebun di kantor balai RW BPM, memindahkan tanamannya ke lahan Akkom. “Waktu itu saya hanya menanam sayur dan empon-empon (tanaman obat) di tanah balai RW. Sayang melihat tanah tak didayagunakan,” ujar Utami.
Artomo menilai Utami sebagai partner kerja yang tepat mengingat ibu dua anak yang waktu itu masih menjadi sekretaris perusahaan minyak sebagai sosok tepat karena satu visi. Selain ringan tangan dan mau berkorban tenaga, dana, di mata Artomo, sosok Utami juga kreatif. “Ketika bantuan untuk Akkom dihentikan, mau tak mau kami harus merogoh uang pribadi untuk membangun Akkom,” jelas Artomo sambil tertawa.
Insting Artomo benar. Utami yang sebelumnya tak bisa bertanam, belajar seluk beluk menanam kepada komonitas misalnya Jakarta Berkebun. Ia mulai menanam tanaman obat keluarga (toga) seperti jahe, kunyit, sereh dan lainnya di Akkom agar warga belajar menjadikan toga sebagai tanaman obat keluarga. “Kalau sakitnya ringan, tak usah minum obat dulu. Bikin saja dari toga,” kata Utami yang juga terbiasa disiplin mengatur waktu sehingga selain bekerja, menyediakan kebutuhan anak dan suami, juga bisa mengabdi untuk Akkom.
Keberadaan Utami membuat Artomo bisa mewujudkan angannya mengelola sampah di perumahan dengan baik. Ia kemudian membuat bank sampah untuk menampung sampah koran bekas, kertas, kardus, aneka plastic yang bisa didaur ulang. Untuk memotivasi, pengurus Akkom menerima penjualan barang tadi dari warga dengan harga pantas. Keruan rencana itu mendapat tentangan sebagian besar warga yang khawatir sampah justru menumpuk di sana.
“Mereka khawatir kantor Akkom justru menjadi seperti lapak pemulung sehingga menjadi sarang nyamuk. Padahal kami akan menjual sampah-sampah itu,” tutur Artomo.
Ia dan Utami kemudian mencari pembeli sampah daur ulang yang hari itu juga mau membawa sampah yang mereka beli. Lewat upaya keras, akhirnya ada pembeli yang bekerja ekstra cepat membawa barang-barang tersebut. Hasilnya, pagi sampai siang warga setor sampah hingga memenuhi kantor Akkom, sore harinya tempat itu sudah bersih dan rapi lagi.
Dampak dari program Akkom berimbas kepada lingkungan perumahan yang menjadi lebih bersih, indah dan asri. Artomo kemudian menerima penghargaan Kalpataru tingkat DKI Jakarta tahun 2016 sebagai pembina lingkungan, sedangkan perumahan Bumi Pesanggrahan Mas mendapat penghargaan Kampung Iklim untuk tingkat DKI Jakarta dan Nasional. Penghargaan dari Kementerian Lingkungan Hidup itu diberikan untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi karbon, memberikan pengakuan terhadap upaya adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang telah dilakukan.
Kegiatan di Akkom yang asri dan bersih itu terus bertambah, bank sampah berkembang pesat setelah Utami membuat berbagai program untuk mendukung warga mau menjual sampah daur ulang ke lembaga itu. Hasil penjualan yang semula diwujudkan dalam bentuk tabungan uang, kemudian ditabung dalam bentuk emas. Belakangan tak hanya warga perumahan yang menjadi nasabah, tetapi juga warga perumahan lain melamar menjadi anggota aktif bank sampah Akkom sehingga menjadi 200-an orang . “Lucunya malah bapak-bapak muda yang mau jadi nasabah kami. Mereka rajin sekali setor sampah,” ujar Utami sambil tertawa.
Di tangannya, Akkom yang memiliki 20 relawan juga membuka kelas bertanam, keterampilan membuat aneka barang dari sampah bagi warga perumahan dan umum. Jenis tanaman di lahan Akkom seluas 400 meter persegi juga terus bertambah, Dari toga, bertambah bermacam sayuran sawi, bayam dan lainnya hasil pertanian hidrophonik dan peternakan ikan lele, nila.
Awal tahun lalu, panen lele hingga 18 kilogram yang dijual ke warga dan masyarakat umum. Saat ini, Utami bekerja sama dengan petani anggur untuk membuat kebun anggur di Akkom. “Jika berhasil, saya ingin warga mencoba di rumahnya. Selain membuat lingkungan rumah hijau, kami bisa membantu pemasaran bibit anggur milik si petani,” harap Utami.
Artomo
Lahir: Lumajang, 1947
Pendidikan:
- S-1 dan S-2 Fakultas Farmasi UGM Yogyakarta (1972)
- Pelatihan teknis pembuatan dan pengawasan obat di Meiji Seika Kaisha, Jepang
Karya (antara lain)
- Buku Halaman Hijau
- Buku Rolemodel di Lingkungan hidup
- Buku Akademi Kompos
Penghargaan :
- Kalpataru tingkat DKI Jakarta sebagai Pembina Lingkungan (2016)
- Penghargaan PROKLIM Tingkat Nasional dari DKI Jakarta (Penghargaan Kampung Iklim)
Sarwo Indah
Pujiutami
Lahir: Jakarta, 1959
Jabatan :
- Ketua PKK RW 008 Perumahan Bumi Pesanggrahan Mas Jakarta Selatan