Titien Suprihatien, Menyalakan Sains dari Bangku Sekolah
Kegetolan pada studi sains di sekolah tak serta-merta muncul. Bertahun-tahun Titien Suprihatien berupaya menerapkan cara berpikir ilmiah pada siswa dalam kegiatan belajar mengajar.
Pelajaran sains menjadi lebih menyenangkan dengan bimbingan Titien Suprihatien. Siswa diajak untuk menghadirkan sains dalam bentuk cerita, baik tulisan maupun gambar. Metode project based learning membawa Titien meraih beragam penghargaan.
Acap kali ada siswa menanyakan tantangan baru, Titien Suprihatien terpantik senang. Artinya bakal hadir karya-karya baru mengisi laboratorium sekolah mereka. Menambah gairah bersains.
Sebagai guru studi IPA di SMPN 11 Batanghari, Jambi, Titien tak menempatkan mata pelajaran itu berdiri sendiri. Sains melebur pada berbagai bidang lainnya.
Bulan lalu, misalnya, ia memberi tantangan baru pada siswanya seusai praktikum membedah ikan. Siswa ditugasi mengonversi laporan penelitiannya ke dalam karya sastra. Tantangan itu awalnya membingungkan siswa. Ia pun coba memberi petunjuk. ”Cobalah dituangkan menjadi cerita pendek alias cerpen,” ujar Titien.
Petunjuk yang diberikan sang guru dengan cepat disambut antusias. Pekan berikutnya, muncullah belasan karya cerpen. Pengalaman membedah ikan disajikan dengan beragam cara. Lewat genre dan alur berbeda.
Jauh sebelumnya, ia berikan tantangan lain bagi siswanya: menghadirkan sains dalam visual bercerita. Hasilnya menjadi komik-komik sains, gambar bercerita scrapbook, gambar timbul, dan instalasi sains bernilai seni.
Mendapati kreativitas siswanya yang beragam itu, hati Titien menjadi berbunga-bunga. ”Artinya mereka mencintai sains. Karya mereka pun bisa dituangkan dalam medium apa pun,” kisahnya, Senin (14/2/2022). Yang terbaru, pembelajaran sains setempat dibuat ke dalam e-book.
Sains kini akrab dalam keseharian siswa di sekolah itu. Hampir setiap hari diskusi mengalir tentang hasil praktikum. Di jam istirahat, tak jarang siswa singgah ke lab sekadar mengamati perkembangan hasil praktikumnya yang terdahulu. Titien memang menekankan sejumlah eksperimen tak selesai begitu saja. Ada hasil eksperimen yang membutuhkan pengamatan berbulan-bulan lamanya. Di sini kesabaran siswa dibutuhkan untuk tekun mengamati.
Kegetolan pada studi sains di sekolah itu tak serta-merta muncul. Bertahun-tahun Titien berupaya menerapkan cara berpikir ilmiah dalam kegiatan belajar mengajarnya. Seperti apa? Untuk setiap topik, siswanya akan selalu diajak mengidentifikasi masalah, membuat hipotesa, dan merancang desain praktikum.
Hari praktikum pun menjadi saat paling ditunggu-tunggu. Setelah selesai praktikum, siswa lalu membuat analisis, pengamatan lanjutan, serta evaluasi dan kesimpulan. Panjangnya tahapan yang harus dilalui tak lagi menjadi beban. ”Mereka sudah terbiasa dengan kerangka berpikir seperti itu,” katanya.
Pembelajaran yang diterapkan Titien memang berbeda dari yang pada umumnya. Biasanya siswa mendengarkan guru mengajar lalu mengerjakan tugas. Pembelajaran yang dibawakan Titien mengajak siswanya berpetualang lebih jauh pada dunia eksperimen. Mereka pun didorong lebih mandiri berpikir dan kreatif.
Dunia Titien pun tak jauh dari ragam eksperimen. Segala bahan yang ada di sekitarnya ia olah menjadi ”sesuatu”. Kegemarannya memanfaatkan berbagai macam bahan warisan masa kecilnya. Ayahnya gemar mengolah-ngolah bahan di desa menjadi sesuatu bermanfaat. Kelak kebiasaan ayahnya itu menular pada dirinya.
Kertas bekas diolahnya jadi pot bunga. Sampah plastik ia anyam menjadi dompet. Bahkan, susu hampir basi pun diolahnya jadi bioaktivator. Sisa makanan dan sampah dapur jadi pupuk kompos.
Dengan kegetolannya itulah Titien berhasil menyulap hamparan sekolahnya dan rumahnya bagaikan taman kota. Beragam jenis bunga-bungaan bertebaran di sekolah. Keindahan yang terpancar dari sekolah membawa sekolah itu meraih Penghargaan Adiwiyata Tahun 2019.
Tahun 2015 adalah masa yang dilalui Titien dengan penuh duka karena anak sulungnya meninggal dunia. Kondisi ini membuat ia terpuruk. Pada 2018, Titien mendapatkan informasi seleksi program fasilitator daerah Program Pelita Pendidikan. Program itu diusung Tanoto Foundation untuk tujuan meningkatkan mutu pendidikan, khususnya di perdesaan dan pedalaman.
Atas anjuran suami, ia pun mendaftar dan diterima menjadi fasilitator daerah. Dari situ, semangat Titien untuk bangkit kembali hidup. Ia nyalakan lagi kreativitas yang pernah dibangun. Ia terus mempertajam metode pembelajaran berbasis proyek kegiatan (project based learning) di kelas. Metode itu lalu disebarkan untuk diterapkan di sekolah-sekolah. Metode itu rupanya berhasil menghidupkan pembelajaran sains di sekolah. Metode itu pula yang membawa Titien terpilih sebagai fasilitator inspiratif tingkat nasional di tahun 2020.
”(Titien) berusaha menemukan cara-cara baru untuk menemukan potensi terbaik siswanya. Kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran sehingga siswa antusias dalam belajar dan mengeksplorasi potensinya,” ujar Margaretha Ari Widowati, Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation. Tak berhenti di satu inovasi, lanjutnya, Titien dinilai terus menerus melakukan perbaikan demi terciptanya pembelajaran yang berkualitas. Hal ini relevan dengan prinsip dasar Merdeka Belajar, membuat terobosan dalam pembelajaran.
Terbengkalai
Lulusan Jurusan Kimia Universitas Jambi itu lekat dengan dunianya dalam ruang laboratorium. Sewaktu memulai karier sebagai guru sekitar 20 tahun silam, Titien ingin pula mengajak siswanya akrab dengan kerja laboratorium. Namun, kala itu ia dapati wajah lab sekolah tampak suram. Laboratorium sekolah itu berukuran besar, lengkap dengan ruang penyimpanan alat kerja dan ruang khusus kepala lab. Seluruh alatnya juga masih baru. Sayangnya, berbagai peralatan itu tak pernah digunakan sejak dibeli. Bahkan, sebagian besar kardus pembungkusnya telah digerogoti rayap.
Melihat kondisi itu, Titien mulai membenahi. Laboratorium dan seluruh isinya dibersihkan. Setelah dirasakan layak, laboratorium mulai dimanfaatkan.
Sebelum membuka praktikum bagi siswanya, Titien membuat kontrak belajar. Setiap siswa diminta mengisi apa saja yang ingin dicapainya serta cara mencapainya. Dari situlah, Titien mengetahui harapan-harapan siswanya. Ada siswa yang ingin bisa mendaur ulang sampah. Ada pula yang ingin membuat pupuk kompos, mempelajari organ dalam binatang, sel-sel tumbuhan, serta beragam keingintahuan lainnya.
Ia pun menyambungkannya ke dalam tema-tema pelajaran. Agenda praktikum masuk di dalamnya. Untuk menuju praktikum, Titien kembali menerapkan cara berpikir ilmiah agar siswanya jadi lebih disiplin. Satu pekan menjelang praktikum, mereka telah membahas hingga tuntas latar belakang masalah hingga hipotesis. lalu, bersama kelompok masing-masing, mereka pun berbagi tugas untuk menyiapkan desain praktikum. Praktikum sendiri hanya berdurasi dua jam pelajaran. Namun, siswa dapat bereksperimen hingga tuntas.
Titien mengakui, di wilayah pedalaman, banyak lab sekolah kurang digunakan. Masalahnya sepele karena kurang dana pengelolaan. Guru pengampu juga kurang serius mengelolanya.
Ia pun coba menyiasati keterbatasan itu. Kebun sawit di halaman belakang sekolah, misalnya, dikelola untuk memperlengkapi kebutuhan-kebutuhan di lab. Ada 130 batang sawit yang kini rutin berbuah. Hasil penjualan buah sawit dimanfaatkan membelikan jas lab gratis untuk siswa.
Selebihnya, bahan-bahan praktikum didanai swadaya oleh sang guru. Sebagian lagi memanfaatkan bahan alam yang ada di sekitar sehingga tak ada lagi kendala berarti. Yang penting adalah inisiatif dan kreativitas guru menghidupkan laboratorium sebagai ruang pembelajaran sains. Dari situlah, anak-anak bertumbuh memenuhkan rasa keingintahuannya yang besar akan alam sekitar.
Titien Suprtihatien
Lahir: Padang, 26 Oktober 1978
Suami: Saeman (51)
Anak: 3
Penghargaan:
- Guru Pengabdi Lingkungan Kabupaten Batanghari (2019)
- Penghargaan Guru Berprestasi Kabupaten Batanghari (2008 dan 2011)
- Laboran Berprestasi Kabupaten Batanghari (2014)
- Penghargaan Fasilitator Nasional Inspiratif dari Tanoto Foundation (2020)