Ishak Warnares, dari Perambah Menjadi Pembudidaya Kayu Putih
Ishak Warnares menjadi salah satu penggerak budidaya pohon kayu putih di Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua, sejak 2015. Upaya ini efektif mencegah terjadinya perambahan di hutan lindung Biak.

Ketua Kelompok Tani Kofarwis di Biak Numfor, Ishak Warnares
Ishak Warnares menjadi salah satu penggerak budidaya pohon kayu putih di Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua, sejak 2015. Upaya ini efektif mencegah terjadinya perambahan di hutan lindung Biak.
Ishak menuruni sebuah bukit sambil membawa tumpukan batang pohon kayu putih, saat ditemui, akhir April 2021. Peluh membasahi wajah dan tubuhnya.
Ia bersama enam warga lain memanen sekaligus membersihkan lahan perkebunan pohon kayu putih di Kampung Rimba Jaya, Distrik Biak Timur, Kabupaten Biak Numfor. Mereka memulai aktivitas itu sejak pukul 10.00 WIT.
Ayah dari enam anak ini membawa batang pohon kayu putih yang telah dipangkas ke sebuah tempat beratap seng, berlantai kayu, dan tanpa dinding. Tiga warga lain membantu memetik daun dari batang pohon tersebut, lalu memasaknya dengan air, menyulingnya menjadi minyak kayu putih.
Penyulingan itu dilakukan di rumah Ishak, sekitar 1 kilometer dari kebun kayu putih. Sebanyak 100 kilogram daun dimasak dengan 120 liter air hanya menghasilkan 1,3 liter minyak kayu putih.
Baca juga: Hans Mandacan Menjaga Burung Surga Papua
Ishak adalah Ketua Kelompok Tani Kofarwis yang fokus budidaya pohon kayu putih. Jumlah warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Kofarwis sebanyak 20 orang.
Total luasan lahan perkebunan pohon kayu putih milik kelompok ini mencapai 5 hektar. Sementara jumlah pohon yang ditanami hingga tahun ini telah mencapai 15.000 pohon. ”Kami menargetkan penanaman 25.000 pohon di lokasi seluas 5 hektar. Namun, kami memerlukan tambahan jumlah anggota baru untuk mencapai target tersebut,” kata Ishak.

Proses pemisahan daun dari batang kayu putih oleh anggota Kelompok Tani Kofarwis di Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua, Jumat (30/4/2021). Melalui pendampingan Kesatuan Pengelolan Hutan Lindung (KPHL) Biak, masyarakat diajak untuk membudidayakan tanaman kayu putih. Minyak yang dihasilkan tersebut kemudian dijual ke KPHL seharga Rp 250.000 per liter.
Sempat diremehkan
Ishak mulai berkebun pohon kayu putih bersama sahabat dan rekan kerjanya di Kantor Pemerintah Kampung Rimba Jaya Moses Runggeari pada 2015. Pada tahun itu, Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Biak saat itu, Aris Aap, memiliki program untuk pengelolaan hasil hutan bukan kayu. Tujuannya mencegah perambahan hutan lindung.
Kampung Rimba Jaya termasuk salah satu wilayah di area hutan lindung yang rawan penebangan pohon jenis damar dan merbau atau biasa disebut kayu besi. KPHL Biak pun mengajak Kepala Kampung Rimba Jaya Jacob Morin untuk melihat proses produksi minyak kayu putih yang dilaksanakan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan di Yogyakarta.
Jacob terkesan dengan komoditas tersebut. Ketika kembali ke kampungnya, Jacob pun menunjuk Ishak dan Moses untuk memulai program penanaman kayu putih.

Petugas menyusun bibit pohon kayu putih di di Kantor Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Biak, Kabupaten Biak Numfor, Papua, Jumat (30/4/2021). KPHL Biak Numfor terus menggiatkan penanaman pohon kayu putih bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan lindung.
Pihak Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan pun menyediakan bibit pohon kayu putih unggul yang ditanam di Rimba Jaya. Bibit ini berasal dari Maluku.
”Beliau memilih saya dan Moses karena selalu melakukan pekerjaan dengan tekun hingga selesai. Selama 1,5 tahun, kami tidur di kebun untuk memastikan penanaman pohon kayu putih berhasil,” ungkap pria berusia 53 tahun ini.
Baca juga: Romanus Meak Meniti Kemandirian Pangan
Dalam proses penanaman pohon kayu putih, banyak warga di Rimba Jaya yang meremehkan upaya budidaya pohon kayu putih Ishak dan Moses. Mereka menganggap Ishak dan Moses melakukan pekerjaan sia-sia karena banyak tanaman sejenis di Kota Jayapura dan Merauke tidak bisa dijual di pasaran.
Cibiran dari masyarakat tidak meruntuhkan semangat Ishak dan rekannya. Total tujuh anggota yang melaksanakan pertama kali budidaya pohon kayu putih pada 2015.
Mereka tetap sabar menanti hingga panen perdana pada akhir 2017. Pihak KPHL Biak pun memfasilitasi untuk memasarkan dan membeli langsung produksi minyak kayu putih dari Kampung Rimba Jaya.
Produk minyak kayu putih dari Rimba Jaya diberi nama Farkin yang berasal dari bahasa daerah setempat. Farkin bermakna pelestarian atau konservasi lingkungan. Per minggu, kelompok tani Kofarwis bisa menghasilkan 6 liter minyak kayu putih. Harga 1 liter minyak tersebut senilai Rp 250.000.
Kini para anggota kami tidak lagi menebang pohon. Dengan penjualan minyak kayu putih, kami bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 4 juta per bulan.
Jumlah anggota kelompok tersebut pun terus bertambah menjadi 15 orang. Luas tanam pun meningkat dari 5 hektar menjadi 20 hektar. ”Kini para anggota kami tidak lagi menebang pohon. Dengan penjualan minyak kayu putih, kami bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 4 juta per bulan,” ungkapnya.
Banyak warga yang bermukim di kampung lainnya tertarik dengan kisah sukses Ishak dan para petani kayu putih di Rimba Jaya. Mereka pun berbondong-bondong mendatangi KPHL Biak untuk mendapatkan bibit pohon kayu putih.

Petugas memproses minyak kayu putih di Kantor Kesatuan Pengelolan Hutan Lindung (KPHL) Biak, Kabupaten Biak Numfor, Papua, Jumat (30/4/2021). KPHL Biak Numfor terus menggiatkan penanaman pohon kayu putih bagi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan lindung.
Tempat belajar
Sebelum memulai program tersebut, Ishak sering menebang pohon merbau di areal hutan lindung untuk dijual ke perusahaan setempat. Harga 1 meter kubik kayu mencapai Rp 1,5 juta. Ishak sadar bahwa menebang pohon dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Akibatnya, Kampung Rimba Jaya rawan terkena bencana alam, seperti banjir dan longsor karena hilangnya daerah resapan air.
Ishak sadar bahwa menebang pohon dapat menyebabkan kerusakan lingkungan.
Hal inilah yang memotivasi Ishak untuk tekun membudidayakan kayu putih di Rimba Jaya daripada menebang pohon. Ia pun mendapatkan keuntungan yang cukup besar per bulan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya pendidikan anak. Saat ini, hanya Ishak yang terus mengajak warga di Rimba Jaya agar rajin membudidayakan pohon kayu putih. Rekannya, Moses, meninggal pada 2020.
Rimba Jaya tidak hanya menjadi tempat budidaya pohon kayu putih yang pertama di Biak Numfor. Kampung ini juga pusat pembelajaran budidaya kayu putih.

Proses penyulingan minyak kayu putih oleh anggota Kelompok Tani Kofarwis di Kampung Rimba Jaya, Kabupaten Biak Numfor, Papua, Sabtu (1/5/2021). Melalui pendampingan Kesatuan Pengelolan Hutan Lindung (KPHL) Biak, masyarakat diajak untuk membudidayakan tanaman kayu putih. Minyak yang dihasilkan tersebut kemudian dijual ke KPHL seharga Rp 250.000 per liter.
Banyak masyarakat dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, pelajar, dan peneliti, yang berkunjung ke Rimba Jaya. Mereka ingin mengetahui cara budidaya pohon kayu putih hingga menjadi produk siap untuk dijual.
”Total saya telah mengajar sekitar 200 orang tentang budidaya kayu putih dalam tiga tahun terakhir. Saya sangat senang dan bangga dapat berbagi ilmu kepada masyarakat,” tutur Ishak.
Berkat kerja kerasnya, Ishak telah menginspirasi banyak masyarakat di Rimba Jaya agar tidak lagi menebang pohon. Alhasil, mereka berkomitmen untuk melindungi hutan dengan beralih membudidayakan pohon kayu putih.
BIODATA
Nama : Ishak Warnares
Lahir : Biak Numfor, 6 Maret 1968
Pendidikan: SMA Negeri 1 Biak (Paket C)
Istri : Agustina Rumpaidus
Anak :
- Soleman Warnares
- Yosiana Warnares
- Laurens Warnares
- Rosiano Warnares
- Elsina Warnares
- Jakob Warnares