Meski diakui sebagai salah satu pelatih terbaik saat ini, Tuchel tidak melulu mendapatkan apa yang diinginkannya kala menangani sebuah tim. Ia meniti karier sebagai pelatih dari level yunior hingga sukses di Chelsea.
Oleh
MUHAMMAD IKHSAN MAHAR
·5 menit baca
AFP/GIUSEPPE CACACE
Pelatih Chelsea Thomas Tuchel menyentuh trofi juara Piala Dunia Antarklub 2021 setelah timnya mengalahkan Palmeiras pada laga final 2021 di Stadion Mohammed bin Zayed, Abu Dhabi, Minggu (12/2/2022) dini hari WIB. Chelsea mengalahkan Palmeiras dengan skor 2-1.
Keberhasilan Chelsea menjadi juara dunia berkat trofi Piala Dunia Antarklub 2021, Sabtu (12/2/2022), adalah hasil dari keteguhan Thomas Tuchel (48) yang selalu menuntut kesempurnaan. Manajer kelahiran Krumbach, Jerman, itu pernah dimusuhi, dicampakkan, hingga diremehkan karena konsistensi untuk memperhatikan detail demi menghadirkan kejayaan bagi tim yang diasuhnya.
Kala menangani Mainz 05, tim profesional pertama yang dilatihnya, Tuchel tercatat sebagai pelatih tersukses tim itu berkat dua kali menembus zona Liga Europa di Bundesliga. Namun, kebersamaan itu berakhir dengan nilai merah. Hubungannya dengan Direktur Olahraga Mainz Christian Heidel memburuk akibat kebijakan transfer pemain.
Hal serupa terjadi ketika menangani Borussia Dortmund pada periode 2015 hingga 2018. Setelah membantu ”Die Borussen” mengakhiri kekeringan trofi dengan raihan Piala Jerman 2016-2017, Tuchel terlibat konflik dengan CEO Dortmund Hans-Joachim Watzke.
Retaknya hubungan Tuchel dengan Watzke disebabkan persetujuan Watzke memainkan laga pertama perempat final Liga Champions kontra AS Monaco, 12 April 2017. Jadwal laga itu hanya sehari setelah bus skuad Dortmund mengalami serangan teror. Watzke bahkan menilai Tuchel sebagai sosok yang sulit dipahami.
Di Paris Saint-Germain, Tuchel juga mengalami relasi yang buruk dengan Direktur Olahraga PSG Leonardo sejak awal 2019. Tuchel menggambarkan dirinya di PSG sebagai ”menteri olahraga” karena diwajibkan menganakemaskan para megabintang, seperti Kylian Mbappe dan Neymar Jr.
”Sangat penting bagi Thomas (Tuchel) untuk mengambil bagian dari seluruh keputusan klub. Ia adalah sosok perfeksionis,” kenang Heidel, mantan bosnya di Mainz, kepada The Guardian.
AP/POOL/PAUL CHILDS
Pelatih Chelsea Thomas Tuchel memberikan instruksi kepada anak buahnya saat melawan Newcastle United di Stadion Stamford Bridge, London, Inggris, Selasa (16/2/2021) dini hari WIB. Kemenangan ini menandai catatan tak terkalahkan Chelsea di Liga Inggris selama diasuh Tuchel, dengan empat kemenangan dan sekali imbang.
Erich Rutemoeller, mantan Kepala Pelatihan untuk Calon Pelatih Asosiasi Sepak Bola Jerman (DFB), mengungkapkan, keinginan Tuchel mengatur segala urusan tim dan anak asuhnya bukan tanpa sebab. Ia ingin timnya berada di arah yang tepat sesuai dengan ambisinya untuk meraih prestasi.
”Ia (Tuchel) memahami ilmu kepelatihan, kesehatan olahraga, fisiologi, dan psikologi sehingga amat memahami kebutuhan tim,” ucap Rutemoeller.
Berkah
Pemecatan oleh PSG, Desember 2020, ternyata memberikan berkah kepada Tuchel. Sebulan berselang, ia dikontrak oleh Chelsea yang baru saja mengakhiri kerja sama dengan legenda klub, Frank Lampard.
Sebelum mengontrak Tuchel, Direktur Chelsea Marina Granovskaia telah mempelajari dengan baik sepak terjang Tuchel di tiga klub sebelumnya. Chelsea pun memberikan kekuasaan yang besar bagi Tuchel. Tuchel tidak hanya mengurusi persoalan taktik. Lebih dari itu, ia diberi kewenangan penuh untuk menentukan transfer pemain, menentukan menu makanan tim, memutuskan jenis rumput di pusat latihan, hingga menciptakan aturan yang ketat untuk pemain.
Kebijakan itu berbuah positif bagi Chelsea. Setahun ditangani Tuchel, ”Si Biru” telah mengoleksi tiga trofi mayor internasional, yaitu Liga Champions, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub. Trofi Piala Dunia Antarklub yang diraih di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, terasa istimewa karena menjadi raihan perdana bagi klub yang berdiri 10 Maret 1905 itu.
Tuchel mengakui, dirinya merasakan kenyamanan yang belum pernah dialami sebelumnya saat menangani Chelsea. Menurut dia, semua di dalam klub, termasuk sang pemilik Roman Abramovich, mendukung dirinya untuk membantu Si Biru meraih kesuksesan.
Tak ayal, Tuchel secara langsung mengucapkan apresiasinya atas dukungan Abramovich yang langsung hadir di Stadion Mohammed bin Zayed, Abu Dhabi. ”Saya katakan, ’(Gelar juara) ini untuk Anda. Ini adalah klub Anda dan berkat hasrat besar Anda yang memungkinkan kami meraih trofi ini,’” tutur Tuchel mengungkapkan percakapannya dengan Abramovich dilansir laman klub.
AP/Phil Noble
Pelatih Chelsea Thomas Tuchel memeluk anak asuhnya, Andreas Christensen, setelah mengalahkan Liverpool pada pertandingan Liga Inggris di Stadion Anfield, Liverpool, Jumat (5/3/2021).
Di luar dukungan dari petinggi klub, Tuchel terbukti mampu mengeluarkan kemampuan terbaik semua pemainnya. Walaupun dikenal sebagai pelatih yang amat disiplin dan menuntut pemainnya untuk mewujudkan ide-ide di kepalanya, Tuchel mampu menjalin hubungan yang erat dan hangat dengan skuad Chelsea.
Ketika Tuchel tidak bisa mendampingi tim di duel semifinal kontra Al Hilal, Rabu (9/2/2022), akibat menderita Covid-19, para pemain merindukan kehadirannya di sisi lapangan. ”Kehadiran manajer memberikan pengaruh pada permainan kami. Semua pemain memahami tugas mereka, tetapi peran manajer amat penting untuk membantu kami di pertandingan,” ujar kiper Chelsea, Kepa Arrizabalaga.
Gagal bersinar
Seperti bocah Jerman umumnya, Tuchel muda juga bermimpi menjadi pesepak bola profesional. Ia bermain di posisi bek tengah, tetapi kariernya sebagai pemain gagal bersinar. Permulaannya demi mewujudkan mimpi itu berada di trek yang tepat. Ia membantu sekolahnya memenangi Kejuaraan Sepak Bola Sekolah di Berlin pada 1987.
Ia pun direkrut oleh tim akademi Augsburg ketika berusia 15 tahun. Namun, Tuchel gagal menembus tim utama Augsburg hingga terbuang ke Stuttgarter Kickers. Kariernya berakhir di SSV Ulm ketika masih berusia 25 tahun. Tuchel gantung sepatu lebih dini karena menderita cedera lutut parah.
Gagal menjadi pemain tidak membuat Tuchel patah arang untuk berkarier di dunia sepak bola profesional. Ia memilih meniti karier sebagai pelatih dari level terendah.
Ayah dari dua putri itu memulai karier kepelatihannya dengan menangani Stuttgart U-15, lalu promosi ke tim U-19. Ia mempersembahkan gelar Liga Jerman U-19 musim 2004-2005 bagi Stuttgart.
Setelah itu, Tuchel dikontrak oleh Augsburg sebagai Koordinator Tim Muda pada 2006, lalu menjadi Pelatih Augsburg II untuk musim 2007-2008. Pengalamannya itu membawa Mainz 05 mengontraknya sebagai pelatih kepala.
Kekayaan pengalaman itu membuat Tuchel menjadi salah satu juru taktik yang memiliki pakem sepak bola sendiri, seperti tiki-taka milik Pep Guardiola atau gegenpressing ciri khas Juergen Klopp.
”Tuchel sangat kreatif, salah satu dari sedikit manajer yang membuat saya termotivasi menjadi manajer lebih baik. Sejak di Mainz, saya selau menikmati permainan dan pendekatan timnya yang khas,” ucap Guardiola dikutip Independent.
Tuchel telah membuktikan tidak ada hal yang instan untuk meraih prestasi di sepak bola. Konsistensi dan keteguhan untuk selalu menghadirkan kesempurnaan menjadi bekal Tuchel untuk menjaga dominasi bersama Chelsea.
Thomas Tuchel
Lahir: Krumbach, Jerman, 29 Agustus 1973
Klub: Chelsea
Prestasi di klub:
- Bersama Borussia Dortmund: Piala Liga Jerman (1 kali)
- Bersama PSG: Liga Perancis (2), Piala Perancis (1), Piala Liga Perancis (1), Piala Super Perancis (2)
- Bersama Chelsea: Liga Champions (1), Piala Super Eropa (1), Piala Dunia Antarklub (1)