Nyaman, warga Bojonegero, berhasil memberdayakan ratusan pemuda pengangguran di Kupang, NTT, terlibat dalam usaha meracik bakwan bakso. Nyaman telah membantu pemda mengurangi pengangguran di daerah ini.
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·5 menit baca
Namanya singkat saja, Nyaman. Namun, jejaknya dalam membantu anak-anak muda Timor Barat untuk memiliki pekerjaan atau usaha tergolong panjang. Laki-laki asal Bojonegoro, Jawa Timur, ini telah berhasil menjadikan ratusan anak muda di kawasan itu sebagai pedagang bakwan keliling.
Nama Nyaman (52) cukup dikenal di kalangan pedagang bakwan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ia adalah sesepuh pedagang bakwan di kota itu yang kemudian melahirkan ratusan pedagang bakwan lainnya.
Nyaman merantau ke Kupang pada 1997. Awalnya, ia membuka warung makan Podo Joyo di sebidang tanah berukuran 15 x 20 meter persegi di pinggir Jalan Bajawa, Kelurahan Kayu Putih, Kota Kupang. Warung yang menyediakan menu nasi campur itu ramai dikunjungi pelanggan.
Warung makan serupa itu lantas dikelola istrinya, Sumarni. Nyaman kemudian membuka usaha lain, yakni berjualan bakso bakwan kuah Podo Joyo dengan gerobak dorong pada awal 1998. Seiring dengan lancarnya usaha bakwan, Nyaman kedatangan sejumlah anak muda yang meminta pekerjaan. Mereka dari desa-desa terpencil di Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, Kupang, dan Belu dengan pendidikan tak tamat sekolah dasar.
Nyaman menawarkan mereka untuk berjualan bakwan keliling bersamanya dan mereka menyambutnya dengan sukacita. Saat itu, Nyaman baru memiliki dua gerobak. Lantas, ia menambah lagi beberapa gerobak untuk anak-anak muda itu. Pada 1998, ia sudah memiliki 20 gerobak. Ternyata semakin banyak anak muda dari daerah yang ingin berjualan bakwan. Setidaknya setiap tahun ada 100 orang yang datang kepadanya. ”Saya terima paling banyak 30 orang, sesuai jumlah gerobak saat itu,” ujar Nyaman.
Ia kini berusaha menambah 30 gerobak lagi agar bisa menampung pencari kerja lebih banyak. Satu gerobak ia buat dengan modal Rp 2,6 juta. ”Saya khawatir, kalau ditolak, mereka akan lari ke Malaysia mengikuti ajakan calo TKI.”
Anak-anak muda pencari kerja itu awalnya ditampung Nyaman di rumahnya. Setelah memiliki uang, mereka dipersilakan tinggal di kos-kosan agar bisa istirahat dengan nyaman setelah seharian berjualan. Mereka biasanya keliling di beberapa tempat. ”Kalau Anda mendengar bunyi dentingan mangkok di permukiman warga, sekolah, kantor, dan ruang publik, itu anak buah saya,” ujarnya.
Selain datang untuk bekerja, mereka juga minta diajarkan cara membuat bakso bakwan dan berdagang. Setelah memiliki modal, mereka akan pulang kampung dan membuka usaha sendiri. Nyaman mengatakan, tidak mudah membentuk pola pikir anak-anak muda usia 13-28 tahun yang baru datang dari kampung. Ia mesti memberi motivasi bahwa mencari uang itu tidak sulit. Hanya perlu keuletan, kesabaran, dan semangat juang.
”Jangan pikir kalian datang lalu menjadi kaya mendadak. Di sini kita berjuang untuk hidup. Semua orang sukses secara ekonomi berawal dari nol,” pesan Nyaman kepada setiap pekerja baru di tempat usahanya.
Frits Natonis (23), pedagang binaan Nyaman, menceritakan, ia bekerja dengan Nyaman sejak 2020 setelah mendengar informasi dari salah satu warga desa yang sukses jualan bakwan di Soe.
”Kami dapat bagian 30 persen dari hasil penjualan. Gerobak dan semua bahan lain ditanggung bos. Kami hanya menjual. Rata-rata tiap orang bawa pulang Rp 70.000 per hari. Selain mendapat uang, juga dapat pengalaman meracik dan jualan bakso. Kami makan siang dan malam di tempat bos, hanya sarapan pagi di tempat kos,” tutur Natonis yang berencana akan membuka usaha sendiri di Kampung Oinlasi, Timor Tengah Selatan, akhir 2022 ini.
Nyaman biasanya melibatkan anak buahnya yang sudah terampil untuk mengajari pendatang baru dari kampung. Mereka diajari cara mencampur, meracik bakwan, serta menjaga kebersihan.
Kebersihan penting ditekankan karena ada anggapan di masyarakat kalau kuliner yang diusahkan warga lokal kebersihannya tidak terjamin. ”Ini harus diubah,” ujarnya menegaskan. Oleh karena itu, ia memperhatikan penampilan anak buahnya saat menjajakan bakwan, kebersihan alat makan, dan air yang digunakan untuk mencuci alat makan.
Setelah lebih dari dua dekade berbisnis bakwan, ia telah melahirkan sekitar 245 pedagang bakwan. Mereka tersebar di kawasan Timor Barat. Sebagian membuka warung, sebagian berjualan keliling dengan gerobak. Sementara itu, di Kota Kupang saja, ada 30 pedagang bakwan di bawah asuhan Nyaman. ”Kami berencana mengadakan reuni bersama di Kupang,” katanya bersemangat.
Bersama Nyaman, mereka memopulerkan bakwan ke lidah warga Kupang. Nyaman melihat usaha bakwan punya prospek cerah di Kota Kupang dan NTT. Warga di kawasan ini suka makan baso bakwan. Bahan dasar yang digunakan, yakni daging sapi, juga mudah ditemukan dan harganya relatif lebih murah daripada di luar NTT.
Nyaman setiap pagi berbelanja 30–100 kilogram daging sapi di Pasar Oeba, Kupang. Daging sapi itu digiling di rumah kemudian diproses menjadi bulatan bakwan oleh istri dan lima karyawan secara bergilir. Semua karyawan harus punya pengalaman meracik dan menjual bakwan. Perempuan karyawan hanya membantu di warung makan, tidak berjualan bakwan keliling.
Nyaman menilai anak-anak NTT memiliki semangat untuk berwiraswasta, tetapi mereka belum tahu peluang apa yang harus mereka tekuni. Ini terjadi karena mereka tidak punya modal usaha sama sekali. Biaya makan minum harian saja sulit didapat.
Jika setiap pengusaha bersedia membagi keterampilan kepada mereka, lanjutnya, masalah pengangguran bisa ditekan. Modal usaha bisa dibantu oleh pengusaha bersangkutan dengan cara masing-masing, atau dibantu pemda melalui dinas usaha mikro, kecil, dan menengah. ”Di mana ada kemauan, di situ ada jalan keluar,” kata Nyaman menekankan keyakinannya.