Dulu Kampung Mojo banyak ranjau kotoran manusia. Kalau salah langkah bisa nginjak. Pokoknya warga di sini dulu jorok sekali. Sekarang semuanya berubah berkat kegigihan Sudrajat dan KSM Dabagsari Makmur.
Oleh
Budi Suwarna
·5 menit baca
Kompas/Priyombodo
Sudrajat, Ketua KSM Dabagsari Makmur, Kampung Mojo, Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah, Minggu (19/12/2021), di Hunian Sementara Pasar Kliwon.
Mengubah perilaku orang bukan perkara gampang. Sudrajat dan kawan-kawan perlu waktu bertahun-tahun untuk mengubah kebiasaan masyarakat terkait buang air besar sembarangan. Ia sempat ditolak bahkan sempat dicaci maki oleh warganya sendiri. Tapi pada akhirnya, perjuangannya berhasil. Kini tak ada lagi ”WC helikopter” yang ”terbang” di atas kali.
Sampai tahun 2012, sebagian besar warga RT 006 RW 001 Kampung Mojo (dulu masuk RT 023 RW 001 Kampung Semanggi), Surakarta, Jawa Tengah, seperti bebas buang air besar di mana saja. Ada yang membuat semacam ”jamban helikopter” di pinggir kali, ada yang membuat cubluk di halaman rumah, buang air besar di lahan kosong, bahkan anak-anak kecil dibiarkan buang air besar di pinggir gang. Hasilnya, kampung padat itu kumuh, bau, dan tidak sehat.
”Dulu di sini banyak ranjau kotoran manusia. Kalau salah langkah bisa nginjak, ha-ha-ha. Pokoknya warga sini dulu jorok sekali,” ujar Sudrajat, Minggu (9/12/2021), sambil menunjuk gang selebar 2 meteran di Kampung Mojo yang kini sudah dilapisi paving blok.
Gang itu kini bersih dari kotoran manusia. Sekitar 10-15 meter dari gang terbentang tanggul Sungai Bengawan Solo. Tanggul itu, lanjut Sudrajat, juga sudah berubah 180 derajat. Tanggul yang dulunya ditumbuhi ”jamban helikopter” di sana-sini, kini telah ditata oleh pemerintah menjadi ruang bermain dan berkumpul warga. Fasilitas itu hampir semuanya masih tampak baru.
Di jantung kampung, tersedia fasilitas Mandi Cuci Kakus (MCK) yang dibangun sejak 2013. Sekitar 116 warga di daerah itu juga telah menikmati akses air minum di rumahnya masing-masing. Sebelumnya, mereka harus mengantre membeli air minum di hidran umum.
ARSIP YAYASAN DANA KEMANUSIAAN KOMPAS
Ketua KSM Dabagsari Makmur, Sudrajat, (berbaju batik) berada di permukiman Kampung Mojo, Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (11/9/2021). Kampung kumuh dengan sanitasi buruk itu kini telah ditata sehingga tampak lebih bersih.
Deretan rumah kumuh di kampung itu juga bersaling rupa melalui program bedah rumah yang dibiayai CSR perusahaan swasta. Ada sembilan rumah yang telah dibedah dari rencana 56 rumah. Selama rumah dibedah, warga ditempatkan di Rusunawa Semanggi di Pasar Kliwon. Sudrajat termasuk warga yang masih tinggal di Rusunawa sejak dua tahun lalu sambil menunggu penyerahan rumah. Awalnya rumah akan diserahkan 2020, tapi molor karena terjadi pandemi Covid-19.
Perjuangan
Semua perubahan di kampung itu bisa terjadi lewat perjuangan yang panjang. Awalnya, Sudrajat mengikuti program perbaikan lingkungan dan perilaku hidup sehat bersama IUSWASH USAID PLUS. Dari situ ia menghimpun warga membentuk KSM Dabagsari Makmur sebagai wadah untuk mengelola proyek perbaikan sanitasi dan pengadaan air bersih pada 2013.
Proyek yang dipilih berupa pembangunan septik tank komunal beserta MCK-nya dan pemasangan saluran air minum ke rumah-rumah warga. Namun, kedua program itu ditanggapi dingin bahkan diprotes oleh warga. Mereka khawatir septik tank suatu ketika bocor dan mencemari sumur.
Sudrajat mencoba menjelaskan bahwa septik tank dibangun dengan khusus sehingga kedap air. Namun, warga tetap menolak. Bahkan, ada yang menggalang tanda tangan warga untuk menolak program sanitasi itu. Sudrajat tidak patah arang. Ia mendatangi mereka. ”Saya dicaci maki, ternyata mereka waktu itu sedang mabuk,” kenangnya.
Meski ada puluhan orang yang menolak, Sudrajat dan KSM Dabagsari meneruskan proyek septik tank komunal dan MCK. Enam bulan kemudian proyek itu selesai. Satu septik tank komunal bisa dipakai untuk 45 rumah. Warga juga bisa mengakses lima kamar MCK. Untuk menghimpun dana pemeliharaan MCK, Sudrajat menaruh kotak sumbangan di depan MCK. Saat dibuka sebulan kemudian, kotak sumbangan dipenuhi bungkus sampo, ring, dan baut. Uangnya hanya Rp 120.000. Ini terulang hingga dua bulan berikutnya.
Setiap membuka kotak sumbangan di depan para RT dan warga, kami semua geleng-geleng kepala.
”Setiap membuka kotak sumbangan di depan para RT dan warga, kami semua geleng-geleng kepala,” tambah Sudrajat. Persoalan baru teratasi saat pengurus KSM menunjuk warga yang mau bertugas menjaga MCK.
KSM Dabagsari juga menjalankan proyek sambungan air minum ke 105 rumah warga. Warga berlangganan air minum secara kolektif melalui KSM. Proyek itu pun ditolak oleh warga yang sebelumnya menolak pembangunan septik tank dan MCK. Mereka tidak mau membayar iuran bulanan. Setelah diajak bicara baik-baik, tinggal 12 warga yang benar-benar tidak mau membayar. Mereka menyilakan KSM untuk mencabut sambungan.
Proyek itu jalan terus. Bahkan saat ini ada 116 rumah yang menikmati akses air bersih. ”Yang dulu nolak malah minta-minta. Itu karena warga merasakan nikmatnya akses air minum ke rumah,” ujarnya.
Sudrajat lahir dan tumbuh di Dabagsari, Kampung Mojo, Kecamtan Pasar Kliwon. Ia menyaksikan bagaimana Dabagsari yang dulu sebagian berupa persawahan, berubah menjadi daerah superpadat. Kampung ini tidak terlalu jauh dari lokalisasi Silir yang secara resmi ditutup tiga dekade lalu. ”Lalu pendatang mengalir ke sini. Ada yang bekerja di Silir atau berdagang di sana,” tuturnya.
KOMPAS/BUDI SUWARNA
Sudrajat, Ketua KSM Dabagsari Makmur, berdiri di tengah RT 006 RW 001 Kampung Mojo, Pasar Kliwon, Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (11/9/2021). Berkat kegigihan Sudrajat dan kawan-kawan KSM Dabagsari Makmur, kampung yang tadinya kumuh, kini menjadi lebih tertata.
Seiring kian padatnya perkampungan, muncullah aneka persoalan lingkungan akibat terbatasnya akses air bersih, tidak adanya sanitasi sehat, dan kebisingan. ”Efek sosialnya juga kami rasakan. Orang berantem, main judi, main perempuan, mabuk hampir setiap hari bisa kita lihat,” katanya.
Sudrajat mesti mengurusi persoalan-persoalan itu sejak menjadi RT pada 2012-2018. Pada 2013, ia ditunjuk sebagai ketua KSM Dabagsari Makmur hingga sekarang. Ia secara mayoritas diterima warga karena pendekatan dialog yang dilakukannya. Jika ada persoalan, Sudrajat akan mendatangi warga dan bicara dari hati ke hati sampai warga itu luluh. ”Prinsip saya, kalau kita punya niat baik dan disampaikan dengan baik, hasilnya akan baik,” ujarnya.
Lelaki sederhana ini, kini menjadi tempat bertanya pengurus KSM dari kampung lain yang sedang menata lingkungan mereka. Ia bahkan menjadi pembimbing KSM Abadi Mojo, Rukun Makmur, Prayogo, dan Mojo Waras. Sudrajat ikut memikirkan problem yang dihadapi KSM-KSM itu dan mencarikan solusi. Ia juga menjadi narasumber penelitian ataupun pelatihan terkait penataan kampung padat penduduk.
Sudrajat menceritakan, sejak menjadi ketua RT dan KSM, ia lebih banyak mengurus urusan warga daripada urusan keluarga. Paling tidak sehari ia menyediakan waktu 6-7 jam untuk mengurus warga dan KSM. ”Padahal enggak ada gaji. Upah juga enggak jelas. Saya lahir batin saja. Mungkin saya ditakdirkan Tuhan untuk mengurus warga,” ujar Sudrajat yang mengandalkan penghasilan keluarga dari toko kelontong kelontong kecil di rumahnya.