Agus Prayogo, Penguasa Lari Jarak Jauh Indonesia
Di tengah obsesinya memecahkan rekor nasional maraton milik mendiang Eduardus Nabunome, Agus Prayogo mendambakan para pelari muda bisa segera mengimbanginya demi kaderisasi pelari jarak jauh Indonesia.
Di usianya yang sudah mencapai 36 tahun, tak lagi muda untuk atlet profesional, pelari Agus Prayogo meraih tiga medali emas pada PON Papua 2021. Ketiga emas itu di nomor 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton.
Di tengah obsesinya memecahkan rekor nasional maraton milik mendiang Eduardus Nabunome, Agus mendambakan para pelari muda bisa segera mengimbanginya, demi kaderisasi pelari jarak jauh Indonesia.
Sepanjang penampilannya untuk Indonesia di SEA Games, Agus telah merebut enam medali emas. Dari enam emas itu, empat di antaranya dari nomor 10.000 meter, yaitu saat SEA Games Vientiane 2009, Jakarta-Palembang 2011, Singapura 2015, dan Kuala Lumpur 2017. Adapun dua emas lain yakni dari 5.000 meter di Jakarta-Palembang 2011 dan maraton pada perhelatan Filipina 2019.
”Medali emas pertama saya di SEA Games, saya raih di Vientiane, Laos, tahun 2009. Syukur alhamdulillah masih bisa merebut emas di Filipina 2019, itu berselang 10 tahun kemudian. Tetapi, saya juga sadar diri, usia sudah tidak muda lagi, tidak bisa begini terus. Saya ingin sebelum nanti gantung sepatu, sudah ada penerus yang bisa bersaing di level internasional juga,” tutur pria kelahiran Bogor, 23 Agustus 1985, itu, Sabtu (6/11/2021).
Baca juga: Agus Prayogo, Raja Maraton PON
Hasratnya menemukan pesaing dari usia lebih muda makin menjadi ketika ia mampu mengemas tiga medali emas lari jarak jauh di PON Papua 2021. Bagi Agus, PON menjadi tolok ukur persaingan nasional. ”Dengan tiga emas yang saya raih, tergambar peta persaingan nasional di nomor lari jarak jauh belum banyak berubah dari sebelumnya. Kehadiran penerus makin mendesak karena ada pembatasan usia di PON, yaitu maksimal 35 tahun. Praktis, di PON Aceh-Sumatera Utara 2024, saya tidak bisa tampil lagi,” katanya.
Ketiadaan pelari pelapis di SEA Games, bagi dia masih sangat terasa di Kuala Lumpur 2017, saat ia tampil sendiri di 5.000 meter, 10.000 meter, dan maraton. Baru pada Filipina 2019 ada Robby Sianturi yang tampil di 10.000 meter bersama Agus, juga Welman Pasaribu bersamanya di maraton. Sayangnya, kedua pelapis Agus belum bisa masuk tiga besar tercepat di masing-masing nomor. Agus sendiri, selain emas di maraton, juga meraih perak di 10.000 meter.
Di mata Agus, terselip optimisme seiring maraknya perhelatan lari dalam beberapa tahun sebelum 2019, sebelum terpukul pandemi, yang diharapkan bisa menjadi ajang pematangan pelari jarak jauh. Namun, ia mengingatkan, tampilnya pelari dengan prestasi level nasional, apalagi internasional, juga perlu proses.
”Saya, misalnya, pertama kali berlatih secara profesional tahun 1995 dan emas pertama saya di SEA Games baru tahun 2009. Artinya, perlu waktu 14 tahun untuk bisa kompetitif di Asia Tenggara. Kalau untuk di tingkat Asia, tentu perlu proses lebih panjang lagi, strategi yang lebih jitu lagi,” tuturnya.
Baca juga: Atlet Nasional Kuasai Hari Pertama Atletik
Pesan sang guru
Agus Prayogo kecil mulai mengenal olahraga lari saat masih berusia 10 tahun di Magelang, Jawa Tengah, kala ia tak sengaja ikut klub lari di dekat rumahnya. Waktu itu, tutur Agus yang ketika itu kelas V SD, anak kecil selalu ada mainan musiman. Sesekali ada musim bermain kelereng, di waktu lain bermain layang-layang.
”Nah, kebetulan ada musim juga pada suka lari, kebetulan karena di dekat rumah ada klub lari. Di tengah ikut klub itu, ada seleksi untuk Porseni (Pekan Olahraga dan Seni) SD. Saya lolos seleksi dan mewakili sekolah untuk lomba lari 5 kilometer dan juara. Waktu itu diumumkan menang Porseni, disebut namanya lalu tampil di depan untuk menerima ucapan selamat dan piala, rasanya senang banget,” ujar Agus.
Sesudah itu, guru olahraganya berpesan agar dia menekuni olahraga lari. Pesan itu ia wujudkan dengan terus berlatih di klub dekat rumahnya sampai teman-temannya meninggalkan klub karena lari cuma sebatas permainan. Lebih serius lagi, Agus hijrah ke Salatiga saat mengenyam pendidikan SMP demi bergabung dengan klub lari Locomotive, yang tersohor banyak melahirkan pelari elite nasional.
Awal-awal di klub tersebut, ia banyak berlatih bersama Ruwiyati, kakak kandung Triyaningsih, yang kini juga pelari jarak jauh putri nasional. Ketika itu Ruwiyati menjadi andalan Indonesia di SEA Games, bahkan menjadi pemegang rekor SEA Games untuk maraton putri, dengan catatan waktu 2 jam 34 menit 29 detik.
Tiga tahun ia menjadi sparring partner Ruwiyati, kemampuan dan prestasi lari Agus melesat. Hingga akhirnya pada 2001, ia terpilih mewakili Indonesia di ASEAN School Games di Thailand. Hasilnya? Agus menyumbangkan dua medali emas dari nomor 1.500 meter dan 5.000 meter. Terhitung sejak saat itulah ia konsisten mewakili Indonesia di berbagai kejuaraan.
Membahas resep di balik keberhasilannya merajai lari jarak jauh di Indonesia dalam 10 tahun terakhir, Agus menyebut faktor disiplin sebagai salah satu penentu. ”Saya menjadi atlet sudah puluhan tahun dan hari-hari saya banyak diisi latihan. Rata-rata setiap pekan saya berlari 100 hingga 150 kilometer, tidak boleh kurang dari 100 kilometer,” papar suami dari Herlina Dewi Adika itu.
Setelah tampil di PON Papua 2021, Agus juga sudah tampil di Pocari Sweat Run 2021, 24 Oktober lalu, di Kota Baru Parahyangan, Padalarang, Jabar. Kini, dia bersiap untuk berlaga di Borobudur Marathon 2021 powered by Bank Jateng, 27-28 November 2021.
Jumlah kilometer dalam sepekan itu berusaha ia cicil dengan frekuensi satu sesi latihan per hari. Singkat kata, tutur Agus, hidupnya sebagai atlet yang juga seorang tentara tergolong monoton. Mengingat, ia harus menjalankan latihan, pemulihan, dan kecukupan nutrisi secara disiplin. Baik ketika sedang bersiap menghadapi kejuaraan maupun tidak.
”Kuncinya memang tiga itu: latihan, recovery atau pemulihan, dan nutrisi. Mau ada event atau tidak, harus diterapkan,” katanya.
Dengan apa yang telah diraihnya, Agus merasa bangga mampu mengharumkan nama Indonesia di kancah internasional, sekaligus mengangkat derajat orangtua. Di level nasional, Agus kini pemegang rekor nomor lari 5.000 meter dengan catatan waktu 14 menit 02,12 detik, dan 10.000 meter (29 menit 25,77 detik).
Bagi dia, masih tersisa satu obsesi yang belum terwujud, yakni memecahkan rekor nasional maraton putra atas nama Eduardus Nabunome (alm) dengan 2 jam 19 menit. Kini, catatan waktu terbaik Agus di nomor maraton yakni 2 jam 21,09 detik. ”Setelah saya mencatat personal best half marathon pada Juli 2019 di Gold Coast, Australia, saya sebenarnya sudah bersiap untuk memecahkan rekornas maraton itu. Sayang sekali, tahun 2020 ada pandemi dan semua event batal. Program saya berantakan,” jelas Agus.
Ia berharap, dengan usia yang sudah 36 tahun, dan rata-rata pelari jarak jauh bisa berkarier profesional hingga usia 40 tahun, dalam sisa waktu tersebut ia mampu memecahkan rekor Bang Edu, sapaan Eduardus Nabunome. ”Mohon doanya,” tutur Agus.
Agus Prayogo
Lahir: Bogor, 23 Agustus 1985
Istri: Herlina Dewi Adika
Anak:
- Febiola Azzahra
- Melodia Ramadani Putri Prayogo
Pekerjaan: Pelari jarak jauh, Tentara Angkatan Darat (Letnan Dua Infanteri)
Spesialisasi: 5.000 meter, 10.000 meter, maraton
Prestasi:
Medali di SEA Games:
- Emas 10.000 meter SEA Games Vientiane 2009
- Emas 5.000 meter SEA Games Jakarta-Palembang 2011
- Emas 10.000 meter SEA Games Jakarta-Palembang 2011
- Emas 10.000 meter SEA Games Singapura 2015
- Emas 10.000 meter SEA Games Kuala Lumpur 2017
- Emas maraton SEA Games Filipina 2019
- Perak 5.000 meter SEA Games Singapura 2015
- Perak maraton SEA Games Kuala Lumpur 2017
- Perak 10.000 meter SEA Games Filipina 2019
- Perunggu 10.000 meter SEA Games Naypydaw 2013
- Perunggu 5.000 meter SEA Games Kuala Lumpur 2017