Benedikta Priscila Neonbeni Mengabdi pada Kaum Miskin
Hampir setiap hari sejak pandemi Covid-19, Benedikta Priscila Neobeni harus mencari jalan bagaimana cara memberi makan 294 anak dari keluarga miskin dan difabel yang ada di Kota Kefamenanu, Timor Tengah Utara.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·5 menit baca
Setiap hari Benedikta Priscila Neonbeni harus mencari jalan bagaimana cara memberi makan 294 anak-anak dari keluarga miskin yang ada di Kota Kefamenanu, Timor Tengah Utara. Jika bantuan dari dermawan tidak juga datang, ia dan stafnya terpaksa "mengemis" ke toko-toko bahan makanan.
Belakangan ini, bencana datang silih berganti, mulai bencana kekeringan yang mengakibatkan gagal panen hingga hantaman Badai Seroja yang menghancurkan rumah dan kebun. Belum lagi dampak bencana kesehatan seperti pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian banyak keluarga makin terjepit.
Kondisi ini sangat merisaukan Benedikta Priscila Neonbeni (53). Saat dihubungi di Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur, Kamis (29/7/2021), ia menceritakan hatinya sedang tidak tenang karena hari itu anak-anak asuhnya belum memperoleh makanan. Total anak yang mesti diberi makan sebanyak 294 orang.
“Tidak hanya anak yatim piatu dan difabel, tetapi anak-anak yang memiliki orangtua pun saya layani karena mereka hampir semuanya itu berasal dari keluarga miskin. Sebagian orangtua mereka menjadi TKI atau TKW di luar negeri, lalu mereka dititipkan pada om, saudara, atau nenek,” kata Neonbeni.
Anak-anak itu umumnya berusia 3-10 tahun. Dari 294 orang, 86 di antaranya penyandang disabilitas. Sekitar 80 persen di antara mereka masih sekolah. Selebihnya putus sekolah. Mereka datang dari kecamatan-kecamatan di sekitar Kefamenenu untuk mengadu nasib, ikut keluarga, atau ditinggal orangtua yang menjadi buruh migran. Mereka pada akhirnya telantar atau ditelantarkan.
Pada 2017, anak-anak itu ditampung di sebuah rumah khusus yang disewa Yayasan Kuan Mnasi pimpinan Neonbeni. Namun, sejak 2020 mereka dipulangkan ke rumah masing-masing untuk menghindari penularan Covid-19. Meski begitu, Neonbeni dan staf yayasan tetap memperhatikan mereka. Secara rutin, ia mendatangi anak-anak di rumah keluarga mereka atau yang berkeliaran di terminal bus dan pasar tradisional Kefamenanu sekadar memberikan masker dan nasi bungkus.
Neonbeni mulai mengurus kebutuhan makan-minum anak-anak itu sejak 2017. Awalnya, suatu pagi ia melihat seorang anak perempuan, Tabita (10), duduk menangis di tepi jalan yang menghubungkan Kefamenanu, Soe, Kupang dan Atambua. Ia menghampiri anak itu dan menemukan anak itu sedang kelaparan. Kedua orangtua Tabita pergi menjadi buruh migran ke Malaysia dan ia dititipkan ke rumah neneknya yang hidup sendiri.
“Saya tidak tega melihatnya. Makan saja tidak ada apa lagi kebutuhan lain. Dari situ, saya mengambil keputusan membantu mereka (anak-anak telantar), minimal makan dan minum,” kata Neonbeni.
Seiring waktu, anak-anak yang mesti dibantu kian banyak seiring dengan seringnya terjadi kekeringan dan gagal panen di Timor Tengah Utara. Bencana itu membuat banyak keluarga hidup kekurangan. Anak-anak mengalami gizi buruk, tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk, tidak terjamah pendidikan, dan sebagian mengalami kekerasan, termasuk kekerasan seksual.
Tahun 2017-2020 saja, ada 432 kasus kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang-orang dekat korban. Ada yang diperkosa dan ditelantarkan. Neonbeni menangani juga kasus-kasus seperti itu. Namun, banyak kasus diselesaikan secara adat (damai) antara pelaku dan keluarga korban. Ada juga yang kasusnya sengaja disembunyikan karena dianggap aib bagi keluarga.
Kualitas hidup mereka yang sudah buruk, makin buruk dengan terjadinya pandemi Covid-19. Belum lagi terjadi bencana Badai Seroja pada awal April 2021 yang membuat sebagian besar lahan pertanian gagal panen.
Neonbeni mengatakan, anak-anak telantar dan kurang gizi yang mesti ditolong jumlahnya ribuan di Timor Tengah Utara. Tapi, ia baru sanggup mengurus kurang dari 300 orang. "Itu pun saya berjuang untuk bisa memberi mereka makan dan minum dari usaha sendiri dan dukungan penderma,” kata Neonbeni.
Mengemis
Neonbeni menceritakan, bantuan untuk anak-anak yang ia asuh diperoleh dari para dermawan yang berasal dari sejumlah kota di Indonesia. Mereka mengirim bantuan berupa pakaian layak pakai, makanan siap saji, alat tulis, obat-obatan, dan susu cair. Setiap bantuan datang langsung dibagikan kepada anak-anak. Mereka mendapatkan bantuan secara bergilir, meski jenisnya berbeda untuk setiap pekan.
Jika bantuan tidak datang, Neonbeni dan beberapa anggota Yayasan Kuan Mnasi terpaksa “mengemis” di pasar-pasar tradisional dan toko-toko. Setiap pedagang atau pemilik toko mereka mintai bantuan beras sebanyak satu kaleng susu, segenggam bawang merah, segenggam bawang putih, tahu dan tempe.
Sebagian besar pedagang dan pemilik toko sudah mengenal Neonbeni. Mereka memberi dengan sukarela dan lapang hati. “Kami selalu menjelaskan kepada mereka tentang manfaat dari bahan–bahan makanan yang mereka sumbangkan. Mereka setuju dan mendukung kegiatan kami,” kata Neonbeni yang sebelumnya aktif di bidang pemberdayaan masyarakat adat pada periode 1998-2017.
Bahan-bahan ini dimasak bersama empat staf yayasan kemudian dibagikan kepada anak-anak, terutama untuk makan siang dan terkadang makan malam hari. Minimal setiap pekan anak-anak ini mendapatkan makanan 2-3 hari. Hari lainnya, mereka mendapatkan makanan seadanya dari orangtua atau keluarga mereka. Untuk itu, ia selalu bekerja sama dengan orangtua atau anggota keluarga yang mengasuh anak-anak itu.
Ia mendorong orangtua menyediakan sayur mayur untuk anak-anak mereka, mengajari mereka tentang kandungan gizi pada bahan pangan lokal seperti jagung bose, jagung ketemak, umbi-umbian, sayur, buah, daging, ayam, telur, dan ternak.
Neonbeni mengatakan, dia sangat bangga jika anak-anak yang dibantu, tumbuh dan berkembang lebih baik serta memiliki tingkat intelektual yang cukup, dan ke depan mampu bersaing untuk membangun masa depan. "Mereka itu aset masa depan NTT," ujarnya.
Benedikta Priscila Neonbeni:
Lahir: Kefamenenu, 20 Juni 1968
Anak:
Semi (33)
Gerard (29)
Domi (20)
Gita (19)
Reji (15)
Pendidikan: S1 Ilmu Komunikasi Universitas Warmadewa