"Pele adalah raja sepak bola. Tapi, saya merebut lebih banyak titel dibandingkan dirinya. Tak peduli apa yang orang katakan, tetapi saya senang dengan capaian saya," kata Dani Alves.
Oleh
Muhammad Ikhsan Mahar
·5 menit baca
Selama 20 tahun berkarier sebagai pesepak bola profesional, trofi juara seakan selalu mengikuti ke mana pun Dani Alves (38) bermain. Bek kanan itu meraih gelar juara bersama enam klub serta tiga kelompok umur tim nasional Brasil. Terbaru ia mengantar Brasil merebut medali emas sepak bola Olimpiade Tokyo 2020.
Sejauh ini, Alves telah meraih 44 trofi juara atau rata-rata meraih minimal dua gelar juara setiap tahun. Koleksi trofi itu membuat Alves menjadi pesepak bola dengan gelar juara terbanyak. Ia adalah pemain pertama yang mampu mengoleksi lebih dari 40 trofi juara.
Medali emas Olimpiade Tokyo 2020 yang diraih bersama tim nasional Brasil U-23 adalah gelar keenamnya selama mengenakan ”Selecao”. Ia meraih trofi Piala Dunia U-20 pada 2003, kemudian mempersembahkan empat trofi bersama tim senior Brasil. Keempat gelar juara itu adalah Copa America 2007 dan 2019 serta Piala Konfederasi 2009 dan 2013.
Selain itu, Alves juga selalu mampu memberikan trofi bagi enam klub yang dibelanya sejak memasuki dunia sepak bola profesional pada 2001. Keenam klub itu adalah Bahia dan Sao Paulo (Brasil), Sevilla, dan Barcelona (Spanyol), Juventus (Italia), Paris Saint-Germain (Perancis).
”Pele adalah raja (sepak bola). Namun, saya merebut lebih banyak titel dibandingkan dirinya. Tak peduli apa yang orang katakan, tetapi saya senang dengan capaian saya,” kata Alves dilansir FotMob, beberapa waktu lalu.
Bagi Alves, medali emas Olimpiade adalah salah satu gelar juara yang amat berkesan dalam kariernya. Olimpiade, kata Alves, setara dengan Piala Dunia karena merupakan turnamen yang mempertemukan negara-negara terbaik di dunia.
Ia menyatakan, tidak semua pemain terbaik ”Selecao” bisa mempersembahkan medali emas Olimpiade. Romario dan Bebeto, contohnya, masing-masing hanya membawa pulang medali perunggu dari Seoul 1988 dan perunggu di Atalanta 1996. ”Misi (emas) tercapai. Ini adalah mimpi yang menjadi kenyataan. Brasil, saya sangat bangga menjadi wargamu,” ungkap Alves di akun Instagram-nya.
Meskipun usianya telah memasuki masa senja bagi karier pesepak bola, Alves belum berhenti bermimpi. Ia masih seperti seorang bocah remaja ambisius yang menembus tim senior Bahia untuk pertama kali ketika usianya baru menginjak 17 tahun.
Setelah meraih emas Olimpiade, pemain setinggi 1,72 meter itu masih berambisi mempersembahkan kembali satu trofi agung bagi Brasil, yaitu Piala Dunia 2022. Ia bertekad tampil konsisten bersama Sao Paolo dalam satu tahun ke depan agar mendapat tempat di skuad "Selecao".
”Saya memang hampir berusia 40 tahun di Piala Dunia nanti, tetapi saya akan terus bekerja keras demi tampil dan memberikan trofi Piala Dunia untuk Brasil,” ucapnya dikutip laman resmi FIFA.
Alves menambahkan, ”Saya berharap bisa meraih 50 trofi sebelum pensiun. Saya berharap (trofi) itu termasuk Piala Dunia.”
Peran ayah
Alves adalah salah satu bintang Brasil yang mampu mewujudkan dongeng dalam hidupnya. Ia seperti tipikal pesepak bola sukses Brasil lainnya yang berasal dari keluarga tidak mampu dan menjadikan sepak bola sebagai pelita utama dalam kehidupan.
Ayah Alves, Domingos Alves Da Silva, bekerja sebagai petani dan menjadi pelatih sepak bola di akhir pekan. Alves, putra bungsu dari empat bersaudara, rajin membantu ayahnya bertani sejak kecil. Ia bangun pukul 04.00 pagi dan pergi ke sawah bersama ayahnya.
Hingga usia remaja, Dani Alves melakukan apa pun demi membantu keuangan keluarganya. Terkadang, ia menjadi pedagang, pelayan restoran, bahkan pernah menjadi kameo sebuah film independen di Bahia yang dibayar 5 real Brasil atau sekitar Rp 13.000 per hari.
Pada Sabtu dan Minggu, Alves fokus berlatih sepak bola di klub kampung yang dibentuk ayahnya, Palmeiras de Salitre. Ia bergabung di klub itu sejak berusia 10 tahun dan berposisi sebagai penyerang sayap kanan. ”Sebagai pelatihnya, saya melihat ia (Alves) tidak banyak mencetak gol di posisi menyerang. Jadi, perlahan saya tempatkan ia di bek sayap yang menjadi posisi favoritnya saat ini,” kata Domingos kepada Globo.
Memasuki usia 13 tahun, Alves bersama sang kakak, Lucas, direkrut tim yunior Bahia, klub profesional di Serie A Brasil. Mereka berdua meninggalkan rumah dan tinggal di sebuah kontrakan kecil tanpa kasur. Setelah rutin mengikuti kompetisi tingkat umur bersama tim muda Bahia, Alves mendapat panggilan pertama membela tim utama Bahia pada awal 2001.
”Ia bocah pekerja keras yang telah membuat kami bangga,” kenang Bartolomeu Monteiro alias Caboclinho, salah satu pelatih pertama Alves di klub lokal, Juazueiro, yang berkompetissi di Liga Bahia.
Setelah sukses, Alves pun tidak pernah melupakan jasa semua orang yang membantunya meniti karier sebagai pesepak bola. Tato wajah ayah dan ibunya ada di tubuh Alves. Ia selalu menemui Caboclinho dan teman masa kecilnya ketika libur musim panas di Brasil.
Semangat Alves untuk terus mengejar kejayaan di lapangan hijau belum meredup. Ia masih ingin terus mengejar mimpi-mimpinya, meskipun banyak yang mengganggap dirinya sudah seharusnya pensiun.
Bergabung ke Sao Paulo pun termasuk mimpi masa kecilnya yang terwujud. Bagaimanapun Sao Paoulo termasuk salah satu klub tersukses di Brasil dan klub favorit Alves. Kostum tim berjuluk ”Tricolor” itu adalah seragam sepak bola pertama yang dibelikan orangtuanya.
Meskipun telah kembali ke Brasil, Alves masih membuka kemungkinan untuk kembali ke Eropa demi meraih trofi di Inggris. ”Ide bahwa saya akan mengakhiri karier tanpa bermain di Liga Inggris adalah hal yang mustahil,” kata Alves kepada The Telegraph.
Daniel Alves da Silva
Lahir: Juazeiro (Brasil), 6 Mei 1983
Posisi: Bek sayap kanan
Klub: Sao Paulo (Brasil)
Prestasi (antara lain):
Enam kali juara Liga Spanyol (2009, 2010, 2011, 2013, 2015, 2016)
Lima kali juara Piala Raja Spanyol (2007, 2009, 2012, 2015, 2016)
Tiga kali juara Liga Champions Eropa (2009, 2011, 2015)
Sekali juara Liga Italia (2017)
Tiga kali juara Piala Dunia Antarklub (2009, 2011, dan 2015)