Achmad Darisman terkejut saat kedatangannya ditanggapi antipati warga. ”Orang pintar mana lagi yang mau menipu?” tanya petani tersebut. Namun, ia tak mundur untuk merangkul petani.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Achmad Darisman (54) diakui sebagai tokoh kunci yang berhasil menggalakkan konservasi lingkungan di Pati, Jawa Tengah, lewat program Trees4Trees. Ia berhasil merangkul lebih dari 1.400 petani untuk menanam aneka tanaman keras, terutama tanaman buah di lahan ratusan hektar.
Darisman mengamati bibit aneka tanaman buah setinggi 40-an sentimeter di kebun pembibitan di Desa Wedarijaksa, Kecamatan Wedarijaksa, Kabupaten Pati. Ada bibit pohon manggis, alpukat, sirsak, jengkol, jambu air, durian, petai, mangga, kawista, dan pucung. Aneka bibit tanaman yang dibuat dengan teknis setek pucuk itu.
”Biasanya, bibit (saya) distribusikan kepada mitra pada awal musim hujan atau Oktober hingga Desember mendatang,” kata Darisman, pembudidaya tanaman buah sekaligus konsultan Trees4Tress, Rabu (7/7/2021).
Trees4Trees adalah program yang diinisasi oleh Yayasan Bumi Hijau Lestari sejak 2007 di 16 kabupaten di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Melalui program Trees4Trees, lembaga nirlaba itu membagikan aneka bibit tanaman bernilai ekonomi sejak 2008. ”Sebagian besar terdiri dari bibit mangga, jati, mahoni, mindi, suren, sonokeling, dan sengon,” ujar Program Coordinator Yayasan Bumi Hijau Lestari Novita Diah Arianti.
Program Trees4Trees bermula di Kabupaten Semarang, Jateng, lalu merambah ke kabupaten lain. Sejauh ini sekitar 1,93 juta pohon telah ditanam. Sebanyak 144.157 di antaranya adalah tanaman buah. Secara total, petani yang terlibat dalam program ini 12.605 orang. Lahan yang sudah ditanami seluas 2.583 hektar.
Di Pati, Darisman merupakan tokoh kunci yang berhasil menggerakkan banyak orang untuk terlibat dalam program Trees4Trees. Sejak ia resmi bergabung dalam program Trees4Trees pada 2012, ia telah merangkul 1.415 petani sebagai mitra. Mereka tersebar di 18 kecamatan dengan lahan sekitar 477 hektar.
Bibit yang telah ditanam di Pati sebanyak 429.900 batang, 44.094 di antaranya bibit tanaman buah. Sisanya tanaman nonbuah yang punya nilai ekonomis tinggi, seperti cengkeh, jati, mahoni, dan sengon. Sebagian bibit ditanam pada 2008, sebelum Darisman bergabung dalam program Trees4Trees.
Berkat program penghijauan itu, desa-desa di Pati kini hijau dan rindang. Di Desa Gunungsari, Kecamatan Tlogowungu, pohon sirsak, alpukat, manggis, dan lainnya tumbuh subur. Pohon sirsak dan alpukat yang ditanam pada 2017 kini tingginya sekitar 10 meter, sementara pohon manggis 1,5 meter.
Dari pohon itu, petani yang menjadi mitra sudah mulai memanen buahnya. Di antara mereka ada yang memiliki 50 pohon sampai 100 batang pohon manggis. Jika sudah bisa dipanen, setiap pohon menghasilkan 25-50 kilogram (kg) manggis sekali panen. Harga per kilogramnya sekitar Rp 45.000 pada Maret 2021.
Sebagian petani memperlakukan tanaman buah sebagai bantalan jika harga komoditas pertanian lain seperti kopi harganya sedang jatuh. Dengan demikian, warga setidaknya masih punya penghasilan dari tanaman buah. ”Saya juga menanam jahe, jambu air, dan kunyit,” ujar Waridi, Ketua Kelompok Tani Gunungsari Indah. Bersama 200 petani lainnya, ia menjadi mitra Trees4Trees yang didorong oleh Darisman.
Dikira Menipu
Darisman bukan praktisi kemarin sore dalam bidang agroforestri. Ia pernah berkarier di perusahaan kehutanan di Kalimantan Timur selama 15 tahun. Setelah itu, ia memilih berhenti kerja pada 2007 karena ingin mendampingi istri dan anak-anaknya. ”Kalau jauh, susah memantau anak-anak,” ujar Darisman yang kemudian pulang ke Pati.
Ia selanjutnya menjalankan usaha peternakan sapi dan penyemaian kelapa kopyor hingga akhir tahun 2011. Pada 2012, ia bergabung den gan program Trees4Trees sebagai konsultan. Lewat program ini, ia berusaha menyalakan semangat di kalangan warga untuk terlibat aktif dalam program penghijauan dan konservasi alam.
Awalnya, baru ada 100 petani yang menjadi mitranya. Lewat kerja keras bertahun-tahun, jumlah petani yang bisa dirangkul terus bertambah hingga menembus angka 1.400-an.
Waktu saya datang, pernah ada petani yang berkata, ’Orang pintar mana lagi yang mau menipu’. Saya kaget.
Pencapaian itu tidak ia raih dengan mudah. Ia pernah mengalami berbagai penolakan dari warga. ”Waktu saya datang, pernah ada petani yang berkata, ’Orang pintar mana lagi yang mau menipu’. Saya kaget (karena dikira mau menipu),” kenang Darisman.
Warga ketika itu curiga mereka akan diperlakukan sekadar sebagai konsumen produk-produk pertanian. ”Petani takut dibohongi. Petani dikasih bibit, tetapi hanya akal-akalan (pemberi) yang tujuan sebenarnya adalah menjual obat-obatan dan pupuk. Hasilnya tidak sesuai harapan,” ucap Darisman menceritakan sikap skeptis petani ketika itu.
Kendala lain, metode budidaya yang ia perkenalkan belum tentu bisa langsung diterima petani. Pasalnya, mereka lebih percaya pada metode budidaya yang diwariskan secara turun-temurun. ”Kalau kakek dan ayahnya berhasil, baru petani yakin. Jadi, perlu contoh (sukses),” katanya.
Untuk itu, Darisman menggarap sendiri kebun persemaian untuk menunjukkan bukti. Ia persilakan petani yang masih sangsi untuk datang ke kebunnya. Lewat cara itu, perlahan warga bisa diyakinkan.
Darisman tidak membagikan bibit begitu saja. Ia akan mengecek terlebih dahulu layak tidaknya penerima bibit. Mereka diminta menyerahkan fotokopi KTP dan surat pemberitahuan pajak tahunan (SPPT). ”Petani juga dipotret dan lahannya ditinjau, disurvei, dipasangi nomor lahan, hingga ditentukan posisinya dengan GPS,” ucapnya.
Saat terjun untuk menghadapi petani, Darisman mendapati permintaan bibit yang bermacam-macam. Ia coba meyakinkan bahwa bibit tanaman yang diminta belum tentu cocok ditanam di lahan mereka karena alasan ketinggian lahan dan macam-macam. ”Kalaupun hidup, produktivitasnya rendah. Rasa buahnya juga mungkin mengecewakan,” ujarnya.
Ketika saya minta penjarangan supaya hasilnya optimal, petani tak mau. Mereka hanya berpikir kalau pohon banyak, uangnya tentu lebih besar.
Darisman juga mendapati tidak semua yang ia ajarkan dijalankan oleh petani. ”Ketika saya minta penjarangan supaya hasilnya optimal, petani tak mau. Mereka hanya berpikir kalau pohon banyak, uangnya tentu lebih besar,” ucapnya.
Darisman berusaha sabar menghadapi petani yang menjadi mitranya. Lewat kesabaran itu, perlahan tetapi pasti program Trees4Trees menunjukkan hasil. Selanjutnya, ia mendorong petani menanam pepohonan endemik.
”Tujuannya, mengembalikan keanekaragaman hayati Kabupaten Pati. Pohon-pohon, seperti kayu manis, kemiri, dan gayam, mulai menghilang sehingga perlu dikembalikan,” ujarnya.
Achmad Darisman
Lahir: Kabupaten Pati, Jawa Tengah, 6 Januari 1967
Istri: Sutinah (51)
Anak:
Akbar Pitara Nagara (26)
Amalia Sekar Bumi (23)
Pendidikan:
SD Negeri 2 Pakis, Tayu, Kabupaten Pati (1974-1980)
SMP Negeri 1 Tayu, Kabupaten Pati (1980-1983)
SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta (1983-1986)
S-1 Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB University (1986-1992)