Achmad Berkati, Jiwa Pemadam yang Tak Padam
Tidak ada istilah pensiun dalam kamus hidup Achmad Berkati (64) sebagai seorang sukarelawan pemadam kebakaran di Kota Banjarmasin. Panggilan jiwanya untuk menolong sesama tak pernah padam.
Achmad Berkati tak lagi muda. Usianya genap 64 tahun pada 2021 ini. Namun, tidak ada istilah pensiun dalam kamus hidupnya sebagai seorang sukarelawan pemadam kebakaran. Panggilan jiwanya untuk menolong sesama tak pernah padam.
Tiga perempat dari umur Achmad Berkati saat ini dihabiskan untuk mengabdi di barisan pemadam api. Ketika baru berusia 16 tahun, ia sudah bergabung dengan Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) Swasta Pribumi (SP) di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. BPK SP yang terbentuk pada 1973 kemudian mendorong lahirnya BPK lain di Banjarmasin.
”Saya terpanggil menjadi seorang pemadam karena terenyuh melihat penderitaan masyarakat yang menjadi korban kebakaran besar di Banjarmasin pada 1973,” ujar lelaki kelahiran Banjarmasin yang biasa dipanggil Kai Alus atau Kakek Alus saat ditemui di Posko BPK SP-01, Kota Banjarmasin, Rabu (26/5/2021).
Kebakaran besar di Kota Banjarmasin pada 9 Oktober 1973 itu meluluhlantakkan perkampungan warga di Kecamatan Banjarmasin Selatan. Api berkobar selama 5 jam 30 menit dan menghanguskan areal permukiman seluas 1 kilometer (km) persegi. Berdasarkan catatan Kompas, sebanyak 2.295 rumah dan bangunan ludes dan 9.750 orang kehilangan tempat tinggal. Kerugian material ditaksir mencapai Rp 5 miliar. (Kompas, 11/10/1973)
Kai Alus menyaksikan kebakaran besar di kotanya kala itu. Lokasi perkampungan yang terbakar pada waktu itu berseberangan dengan kampungnya atau hanya terpisah oleh Sungai Martapura. Jarak dari kampungnya ke perkampungan yang terbakar juga tak sampai 2 km. ”Tetapi tidak bisa ngapa-ngapain juga waktu itu,” ujar bapak dari tiga anak perempuan itu.
Niat saya hanya ingin ikut menolong masyarakat. Kasihan melihat orang-orang yang kena musibah kebakaran
Setelah kebakaran itu, muncul inisiatif dari warga lokal untuk membentuk BPK SP. Sebab, pada waktu itu baru ada tiga BPK di Banjarmasin, yaitu BPK Pemerintah Kotamadya Banjarmasin, BPK Chung Hwa Chung Hui yang kemudian berganti nama menjadi Himpunan Pemuda Pemudi Indonesia (Hippindo), serta BPK SPGB milik perusahaan karet.
BPK SP adalah BPK pertama yang dibentuk oleh warga setempat. Alus ikut bergabung sejak awal berdirinya. ”Niat saya hanya ingin ikut menolong masyarakat. Kasihan melihat orang-orang yang kena musibah kebakaran,” tutur pedagang batu permata di Pasar Malabar, Banjarmasin itu.
Pengalaman
Untuk menjadi seorang pemadam kebakaran, Alus ketika muda harus belajar dari nol. Ia belajar mulai dari menghidupkan mesin pompa, menyambung selang, hingga memegang selang penyemprot. Semua tugas itu harus bisa dilakoni seorang pemadam. Untuk itu, ia pun rutin berlatih bersama rekan-rekannya ketika sedang tidak ada kebakaran.
Menurut kakek dari tiga cucu itu, memegang selang penyemprot tidaklah semudah yang dikira. Butuh kekuatan dan teknik agar bisa mengarahkan selang ke obyek sasaran. ”Pernah suatu kali ada warga yang merebut selang dari tangan saya karena ia ingin menyelamatkan rumahnya yang terbakar. Tetapi selang itu malah lepas dari tangannya dan meliuk-liuk di tanah,” katanya.
Dalam berbagai kesempatan memadamkan kebakaran, Alus paling sering bertugas sebagai penjaga selang isap pompa. Tugas itu membuatnya harus menceburkan diri ke air untuk menjaga agar sampah dan kotoran tidak terisap dan menyumbat selang penyemprot saat proses pemadaman.
Begitu menemukan air langsung nyebur. Selesai nyemprot baru tahu di air itu banyak kotoran manusia
Karena tugas menjaga selang isap itu, Alus mengaku pernah sampai mencebur ke air yang dipenuhi kotoran manusia. Kejadian itu dialaminya saat memadamkan kebakaran di gang sempit yang susah sumber air. ”Waktu itu tidak sadar juga karena lampu padam. Begitu menemukan air langsung nyebur. Selesai nyemprot baru tahu di air itu banyak kotoran manusia,” katanya sambil terkekeh.
Pernah juga suatu kali saat menyemprot api yang berkobar, ia didatangi warga yang panik dan mengamuk karena rumahnya terbakar. Orang itu membawa senjata tajam dan mengancam agar Alus memberikan selang penyemprot kepadanya. Setelah diberikan, orang itu juga tidak bisa menyemprot dengan baik.
Berbagai pengalaman itu sama sekali tidak membuat Alus kapok turun ke lapangan setiap ada kejadian kebakaran. Ia justru mengalami kepuasan batin ketika bisa menolong orang lain. ”Banyak juga warga yang datang memeluk sambil menangis ketika rumahnya bisa diselamatkan dari kobaran api. Dapat ucapan terima kasih saja sudah membuat hati senang,” katanya.
Tanpa pamrih
Tugas sebagai pemadam kebakaran dilakoni Alus tanpa pamrih. Ia dan rekan-rekannya dari berbagai latar belakang dan pekerjaan tidak digaji ataupun dibayar serta tidak pernah juga mengharapkan imbalan sepeser pun dalam menjalankan tugas itu. Malahan, tak jarang ia ikut mengeluarkan uang pribadi untuk operasional pemadaman.
Meskipun tak dibayar, Alus selalu siap 24 jam untuk tugas pemadaman. Ketika terjadi kebakaran pada siang hari, ia rela menutup dan meninggalkan kios batu permata miliknya di Pasar Malabar untuk menjalankan tugas kemanusiaan. Saat tengah malam ataupun dini hari ketika ada kebakaran, ia juga tetap berangkat.
Kalau sekarang, hanya sesekali saja turun ke lapangan karena sudah banyak yang muda. Kalaupun turun ke lapangan sudah tidak lagi memegang selang
”Kalau sekarang, hanya sesekali saja turun ke lapangan karena sudah banyak yang muda. Kalaupun turun ke lapangan sudah tidak lagi memegang selang, tetapi hanya mengontrol yang muda-muda dan mengingatkan mereka untuk selalu berhati-hati,” tutur pria energik yang hanya tamat SMP, namun berhasil membuat ketiga putrinya menjadi sarjana itu.
Suami dari Siti Zahra (60) itu mengaku senang melihat masih banyak anak muda di Banjarmasin yang terpanggil menjadi pemadam kebakaran. ”Semangat menolong orang lain tanpa pamrih jangan sampai hilang. Jangan pernah juga menghitung untung dan ruginya. Insya Allah, semua itu nanti akan dibalas oleh Allah,” ujar Alus yang kini dipercaya sebagai penasihat di organisasi BPK SP.
Menurut Ketua Umum BPK SP Said Abdullah Faisal Fachir, Kai Alus berdedikasi tinggi dalam urusan pemadam, terutama di kesatuan SP. ”Umurnya tidak bisa mengalahkan semangatnya untuk tetap bertugas di setiap musibah kebakaran. Tak heran bila beliau sangat disayangi dan terkenal dekat dengan semua anggota SP, tua maupun muda,” katanya.
Sebagai tokoh paling senior di BPK SP, Kai Alus adalah panutan bagi anggota yang lain. Faisal pun selalu berpesan agar Kai Alus jangan lagi sampai kecapaian, tetap menjaga kesehatan, dan selalu memberikan nasihat ataupun teguran kepada anggota yang muda agar semua anggota SP selalu menjaga persatuan, kesatuan, dan persaudaraan.
”Dari Kai Alus, kami belajar untuk selalu bersemangat menolong sesama dengan tetap menjaga keselamatan dan keamanan di jalan maupun di lokasi kebakaran. Jangan sampai niat kita menolong orang lain malahan membuat kita ditolong. Dan jangan sampai pula niat baik kita malah berakhir di jalur hukum karena kesalahan yang diperbuat,” tuturnya.
Achmad Berkati
Panggilan: Kai Alus
Lahir: Banjarmasin, 23 Juni 1957
Pendidikan terakhir: SMP
Pekerjaan: pedagang
Organisasi: Barisan Pemadam Kebakaran (BPK) Swasta Pribumi