Kante, Sang Juara yang Sederhana
Meskipun tidak mencetak gol, Kante menjadi pemain paling sukses dalam melakukan ”pekerjaan kotor” di zona pertahanan Chelsea.
Ketika pertama kali menghadapi sesi wawancara sebagai manajer Chelsea, akhir Januari lalu, Thomas Tuchel menyebut N’Golo Kante (30) sebagai pemain yang ada di kepalanya. Tuchel mengungkapkan, Kante adalah satu pemain idamannya sebagai seorang pelatih.
”Ia (Kante) adalah perpaduan dari kekuatan fisik, kemampuan mengolah bola yang berkualitas, serta mentalitas sebagai pemenang. Saya salah satu pria beruntung yang bisa menjadi pelatihnya,” ucap Tuchel kepada Chelsea TV.
Tuchel menjadi sosok pelatih kelima yang telah dibantu Kante meraih trofi juara. Claudio Ranieri, Didier Deschamps, Antonio Conte, dan Maurizio Sarri adalah empat pelatih yang pernah mengangkat trofi berkat mengandalkan Kante. Bersama mereka, Kante merasakan gelar juara Liga Inggris, Piala Dunia, Liga Europa, Piala FA, dan Liga Champions Eropa.
Keberhasilan ”Si Biru” meraih trofi Liga Champions kedua seusai menumbangkan Manchester City, 1-0, di laga final, Minggu (30/5/2021) dini hari WIB, di Stadion Do Dragao, Portugal, tidak bisa dilepaskan peran Kante di lini tengah. Kante mampu meredam lini tengah City yang berisi sejumlah pemain berkelas dunia.
Meskipun tidak mencetak gol, Kante menjadi pemain paling sukses dalam melakukan ”pekerjaan kotor” di zona pertahanan Chelsea. Catatan 11 kali memenangi duel dengan pemain City, 10 kali merebut bola, serta 4 kali unggul dalam duel udara adalah bukti dominasi Kante di laga final itu.
Uniknya, Kante, yang merupakan pemain terpendek di final itu, justru mampu menjadi pemain dengan kemenangan duel udara terbanyak. Pemain setinggi 1,68 meter itu mengalahkan para ”raksasa” dari kedua tim, seperti Antonio Ruediger (1,9 m), Andreas Christensen (1,87 m), Ruben Dias (1,86 m), dan John Stones (1,88 m). Selain itu, meski menjadi pemain yang paling banyak melakukan duel dengan pemain lawan, ia tidak sekalipun melakukan pelanggaran.
Ia melakukan segalanya dengan energi yang dimiliki. Saya tidak tahu berapa banyak ia merebut bola, tetapi ia sekali lagi menunjukkan diri sebagai pemain yang spesial lewat kemampuannya mengawali serangan tim dan menutupi setiap jengkal sisi lapangan.
”Ia melakukan segalanya dengan energi yang dimiliki. Saya tidak tahu berapa banyak ia merebut bola, tetapi ia sekali lagi menunjukkan diri sebagai pemain yang spesial lewat kemampuannya mengawali serangan tim dan menutupi setiap jengkal sisi lapangan,” ujar kapten Chelsea, Cesar Azpiliqueta, seusai laga final itu, seperti dikutip laman resmi UEFA.
Berkat penampilannya itu, Kante dianugerahi gelar pemain terbaik di laga final. Secara total, Kante telah empat kali ditetapkan sebagai pemain terbaik pada pertandingan Chelsea di Liga Champions edisi 2020-2021. Tiga prestasi individual itu dicapai secara berturut-turut sejak laga semifinal pertama melawan Real Madrid. Tidak ada pemain Si Biru sebelumnya yang mampu mencapai performa individual seperti Kante.
Klausa viral
Peran besar Kante bahkan menghadirkan klausa baru yang menjadi viral di jagad dunia maya seusai laga final itu: ”70 persen bagian bumi adalah air, sisanya ditutup oleh Kante”.
Frasa itu tidak keliru apabila melihat tiga penampilan terakhir Kante di Liga Champions musim ini. Pemain yang lahir dari keluarga imigran asal Mali itu tidak pernah menghilang dari sorotan kamera televisi selama pertandingan berlangsung. Kante ada di saat Chelsea bertahan, kemudian ia juga menjadi orang pertama yang berlari ketika Si Biru melakukan transisi menyerang.
Meskipun dipuja-puji oleh manajer, rekan setim, semua penikmat sepak bola, hingga mendapat pelukan kebahagiaan dari pemilik Chelsea, Roman Abramovich, Kante tidak lantas besar kepala.
”Penampilan kami di final adalah buah dari kerja keras selama musim ini. Kami menderita bersama menghadapi City yang amat kuat. Saya bangga dengan perjuangan seluruh tim,” ucap Kante ketika menerima trofi pemain terbaik di laga final itu, seperti dilansir Daily Mail.
Setelah laga berakhir, Kante pun seakan menghilang dari ingar bingar perayaan juara timnya. Kante menjadi satu-satunya pemain yang tidak memegang ponsel di tengah lapangan ketika rekan-rekannya membuat konten untuk akun media sosial mereka. Kante lebih banyak mendampingi sang ibu di tengah lapangan.
Hanya Kante pula yang tidak mencium trofi ”Si Kuping Besar” setelah pemain Chelsea dikalungi medali emas. Foto Kante bersama trofi paling diidamkan pesepak bola di Eropa itu baru diabadikan di dalam ruang ganti Do Dragao.
Mobil bekas
Pada tahun ini, Kante adalah pemain dengan gaji tertinggi di Chelsea. Ia dibayar sekitar 15 juta poundsterling atau sekitar Rp 303,5 miliar per tahun. Dari jumlah itu, Kante menerima sekitar 290.000 poundsterling (Rp 5,9 miliar) per pekan.
Gaji selangit dan prestasi mentereng tidak lantas membuat Kante tampil glamor. Tidak pernah ada perhiasan mewah yang pernah menempel di tubuh pemain kelahiran Paris, Perancis, itu.
Mobil yang dipakai sehari-hari untuk menempuh perjalanan dari apartemennya di London menuju kompleks latihan Chelsea di Cobham, Inggris, adalah sebuah Mini Cooper bekas. Kante membelinya ketika baru pindah ke London, pertengahan 2016 lalu, dengan harga 20.000 poundsterling (Rp 404,7 juta).
Kante sempat mengalami kecelakaan dengan mobil itu pada 2018, tetapi ia tetap tidak berpikir untuk membeli mobil baru. Ketika meninggalkan markas Chelsea, Stadion Stamford Bridge, setelah memainkan laga kedua semifinal Liga Champions melawan Real Madrid, 6 Mei lalu, Kante tetap terlihat menggunakan mobil berwarna krem yang telah lima tahun dikendarainya itu.
Saya tidak pernah menjadi seseorang yang mencintai mobil dan barang mewah lainnya. Sejak kecil, saya tidak pernah berambisi memiliki itu semua.
”Saya tidak pernah menjadi seseorang yang mencintai mobil dan barang mewah lainnya. Sejak kecil, saya tidak pernah berambisi memiliki itu semua,” ucap Kante yang merupakan Muslim taat.
Kehidupan sederhana itu merupakan caranya menghargai kerja keras yang telah dijalani keluarga dan dirinya sejak kecil. Sejak usia tujuh tahun, Kante menemani ayahnya untuk menjadi pengumpul barang bekas di sekitar Paris. Kegiatan itu berakhir setelah sang ayah wafat, ketika Kante baru berumur 11 tahun.
Selanjutnya, sang ibu menjadi tulang punggung keluarga dengan menjadi pembantu rumah tangga. Memasuki usia remaja, Kante melakukan tiga tugas berbeda sehari-hari. Ia bersekolah, berlatih sepak bola bersama klub lokal, JS Suresnes, dan menjadi pelayan toko untuk membantu keuangan keluarganya.
Di tengah karier sepak bola yang tidak cemerlang di level yunior, Kante pun tetap melanjutkan studi hingga meraih gelar diploma akuntasi ketika menginjak usia 20 tahun atau pada 2011. Setahun berselang, ia menjalani debut profesional saat tampil sebagai pemain pengganti bersama Boulogne di Liga 2 Perancis musim 2011-2012. Kesempatan besar itu menjadi pijakan awal bagi Kante untuk fokus mengembangkan karier sepak bolanya.
Setelah bergabung bersama Caen dengan status bebas transfer pada 2013 dan membantu tim itu promosi ke Liga 1 Perancis pada 2014, jalan hidup Kante mulai berubah. Ia hijrah ke Inggris ketika dikontrak Leicester City pada awal musim 2015-2016. Sejak di Inggris, Kante seakan menjadi magnet trofi bagi tim yang dibelanya.
”Saya beruntung bisa bermain di Liga Champions dan Piala Dunia. Jutaan orang memimpikan ada di posisi saya saat ini. Jadi, itulah alasan saya selalu wajib tampil dengan kemampuan terbaik,” kata pemain yang telah mencatatkan 45 penampilan bersama timnas Perancis itu.
Ambisi Kante belum akan berakhir. Selanjutnya, ia bertekad membantu ”Les Bleus”, julukan timnas Perancis, untuk menjadi juara di Piala Eropa 2020 yang digelar mulai 11 Juni 2021. Piala Eropa adalah satu-satunya kompetisi mayor yang belum diraih Kante.
Apabila hal itu terwujud, bisa saja wajah Kante dengan senyum khasnya akan menghiasi halaman muka majalah France Football edisi Desember ini sebagai peraih Ballon d’Or, gelar individu paling bergengsi bagi pesepak bola.
N’Golo Kante
Lahir: Paris, 29 Maret 1991
Klub: Chelsea (2016-sekarang)
Prestasi:
- Piala Dunia (2018)
- Liga Inggris (2015-2016, 2016-2017)
- Piala FA (2017-2018)
- Liga Europa (2018-2019)
- Liga Champions Eropa (2020-2021)