Avan Fathurrahman, Guru yang Blusukan di Tengah Pandemi
Di tengah pandemi Covid-19, Avan Fathurrahman tetap menyambangi murid-muridnya yang kesulitan mengikuti pembalajaran jarak jauh. Ia melakukannya semata untuk memastikan anak-anak didiknya tetap bisa belajar di rumah.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·5 menit baca
Kesenjangan sistem belajar daring padaa masa pandemi Covid-19 menyebabkan siswa di pelosok desa ketinggalan materi pelajaran. Demi mengatasi ketertinggalan tersebut, Avan Fathurrahman (41) rela mendatangi satu per satu peserta didiknya meski dihantui risiko tinggi terpapar virus SARS-CoV-2.
Saat siswa di kota-kota besar memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk belajar pada masa pandemi, peserta didik di pelosok perdesaan, seperti Sekolah Dasar Negeri Batuputih Laok 3, Kecamatan Batuputih, Kabupaten Sumenep, Madura, hanya bisa pasrah menerima keadaan. Alih-alih memiliki laptop atau komputer, gawai pintar pun jauh dari jangkauan.
Sebagian orangtua peserta didik memang memiliki gawai, tetapi teknologinya jauh tertinggal. Akibatnya, siswa tak bisa mengandalkan gawai dalam sistem pembelajaran daring. ”Sempat ada orangtua yang berniat meminjam uang hanya untuk membeli ponsel pintar. Namun, saya mencegahnya karena hal itu bukanlah solusi dari permasalahan pembelajaran daring pada masa pandemi,” ujar Avan, guru SD Negeri Batuputih Laok 3 saat dihubungi pada Jumat (30/4/2021).
Upaya meningkatkan kemampuan akademik peserta didik dengan metode pembelajaran jarak jauh mensyaratkan banyak hal. Salah satunya, jaringan internet yang lancar. Sayangnya, banyak desa tidak memiliki akses internet yang bagus. Ditambah lagi, orangtua siswa tidak memiliki dana untuk membeli pulsa.
Persoalan bertambah runyam karena masyarakat di tempat Avan mengajar sejak 2015 ini, umumnya, gagap teknologi. Butuh waktu lama untuk belajar memakai aplikasi di internet, seperti Google Meet. Apalagi, banyak orangtua siswa yang buta huruf. Di sisi lain, orangtua siswa tak bisa mendampingi anak-anaknya belajar di rumah. Mereka harus bekerja di ladang. ”Sempat ada dermawan yang mau membelikan ponsel pintar untuk semua siswa. Namun, orangtua murid menolaknya. Mereka tetap meminta didatangi ke rumah untuk mengajari anak-anak secara langsung,” kata Avan.
Banyaknya masalah seputar implementasi pembelajaran daring membuat Avan memutuskan tetap mendatangi muridnya. Dia keliling desa, dari rumah ke rumah, untuk mengajar siswa, setidaknya tiga kali seminggu.
Dia menjelaskan materi, memberikan petunjuk tugas, mengoreksi tugas siswa. yang diberikan sebelumnya, hingga mengapresiasi pekerjaan siswa. Imbauan pemerintah untuk pembelajaran jarak jauh terpaksa dilanggarnya. Sebagai pengajar, alumnus S-2 Universitas Muhammadiyah Surabaya ini merasa bertanggung jawab membimbing anak-anak didiknya. Tentunya, pertimbangan kesehatan tetap yang utama. Avan bersyukur, daerah masuk zona hijau atau risiko rendah sebaran Covid-19.
Awal mengajar keliling, Avan yang menjadi wali kelas enam ini hanya mendatangi anak didiknya. Namun, di tengah perjalanan, dia mendatangi siswa kelas lain yang berdekatan. ”Jadi, saya berpikir sekalian saja mengecek kondisi mereka dan memberikan materi pelajaran yang ringan,” ucap Avan.
Dalam sehari, suami Fadilatun Naila (28) ini bisa menjangkau tujuh rumah siswa. Namun, saat cuaca sedang bersahabat, Avan bisa mendatangi 11-12 rumah. Dia berangkat pagi dari rumahnya dengan waktu perjalanan sekitar 40 menit dengan jarak tempuh sekitar 20 kilometer.
Sepeda motor menjadi kendaraan andalannya karena mampu menjangkau jalan-jalan di pelosok perdesaan yang tak seberapa lebar. Meski demikian, saat hujan dan jalan yang dilalui becek, Avan terpaksa berjalan kaki. Mayoritas rumah siswanya tidak berada di jalan utama desa sehingga kondisinya belum beraspal.
Meski beberapa sekolah sudah memulai pembelajaran tatap muka, Avan tetap mendatangi rumah siswanya. Ada beberapa siswa yang tidak sekolah karena orangtuanya tak bisa mengantar.
Pegiat literasi
Di sela kesibukannya mengajar di sekolah, Avan meluangkan waktunya untuk kegiatan literasi guna menumbuhkan minat baca anak-anak. Kegiatan itu dimulai dengan menulis buku cerita anak yang menampilkan kearifan lokal dan pelajaran agama Islam.
Beberapa buku cerita anak dihasilkan saat dia masih mengajar di sekolah dasar yang berada di Pulau Raas tahun 2010-2015. Sekolah itu harus ditempuh selama 11 jam perjalanan dengan perahu sehingga membuatnya jarang pulang. Di situlah, dia justru punya banyak waktu untuk menulis.
Tak berhenti menulis buku, Avan juga secara sukarela mengelola gerakan literasi di masyarakat. Salah satunya dilatarbelakangi kesenjangan kemampuan siswa di kota dan di desa. ”Mayoritas siswa sekolah dasar di desa tidak mengenyam pendidikan taman kanak-kanak (TK). Akibatnya, mereka belum mengenal bentuk huruf dan angka,” ucap Avan.
Buku cerita merupakan media pembelajaran yang menarik dan tidak membosankan, terutama bagi anak-anak yang baru mengenal sekolah. Agar anak-anak lebih termotivasi membaca, Avan membawakan cerita dalam buku tersebut dengan mendongeng. Dia memilih boneka sebagai alat bantu mendongeng sekaligus sebagai daya tarik bagi anak-anak.
Avan kerap berkeliling desa mengenalkan buku cerita dan mendongeng untuk anak-anak. Kepiawaian Avan membawakan cerita anak-anak melalui dongeng membuatnya menerima banyak apresiasi dari masyarakat. Salah satunya, perpustakaan daerah Kabupaten Sumenep yang menggandengnya untuk memupuk minat baca masyarakat.
Agar dongeng lebih dikenal luas oleh anak-anak masa kini yang terpapar gawai sejak kecil, Avan bekerja sama dengan salah satu radio di kotanya. Dia kerap mendongeng untuk kegiatan sosial, misalnya di panti asuhan.
”Minat baca anak-anak di daerah perdesaan sebenarnya tidak kalah dengan di perkotaan. Hanya, mereka kerap terkendala minimnya ketersediaan buku bacaan yang berkualitas,” ujar Avan.
Sebagai pengajar dan pegiat literasi, Avan menyadari pendidikan tatap muka tak bisa digantikan oleh pembelajaran jarak jauh. Demikian pula dengan membacakan buku cerita dan mendongeng tak bisa digantikan oleh gawai. Selama pandemi, dia bertekad terus bersiasat demi mengatasi ketertinggalan dalam belajar ataupun memupuk minat baca anak-anak.
Avan Fathurrahman
Lahir: 15 Januari 1980
Istri: Fadilatun Naila (28)
Pendidikan:
SDN Batu Putih Laok 2
SMPN Batu Putih
Madrasah Aliyah Roudlotun Tholibin
D-2 PGSD Annuqoyah
S-1 STKIP Jurusan Bahasa Indonesia
S-2 Universitas Muhammadiyah Surabaya
Pekerjaan:
Guru SDN Batu Putih Laok 3 (2015-sekarang)
Guru SDN Goa-Goa 1 di Pulau Raas (2010-2015)
Aktivitas: pegiat literasi, pendongeng, penulis buku cerita anak-anak