Segala macam sepeda motor uzur kembali melaju berkat servis Mamang Cepot yang moncer. Montir yang ramah itu tak mentang-mentang dengan mengenakan tarif selangit. Ia terus mengingat pesan ayahnya untuk menebarkan manfaat.
Oleh
DWI BAYU RADIUS
·5 menit baca
Aep Saepudin (48) mereparasi sepeda motor matik di bengkelnya yang sempit. Bangunan dengan panjang 3 meter dan lebar 2 meter itu lebih mirip kios, tetapi dengan perkakas yang amburadul. Spanduk dengan tulisan nyeleneh, Mamang Rock N Roll Motor, dipasang di rangka kayu bagian depan.
”Panggil saya Mamang Cepot saja. Maklum, asal Ciamis (Jawa Barat),” ujar montir bercelana sport pendek dan kaus usang itu seraya tersenyum, Selasa (9/3/2021). Di bengkel yang berada di Kelurahan Pangkalan Jati, Kecamatan Cinere, Kota Depok, Jabar, tersebut, tang, obeng, dan kunci pas berserakan.
Dinding pun tak ketinggalan dijadikan cantelan untuk menggantung aneka kantong plastik dengan paku-paku. Lemari kaca, mesin pompa ban, dan pelek tampak acakadut hingga tak ayal menampakkan bengkel yang kumuh. Terlebih, bangunan itu berada di Jalan Madrasah yang hanya bisa dilewati satu mobil.
Sepeda motor yang lewat dengan bisingnya menyebarkan tak hanya polusi udara, tetapi juga suara. Mamang Cepot santai saja membongkar mesin. ”Sejak 2017, Mamang ngontrak bengkel ini. Kalau rumah, di Jalan Jatimurni. Sekitar 200 meter dari bengkel,” katanya.
Mamang Cepot tak perlu berlama-lama mengesankan lawan bicaranya jika ia senang mengobrol. Sikap supel sang mekanik itu ditunjukkan sejumlah warga yang hilir mudik seraya memanggilnya dengan ramah. Rentetan cerita lantas meluncur deras.
”Mamang pernah benerin Suzuki A100, Honda Super Cub, sama motor trail. Ada juga motor tahun 1969, 1956, sampai 1943,” katanya. Sepeda motor Inggris, seperti Birmingham Small Arms (BSA) dan Norton, pun sempat ia utak-atik. Mamang Cepot tak serta-merta pasang tarif selangit lantaran kepiawaiannya.
Berdasarkan pengamatan, biaya turun mesin sepeda motor kopling dengan merek asal Jepang yang diproduksi tahun 1997, umpamanya, hanya sekitar Rp 1,25 juta. Saat ditanyakan taksiran biaya untuk reparasi yang sama di bengkel resmi, jumlahnya sekitar Rp 3 juta.
Kebersahajaan teknisi tersebut juga diungkapkan Soleh Solihun (41). Mamang Cepot mengenal komedian, aktor, dan penulis itu. ”Saya rutin servis Honda GL Pro sama Mamang. Enggak mentang-mentang tahu (mengenal) saya, lalu tarifnya jadi melejit. Kalau onderdil dilihat masih bagus, ya pakai saja terus,” ujarnya.
Ia mengamati beberapa pelanggan yang sedianya harus menghabiskan jutaan rupiah di bengkel ternama, tetapi cukup mengeluarkan beberapa ratus ribu rupiah berkat sentuhan Mamang Cepot. Sepeda motor Soleh yang diproduksi tahun 1995 itu pun masih bandel.
Tak pelak, sebagian besar pengemudi yang mendatangi Mamang Rock N Roll Motor memang membawa sepeda motor lawas. Keluaran baru, jangan pula ditanya. Ia turut menimba pengalaman di bengkel resmi yang berjarak sekitar 500 meter dari rumahnya selama tujuh bulan.
Debut mengakrabi mesin-mesin dijalani dengan belajar dari sang ayah. Mamang Cepot mempunyai tiga saudara dan semuanya menekuni perbengkelan. Semasa remaja, ia jarang bermain dengan teman-temannya karena membantu memperbaiki kendaraan bermotor seusai sekolah.
”Tuh, kata Babe, benerin motor. Ganti oli saja dulu. Mobil yang diengkol juga Mamang perhatikan cara benerin-nya” katanya. Saat liburan sekolah, ia malah ikut bekerja dengan kakaknya di Blok A, Jakarta. Di toko suku cadang sepeda motor itu, pemiliknya malah kagum menyaksikan semangat Mamang Cepot.
”Kakak memang biayain sekolah Mamang. Ibu bilang, itu teman-teman berenang. Mamang malah pengin nambah keahlian,” ujarnya. Saat itu, Mamang Cepot sudah berpikir jika bisa memahami seluk-beluk segala macam sepeda motor, ia tak perlu ngoyo mencari uang.
”Justru uang yang cari kita. Babe juga pesan jangan pilih-pilih motor. Maunya motor baru, tetapi yang butut enggak diterima,” ucapnya. Mamang Cepot hijrah ke Jakarta pada 1992. Selama menyervis sepeda motor, ia selalu menunjukkan onderdil yang rusak dan menjelaskan perbaikannya.
”Mesin dibongkar, Mamang perlihatkan. Biayanya segini buat apa saja. Seharusnya di bengkel resmi begitu, tapi pemilik motor cuma dikasih minum terus nonton TV,” katanya. Ia pun akhirnya berhenti kerja di bengkel yang mewajibkannya mengenakan baju montir karena merasa sesak.
Mamang Cepot kemudian membuka bengkel kecil. Ia meyakini, konsumen jika sudah fanatik dengan montir andalannya, tak berpatokan pada bengkel. ”Bengkelnya di kebun dekat rumah kosong. Malah, nyempil. Enggak kelihatan dari jalan. Alhamdulillah, rezeki tetap datang,” ujarnya.
Sejumlah pelanggan setia menanyakan keberadaan Mamang Cepot dan menghampirinya. Sepeda motor yang awalnya rewel setelah ia tangani bisa dipakai pemiliknya bepergian, antara lain, ke Pangandaran di Jabar, Anyer di Banten, hingga Yogyakarta.
Ia bersyukur bengkelnya tak pernah sepi. Setiap hari, Mamang Rock N Roll Motor rata-rata didatangi tujuh pemilik sepeda motor. Mamang Cepot hanya mempekerjakan satu montir dan sesekali dibantu anaknya. Beberapa klub sepeda motor bahkan menawarkan tur.
”Ada grup di Kebayoran Lama (Jakarta). Anggotanya 28 orang dengan 24 motor. Mamang benerin motornya kalau konvoi. Gratis. Sediakan saja onderdilnya,” ucapnya. Ia bak MacGyver, tokoh serial televisi serba bisa yang mumpuni memanfaatkan rongsokan sekalipun untuk memecahkan masalah.
”Mamang mah, ya, pernah ngegulungin onderdil pakai benang. Kata Mamang, action (aksi) doang. Mamang lem terus pasang,” ujarnya. Padahal, ia sedang membetulkan suku cadang tersebut. Betapa terkejutnya pengemudi saat sepeda motornya bisa melaju lagi.
”Mamang juga bikin kunci-kunci sendiri. Ini ngambil aplikasi dari as roda belakang Honda Tiger,” ujarnya sambil menunjukkan pembuka baut. Harga kunci itu sekitar Rp 200.000, tetapi Mamang Cepot bisa mengakalinya. Ia membeli as seharga Rp 20.000 lalu mengelasnya dengan tarif Rp 15.000.
”Kalau kata pemilik motor, di depan ada apa, pasti kebuka saja jalannya. Akal-akalan gitu. Ada yang kasih julukan ’Manusia Motor’ buat Mamang,” ujarnya. Ia tak pernah melupakan pesan ayahnya untuk mengamalkan ilmu agar semakin maju. Mamang Cepot diamanatkan untuk memberikan manfaat laksana air.
”Kalau motor dibenerin, ada garansi dan Mamang telepon buat tanya kondisinya. Sampai konsumen heran, sudah ditelepon, digaransi,” katanya sembari tersenyum. Adab pun diperhatikan. Bila mengantar sepeda motor, tetapi hanya istri pemiliknya yang berada di rumah, Mamang Cepot menunggu di luar saja.
”Mamang juga pernah diajak buka bengkel di Cinere. Tentu, Mamang jadi mekanik, tapi sekalian nyatet barang masuk dan keluar,” ujarnya. Saat bengkel semakin ramai, ia dan pemilik lain ternyata tak sepaham. Suatu kali setelah libur, umpamanya, Mamang Cepot mendapati mekanik lain.
Penambahan karyawan tersebut tak diinformasikan. Mereka bahkan tak sejalan hingga teknisi baru itu meminta dirinya dan Mamang Cepot bekerja sendiri-sendiri. ”Waktu saya tanya kepada pemilik satunya lagi, katanya, ini bengkel gue. Terserah gue dong,” katanya sehingga ia mengundurkan diri.