Nurirwansyah Putra, Berbagi Darah Berbagi Kehidupan
"Kami tidak tahu bagaimana cara masuk surga, tetapi dengan berbagi darah setidaknya kami punya cara untuk menyalurkan kebaikan," kata Nurirwansyah, Ketua Komunitas Donor Relawan Sumsel dan Himpunan Darah Apheresis.
Geram melihat praktik percaloan darah di Palembang, Nurirwansyah Putra terdorong untuk membentuk komunitas penderma darah. Lewat komunitas itu, mereka mendermakan darah demi menyelamatkan banyak pasien yang sangat membutuhkan.
Ide membentuk komunitas donor darah bermula ketika Nurirwansyah (28) melihat Ilham, bayi berusia 4 bulan penderita hidrosefalus, tergolek lemah di RSUP Dr Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, Sumatera Selatan pada 2012. Saat itu, Ilham membutuhkan darah AB untuk memperpanjang hidupnya.
Pria yang disapa Nur ini ingin sekali menolong bayi tersebut namun tidak bisa karena golongan darahnya, B. Nur pun menggerakkan teman-temannya untuk mencari donor yang tepat.
Hasilnya, ada seseorang yang bisa mendonorkan darahnya. Sayang, darah yang diberikan sang donor kepada Ilham, tidak bisa menyelamatkan nyawa bayi mungil itu.
Selain Ilham, ternyata banyak pasien lain yang kesulitan mendapatkan darah. Stok darah bahkan semakin langka di masa pandemi Covid-19 lantaran aktivitas mendonorkan darah terganggu.
“Memang (bagaimanapun situasinya) stok darah di Palang Merah Indonesia (PMI) tidak akan pernah sebanding dengan kebutuhan,” ucap Nur, Jumat (29/1/2021).
Agar ketersediaan darah di PMI terjaga, Nur berinisiatif mendirikan komunitas penderma darah bernama Relawan Sumsel dan Himpunan Darah Apheresis pada 2012. Sejauh ini, lewat komunitas ini lebih dari 1.000 orang yang telah mendermakan darah merah mereka dan sekitar 153 orang yang mendermakan trombosit (apheresis).
Trombosit sangat dibutuhkan bagi mereka yang menderita penyakit kanker darah dan beragam kanker lainnya.
Di masa pandemi, banyak pula pasien Covid-19 yang memerlukan terapi plasma konvalensen. Nah, anggota komunitas yang pernah terinfeksi Covid-19 dan telah dinyatakan sembuh, didorong untuk mendonorkan plasma darahnya.
Melawan calo darah
Di tengah minimnya stok darah di Palembang, kata Nur, ternyata ada orang yang tega meraih keuntungan lewat praktik jual beli darah. Untuk satu kantung darah merah, para calo darah mematok harga Rp 400.000, sementara satu kantong trombosit Rp 2,5 juta.
Praktik ini dilakukan secara terselubung. Ketika melihat ada orang yang kebingungan mencari darah, para calo darah mendekati mereka dan menawarkan jasa. “Ini sudah keterlaluan,” ujar Nur kesal.
Nur berusaha melawan praktik tersebut. Hampir setiap hari ia nongkrong di PMI. Begitu melihat ada orang yang kebingungan karena tidak berhasil mendapatkan darah untuk pasien, Nur segera menghampiri mereka dan mengatakan, “Kami ada donor dan ini gratis.”
Memang tidak gampang mencari donor. Yang paling sulit adalah mencari donor untuk golongan darah AB negatif. Biasanya, golongan darah itu hanya dimiliki oleh orang “blasteran”.
Aksi Nur melawan praktik jual beli darah, tentu membuat para calo tidak senang. Mereka memperlihatkan ketidaksenangan dengan mengintimidasi Nur. “Saya pernah diancam akan dipukul. Ban motor saya beberapa kali digembosi,” tutur Nur yang mengaku tidak gentar dengan intimidasi mereka.
Namun, ada hal yang menggusarkan Nur daripada diintimidasi para calo. Ia yang berusaha memerangi praktik jual beli darah, justru sempat dituduh sebagai bagian dari kelompok calo darah. “Tuduhan itu membuat saya kecewa, tapi bukan penghalang bagi saya untuk terus berbuat baik," ujar Nur.
Nur Darah
Nur mulai aktif mendonorkan darahnya sejak 2012. Apabila ada pasien membutuhkan darah dan golongan darahnya sama dengan golongan darah Nur, ia dengan senang hati mendermakan darahnya. Jika golongan darah lain yang dibutuhkan, ia segera mencarikan donor yang cocok dengan pasien.
Selama kurang lebih delapan tahun, Nur telah mendermakan darahnya lebih dari 100 kali. Beberapa di antaranya mendonorkan trombosit. "Kegemarannya” mendermakan darah meninggalkan jejak di tangan kanannya berupa keloid di bekas tusukan jarum. Beberapa kali tusukan jarum juga membuat tangannya memar.
Lantaran terlalu sering mendonorkan darah, suatu hari ia pernah terkapar di rumah sakit selama seminggu. Saat itu, ia tidak memperhatikan jangka waktu pendonoran. Sejak itu, ia menaati aturan donor darah yakni dua bulan sekali.
Sebagai penderma darah, Nur cukup populer di lingkungan RSMH Palembang. Ia sempat mendapat julukan "Nur Darah". “Kalau ada yang membutuhkan darah, mereka (pasien atau pihak rumah sakit) pasti langsung menghubungi saya. Syukur ada saja donor yang dengan sukarela mendonorkan darahnya,” ucap Nur.
Sebenarnya, lanjut Nur, tusukan jarum menembus kulit saat mendonorkan darah membuatnya kesakitan. Apalagi untuk donor apheresis, jarum suntiknya lebih besar dari donor darah biasa, seperti sedotan minuman ringan.
“Kalau disuntik saya tidak pernah melihat jarumnya. Itu yang membuat saya berani disuntik,” kata Nur.
Tidak ada yang lebih sakit dibandingkan saat saya melihat mereka yang terkapar membutuhkan darah tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa
Walau sakit, ia tetap bertekad terus menjadi donor. Rasa sakit yang ia rasakan, menurutnya, tidak sebanding dengan penderitaan mereka yang sakit parah. “Tidak ada yang lebih sakit dibandingkan saat saya melihat mereka yang terkapar membutuhkan darah tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar ayah satu anak ini.
Nur sangat bersyukur bisa membentuk komunitas yang di dalamnya banyak sekali orang-orang yang ikhlas berderma pada orang lain. Ia bercerita, ada seorang anggota komunitasnya yang rela menempuh jarak sekitar 98 kilometer dari Pulau Rimau, Kabupaten Banyuasin ke Palembang, untuk mendonorkan darahnya bagi penderita kanker.
“Bayangkan, dia mengeluarkan uang Rp 500.000 untuk bisa mendonorkan darah bagi orang lain yang tidak dia kenal,” tambahnya.
Sebagian besar donor di komunitas Relawan Sumsel dan Himpunan Darah Apheresis adalah orang-orang yang ingin bergerak demi kemanusiaan. Sebagian lagi adalah orang-orang yang pernah dibantu Nur saat mereka membutuhkan darah.
Kami tidak tahu bagaimana cara masuk surga, tetapi dengan berbagi darah setidaknya kami punya cara untuk menyalurkan kebaikan
Mendonorkan darah bagi anggota komunitas diposisikan sebagai salah satu cara untuk berbagi kepada sesama. “Kami tidak tahu bagaimana cara masuk surga, tetapi dengan berbagi darah setidaknya kami punya cara untuk menyalurkan kebaikan,” tuturnya.
Dari aktivitas mulia itu, lanjut Nur, ia semakin sadar bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri di muka bumi. Bagaimana pun manusia bergantung pada manusia lainnya.
Memang tidak ada dampak langsung yang Nur peroleh dari berbagi darah. Namun, ia merasa sejak menjadi donor darah, berkah tidak pernah berhenti tercurah kepadanya. Bahkan usaha event organizer yang dia jalani sekarang, berasal dari orang yang ia kenal di dalam komunitas.
“Kami tidak mengambil keuntungan dari mendonorkan darah tetapi ada saja rezeki yang mengalir dari tempat yang lain,” ucapnya bersyukur.
Karena itu, ucap Nur dirinya tidak pernah lelah untuk mengajak orang agar mau menjadi penderma darah. Tujuannya agar misi mulia untuk membantu sesama bisa terus berjalan. “Dulu, saya mencari donor dari kalangan mahasiswa, sekarang donor datang dari beragam profesi dan pekerjaan,” ujar Nur.
Sampai sekarang, Nur sangat aktif mengajak orang menjadi donor. Kepada setiap orang yang bertemu, termasuk wartawan Kompas yang mewawancarainya, ia melontarkan tawaran, “Mas juga mau donor?”
Nurirwansyah Putra
Lahir: Palembang, 19 Juni 1992
Istri: Aprilia
Anak: Nur Bahira Alula Rizky
Pendidikan:
- SD Negeri 236 Palembang
- SMP Negeri 9 Palembang:
- SMA Negeri 6 Palembang
Aktivitas sosial:
- Ketua Komunitas Donor Relawan Sumsel dan Himpunan Darah Apheresis
- Donor darah
Pekerjaan: wirausahawan Event Organizer Endless Creative Production