Abah Dindin, Mendaur Ulang Potensi Anak Jalanan
Abah Dindin sadar anak jalanan menyimpan banyak potensi terpendam. Ia menggali potensi mereka dan mendorong mereka untuk menggali potensi orang lain.
Dindin Komarudin (48) tahu anak jalanan memiliki potensi lebih dari sekadar berkeliaran di jalan. Abah Dindin, panggilan akrab laki-laki asal Bandung ini, tergerak ingin membantu mengembangkan kreativitas dan meningkatkan taraf hidup mereka. Lewat Yayasan Kumala, anak jalanan mendapat keterampilan untuk mendaur ulang kertas.
Alasan Abah Dindin untuk membantu mereka bersifat personal. Tahun 2000, seusai bekerja di kapal keruk, Abah Dindin berangkat ke Jakarta mencari pekerjaan baru. Ia mampir di rumah singgah anak jalanan di kawasan Pondok Kopi dan Pademangan, Jakarta. Abah Dindin kaget karena mereka tak segan membagi makanan ketika dirinya kehabisan uang.
Sejak pertemuan itu, Abah Dindin terus bergaul dengan mereka. Dari situ, ia melihat anak jalanan punya banyak potensi terpendam. Mereka bisa menyanyi, melukis, memainkan alat musik, mengarang puisi, dan membuat prakarya dari sampah. Sayangnya, bakat itu tidak dipoles.
Pada 2001, Abah Dindin mulai bekerja sebagai pekerja sosial di Jakarta. Pada 2003, ia pindah ke Yayasan Setia Kawan Raharja (Sekar) di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di bawah yayasan ini, Abah Dindin bersama anak jalanan mencoba membuat kertas daur ulang dengan peralatan dan pengetahuan seadanya.
“Kami semakin lama makin tertarik dengan apa yang kami lakukan, walaupun tidak ada pasar langsung. Anak-anak pada senang karena semua karya, baik yang bagus atau jelek, selalu saya pajang,” kata Abah Dindin, Kamis (14/1/2021).
Niat untuk fokus membuat kertas daur ulang semakin kuat. Setelah melalui berbagai pelatihan dan pendampingan, kualitas produk kertas daur ulang mereka membaik. Pada 2004, yayasan tersebut berkolaborasi dengan Japan International Cooperation Agency (JICA). Mereka kemudian sempat menjadi menjadi pemasok bagi sebuah perusahaan kertas di Bandung.
Abah Dindin saat itu telah menjabat sebagai Ketua Yayasan Sekar selama 2004-2006. Namun, Abah Dindin kemudian keluar dari Yayasan Sekar. Bersama anak jalanan, mereka melanjutkan produksi kertas daur ulang dan aktif dalam kegiatan sosial. Salah satunya adalah dengan mengikuti kegiatan pemberdayaan pemuda jalanan bersama Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Abah Dindin akhirnya mendirikan Yayasan Kreatif Usaha Mandiri Alami atau Yayasan Kumala secara resmi pada Desember 2008. Roh yayasan ini adalah memberdayakan kaum marjinal, khususnya anak jalanan, lewat kegiatan pembuatan kertas daur ulang, barang kerajinan tangan, dan bank sampah. Yayasan ini terletak di Jalan Budi Jaya No. 44, Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Kiprah Yayasan Kumala semakin berkibar beberapa tahun kemudian. Pada 2011, Abah Dindin bertemu dengan seorang pejabat dari PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) dalam sebuah acara radio. Dari situlah kolaborasi jangka panjang antara Yayasan Kumala sebagai mitra binaan PHE ONWJ berjalan.
Yayasan Kumala sering mendapat kiriman limbah kertas dan palet kayu sebagai bahan dan alat membuat kertas daur ulang. Lama kelamaan, kerja sama kedua pihak meluas hingga pemesanan tas kertas di beberapa kegiatan.
Lihat: Abah Dindin Pendaur Ulang Asa Kaum Marginal
Para anak jalanan juga diajak menjadi trainer tentang pemanfaatan sampah kertas dan organik bagi masyarakat di seluruh Indonesia, termasuk kaum difabel di Cileunyi, Jawa Barat. Menjadikan anak jalanan sebagai trainer ini merupakan bagian dari program 5R++, yaitu reduce, reuse, recycle, resale, dan reshare.
"Kami mendorong agar anak jalanan ini tidak menjadi objek, tetapi subjek. Mereka belajar tanggung jawab dan harus membagikan ulang pengetahuan yang sudah mereka peroleh kepada orang lain. Ini selalu berputar,” ujar Abah Dindin.
Selain kegiatan mendaur ulang kertas, Yayasan Kumala turut berkolaborasi dengan PHE ONWJ lewat program bank sampah. Program ini memberdayakan beberapa komunitas pemulung yang ada di Jakarta Utara. Sejauh ini, mereka sudah bekerja sama dengan sekitar 180 pemulung.
Kerja sama dengan Yayasan Kumala ikut membawa nilai positif bagi citra PHE ONWJ di bidang lingkungan. Selain Pertamina, Yayasan Kumala juga pernah bermitra dengan sejumlah perusahaan, antara lain Chevron, Freeport, Telkomsel, Live Mana, dan beberapa bank.
Rumah kreasi
Yayasan Kumala sejatinya lebih dari sekadar rumah singgah. Yayasan ini bukan hanya untuk menampung anak jalanan untuk kemudian ditinggal pergi. Abah Dindin menyatakan, Yayasan Kumala adalah rumah kreasi.
Namun, perjalanan komunitas mereka bukan tanpa tantangan. Mereka dulu kerap dituduh mencuri apabila ada barang yang hilang di lingkungan sekitar rumah singgah berada. Rumah mereka sering digeledah warga. Jenuh dengan tuduhan itu, anak-anak jalanan mendesak Abah Dindin agar mengubah komunitas itu menjadi yayasan pada 2008. Itulah asal mula lahirnya Yayasan Kumala.
Abah Dindin menerapkan sejumlah strategi agar keberadaan yayasan ini bisa diterima baik pada awal berdiri. Dirinya sengaja menamai yayasan ini sama dengan nama istrinya supaya direstui. Untuk memperbaiki citra mereka di mata warga sekitar, Abah Dindin kerap mengajak anak-anak jalanan bekerja bakti.
Stigma anak jalanan pun mulai membaik di mata masyarakat. Warga daerah Tanjung Priok juga mulai membuka diri kepada mereka sekitar, meskipun membutuhkan waktu dua tahun setelah yayasan berdiri. Belakangan, warga mulai datang memberikan makanan ke yayasan.
Abah Dindin selalu menerima anak jalanan yang ingin berubah. Istilah anak jalanan tidak merujuk pada rentang usia tertentu, tetapi kepada orang yang tinggal di jalanan. Pada 2017, atas permintaan perusahaan mitra, Abah Dindin mulai menghitung jumlah kisarannya anak yang pernah terangkul dalam program yayasan.
Abah Dindin mencatat, sudah 98 anak jalanan yang berkarya dan menjadi peltih (trainer) di Yayasan Kumala. Jumlah ini hanya sebagian kecil dari anggota yang bersedia dicatat. Mereka berasal dari berbagai daerah, seperti wilayah Jawa, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, hingga Papua. Puluhan anak jalanan ini telah melatih sekitar 13.000 peserta mengenai pengolahan sampah di seluruh Indonesia.
Saat ini, Yayasan Kumala tercatat memiliki 10 anggota aktif yang digaji bulanan atau per shift. Para anggota ini aktif memproduksi dan memberi pelatihan mengenai cara membuat kertas daur ulang. Dalam sehari, mereka bisa memproduksi 400-500 lembar kertas ukuran A4.
Anak-anak jalanan yang mengikuti kegiatan daur ulang kertas kebanyakan berhenti turun ke jalan. Padahal, mereka bisa mendapatkan Rp 100.000-Rp 150.000 sehari dari hasil mengamen. Sedangkan pendapatan bersih dari membuat kertas daur ulang bisa mulai dari Rp 30.000 ke atas di luar uang makan, tempat tinggal, dan pendapatan sebagai trainer.
“Itu pernah menjadi pertanyaan besar buat saya kenapa mereka memilih tinggal. Mereka bilang kalau mereka juga butuh rasa kenyamanan dan penghargaan. Mereka bangga karena merasa diterima dan dimanusiakan lewat kegiatan ini, seperti punya keluarga,” kata Abah Dindin.
Dindin Komarudin
Lahir: Bandung, 20 Desember 1972
Istri: Linda Kumala
Anak:
- Reiki Atras Azharan Komarudin
- Cakrawala Nikkou Putrana Komarudin
- Nalika Buana Praya Komarudin
Pendidikan terakhir: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS)/Politeknik Kesejahteraan Sosial (Poltekesos) Bandung
Pekerjaan: Pekerja sosial dan Ketua Yayasan Kreatif Usaha Mandiri Alami (Kumala)
Penghargaan:
- Pemenang Favorit Pertamina Award 2016 Kategori Local Hero Pertamina Favorit Pilihan Netizen (2016)
- Pemenang III Pertamina Award 2016 Kategori Local Hero Pertamina Berdikari “Torehan Ilmu Untuk Hidup Baru Anak Jalanan Tanjung Priok” (2016)
- Juara 1 “Temu Karya Pemuda Tingkat Kodya Jakarta Utara” Suku Dinas Olahraga dan Pemuda Kodya Jakarta Utara (2008)