NIta Juniarti membantu akses anak-anak untuk menambah pengetahuannya dengan membaca buku. Dia mendirikan taman baca Sigupai Mambaco sejak tahun 2017.
Oleh
ZULKARNAINI
·5 menit baca
Nita Juniarti (28) tak kenal lelah membawa buku-buku ke desa terpencil untuk mengajak anak-anak mau membaca. Taman baca Sigupai Mambaco menjadi bukti cinta Nita pada kampung halamannya, Aceh Barat Daya.
Selesai kuliah S1 di Universitas Islam Negeri Ar Raniry Banda Aceh pada tahun 2015, Nita berpikir apa yang bisa dia berikan untuk tanah kelahiran di Kabupaten Aceh Barat Daya, Provinsi Aceh. Berbekal buku koleksi pribadi dan orangtua, dia membuka perpustakaan.
Gerakan itu diberi nama Sigupai Mambaco. Sigupai julukan untuk Aceh Barat Daya dan mambaco artinya membaca. Gerakan itu dimulai pada akhir 2017, dua tahun setelah dia selesai kuliah.
Kabupaten Aceh Barat Daya terletak di sebelah barat, sekitar 350 kilometer dari Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh. Saat masih menjadi menjadi mahasiswa, di sela-sela kesibukan kuliah, Nita aktif dalam banyak kegiatan sosial.
Niat membuka perpustakaan untuk warga di desanya sudah muncul saat dia masih kuliah. Nita aktif di beberapa komunitas literasi, salah satunya komunitas perpustakaan ransel. Dengan menggunakan ransel mereka membawa buku-buku ke pedesaan dan daerah terpencil.
Nita bersama para relawan di komunitas itu bekerja tanpa pamrih. Ada rasa bahagia setiap melihat anak-anak di kampung-kampung membaca buku. “Selama ini mereka tidak bisa mendapatkan buku bagus,” kata Nita kepada Kompas, Senin (11/1/2021).
Jiwa relawan semakin tumbuh saat Nita menjadi tim pengajar di program Indonesia Mengajar. Pada 2016, selama setahun, Nita dikirim ke Desa Luwuk Timur, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Di desa terpencil itu Nita mengajar di sekolah dasar dan menjadi wali kelas. Bukan hanya mengajar mata pelajaran, Nita juga kerap membakar semangat anak-anak di sana untuk berani bercita-cita tinggi.
Saat berada di Banggai, Nita bertemu dengan sepasang suami istri yang membuka perpustakaan di rumah. Ada satu ucapan mereka yang membekas di hati NIta. “Di tempat kami tidak ada sarjana, kami ingin anak-anak di sini pintar,” ujar Nita mengulang ucapan itu.
Nita malu, sebagai seorang sarjana dia merasa belum berbuat apa-apa untuk tanah kelahiran. “Saat itu saya bertekad apa yang saya lakukan di Banda Aceh dan Banggai harus saya bawa pulang ke Aceh Barat Daya,” kata Nita.
Akhir Desember 2017, Nita memulai gerakan Sigupai Mambaco. Setiap akhir pekan dia membawa buku menggunakan sepeda motor ke Pantai Ujung Serangga, di Kota Blang Pidie, Aceh Barat Daya. Buku-buku digelar di atas tikar plastik.
Jumlah buku yang bisa dibawa pakai motor tidak banyak, hanya sekitar 100 buku. Koleksi buku Nita juga masih sedikit, hanya 400 judul. Itu pun lebih banyak bacaan untuk orang dewasa.
Perpustakaan digelar di tepi pantai. Akhir pekan banyak pengunjung menikmati indahnya laut. Para pengunjung pantai bisa membaca buku sambil menikmati kuliner.
Sementara pada program perpustakaan keliling, lokasi baca buku digelar di mana saja yang layak seperti halaman musholla atau di lapangan bola. Perpustakaan terbuka membuat anak-anak lebih merasa bebas.
Awal-awal membuka perpustaan lapangan tidak ada pengunjung. Tidak sedikit yang mencibir gerakannya. Selama tiga bulan, tidak ada pengunjung. Banyak orang mengira dia menjual buku bekas. Nita nyaris menyerah, tetapi keluarga dan teman-temannya menyemangati dirinya.
Sebagai bentuk dukungan, sesekali sang ayah dan adiknya yang mengantar buku ke lapangan. “Keluarga adalah orang pertama yang mendukung mimpi saya ini,” ujar Nita.
Lambat laun pengunjung semakin ramai. Aktivitas Sigupai Mambaco diunggah ke media sosial. Banyak orang yang menyumbang buku dan menawarkan dirinya menjadi sukarelawan Kini jumlah buku yang mereka punya mencapai 1.000 judul dan jumlah sukarelawan 30 orang.
Pada 2018, Sigupai Mambaco mendapatkan bantuan gerobak, buku, dan rak dari Astra Asuransi. Dengan menggunakan gerobak becak motor mereka keliling ke kampung-kampung. Jumlah buku yang bisa dibawa semakin banyak. Kegiatan ini diberi nama bukling atau buku keliling.
Melihat minat baca anak-anak di sana mulai tumbuh, Nita menyulap satu sudut rumah untuk perpustakaan. Dia ingin anak-anak di kampungnya bisa kapan saja membaca tanpa harus menunggu akhir pekan.
Dalam sebulan jumlah pembaca di perpustakaan Sigupai Mambaco mencapai 150 orang dengan jumlah buku yang dipinjam mencapai 300 buku. Di Sigupai Mambaco juga diisi dengan kegiatan lain, seperti kelas menulis, diskusi buku, konservasi, dan daur ulang sampah.
Nita sangat beruntung, keluarga mendukung penuh. Ibu, ayah, dan adiknya ganti-gantian menjaga perpustakaan di rumah. “Tempatnya masih sempit, saya ingin bangun lebih bagus, tetapi tidak ada biaya,” kata Nita.
Semua perlengkapan dibeli menggunakan uang pribadi. Nita juga kerap berburu buku dengan mengikuti kompetisi yang berhadiah buku. Saat ini, Nita sedang tidak bekerja, sehingga tidak punya penghasilan tetap. Dia mengajak masyarakat ikut terlibat membangun gerakan Sigupai Mambaco.
Nita menginginkan Sigupai Mambaco menjadi pintu bagi anak-anak di Aceh Barat Daya untuk melihat dunia luas. Bagi Nita membaca bukan sekadar untuk menambah pengetahuan, namun juga menyemai harapan.
Nita Juniarti
Lahir : Aceh Barat Daya, 9 Juni 1993
Pendidikan
- SD Negeri 1 Rawa, Susoh, Aceh Barat Daya (2005)
- MTsN Unggul Susoh (2008)
- SMA Harapan Persada (2011)
- S-1 Sejarah Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry, Banda Aceh (2015)
Pekerjaan:
- Koordinator Sigupai Mambaco (2017-sekarang)
Penghargaan : Perempuan Inspiratif Peringkat 3 Tingkat Provinsi Aceh 2020.