Li Lanjuan Pengabdian Sang Dokter
Ahli epidemiologi Li Lanjuan menjadi sosok penting dalam karantina total Wuhan, Hubei, China untuk mencegah penyebaran virus SARS COV-2.
Ahli Epidemiologis Profesor Li Lanjuan (73) menjadi salah satu tokoh penting bagi China saat melawan pandemi corona tahun 2020. Usulannya untuk karantina total di Wuhan bisa menyelamatkan warga dunia. Pekan lalu, dia masuk daftar 10 orang yang menentukan perkembangan sains pada 2020 versi Nature, jurnal ilmiah ternama dunia dari Inggris.
Profesor Li Lanjuan tiba di Wuhan pada Januari saat kasus Covid-19 semakin merebak. Dia tinggal di Wuhan selama beberapa bulan hingga penyebaran virus SARS CoV-2 bisa dikendalikan. Pemerintah China memberikan penghargaan kepada Li atas kepemimpinannya dalam pertempuran melawan virus korona.
Majalah Nature menyebutkan, Li merupakan salah satu ilmuwan yang membuat penemuan luar biasa dan menarik perhatian dalam menyelesaikan masalah-masalah penting di dunia. Salah satu yang menjadi sorotan adalah negara China yang mengambil tindakan tegas dalam menghadapi pandemic Covid-19.
Pada 18 Januari 2020, pemerintah China mengirim para ahli, salah satunya Li, pergi ke Wuhan untuk mengukur wabah yang disebabkan virus korona. Li sebagai satu-satunya akademisi perempuan di bidang epidemiologi di China dan anggota panel ahli senior yang mewakili Komisi Kesehatan Nasional. Beberapa hari kemudian, ahli epidemiologi dari Universitas Zhejiang di Hangzhou ini meyerukan agar Wuhan, kota dengan populasi 11 juta penduduk, segera dikarantina total.
“Jika infeksinya terus menyebar, provinsi lain juga akan kehilangan kendali, seperti Wuhan. Ekonomi dan masyarakat China akan sangat menderita,” kata Li saat diawancara stasiun televise milik pemerintah China, pada 22 Januari 2020.
Tindakan Li menyerukan kuncitara Wuhan mendapat pujian banyak pihak. Dia dianggap melakukan tindakan tepat waktu untuk melawan virus korona baru dan memberikan kontribusi luar biasa untuk pengendalian efektif dari perluasan epidemi untuk menyelamatkan nyawa. Keputusan itu dinilai bisa menunda penyebaran penyakit hingga lima hari. Dengan demikian, bisa memberikan waktu bagi seluruh negara untuk bersiap-siap menghadapi virus korona.
Mengunci kota berpenduduk 11 juta orang untuk menghentikan penyebaran infeksi adalah unik, kata Ben Cowling, ahli epidemiologi di Universitas Hong Kong. “Saya tidak berpikir ada preseden untuk ini,” katanya.
Sebelumnya, tahun 2003, Direktur Departemen Kesehatan Zhejiang Li memerintahkan karantina untuk pasien yang terjangkit sindrom pernapasan akut parah (SARS). Keputusan kontroversial yang kemudian dianggap sebagai kunci menahan penyebaran virus.
Selama karantina, Li tinggal di Wuhan untuk membantu merawat orang-orang dengan Covid-19. Dia menjadi simbol dokter yang bekerja tanpa pamrih dengan mendukung negara dalam kondisi krisis. Seluruh waktunya dipakai untuk melayani pasien dan penelitian virus korona. Di media sosial, dia sering digambarkan dengan pakaian medisnya dan disebut “Nenek Li”.
Di Wuhan, Li bersama timnya mengajukan skema pengobatan “Four Antis and Two Balances" dan membawa tiga teknik utama yaitu hati buatan, mikroekologi, dan sel induk. Hal ini secara signifikan meningkatkan tingkat keberhasilan pengobatan pasien yang sakit kritis.
"Wuhan membutuhkan saya, jadi saya tinggal," kata Li. Kalimat sederhana itu diucapkan dengan keteguhan hati seorang dokter yang sangat menyentuh banyak orang.
Setelah meninggalkan Wuhan pada bulan Maret 2020, , Li, yang merupakan profesor di Fakultas Kedokteran Universitas Zhejiang dan anggota Chinese Academy of Engineering melanjutkan penelitiannya tentang virus korona, dengan merilis sebuah makalah pada bulan April tentang potensi berbagai jenis patogen.
Di Zhejiang, Li bersama rekan-rekannya mengambil resiko merawat pasien Covid-19 di rimah sakit Fakultas Kedokteran Universiyas Zhejiang. Setiap hari, dia berkeliling, memantau pasien yang terinfeksi virus korona baru dan mengadakan diskusi dengan para dokter.
Tanpa pamrih
Perjalanan Li menjadi dokter tidaklah mulus. Li lahir dari keluarga petani di Shaoxing, Provinsi Zhejiang. Semua kebutuhan keluarganya didukung oleh sang ibu yang menjual hasil pertanian, sedangkan ayahnya tidak bekerja karena sakit mata. Meski kondisi keluarga yang pas-pasan, Li tetap optimistis.
Li diterima di Sekolah Menengah Atas Hangzhou dan ketika lulus bekerja sebagai guru pengganti di sekolah menengah. Dia menerima upah kecil sebagai guru pengganti. Saat itu, Li melihat banyak warga usia lanjut yang sering nyeri di punggung bawah. Niatnya untuk menolong mereka membuat dia belajar akupuntur dan moksibusi di Provincial Hospital of Traditional Chinese Medicine.
Dengan berbekal ilmu yang didapatnya, Li memberikan pengobatan gratis pada penduduk desa. Lambat laun, dia dipanggil Dokter Li dengan pengobatan akunpunturnya yang terkenal. Tak peduli dalam situasi apa pun, Li selalu hadir untuk mengobati penduduk desat yang sakit. Bahkan, dia membantu seorang ibu yang melahirkan. Dia disebut sebagai dokter tanpa alas kaki.
Tahun 1970, melihat dedikasi Li untuk pengobatan di desa, dia direkomendasikan untuk belajar ke Universitas Kedokteran Zhejiang, yang kini menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Zhejiang. Tak mau menyia-yiakan kesempatan, Li berusaha keras belajar. Prestasi akademiknya selalu menjadi yang terbaik. Setelah lulus, dia ditugaskan bekerja di Departemen Penyakit Menular di Zhejiang University School of Medicine.
Sepuluh tahun kemudian, angka kematian akibat hepatitis di negara itu melonjak. Banyak anak muda yang terjangkit hepatitis sehingga menyebabkan gagal hati dan meninggal. “Keluarga pasien berlutut di hadapan saya, menangis, ‘Dokter Li selamatkan anak saya. Sebagai dokter, saya tak berdaya,” kata Li.
Peristiwa itu membuat Li bertekad menemukan terobosan baru dalam pengobatan hepatitis. Bersama timnya, dia mengajukan permohonan dana untuk penelitian membangun sistem pendukung hati buatan. Tahun 1986, hati buatan merupakan teknologi baru yang harus dipelahari. Selama masa penelitian, para peneliti terus berganti, hanya Li yang setia di ruang penelitian.
Akhirnya tahun 1996, Li Lanjuan dan timnya menciptakan sistem pendukung hati buatan yang unik dan efektif. Untuk teknologi hati buatan itu, Li mengajukan paten "Li\'s Artificial Liver System", sekaligus mengajarkannya kepada para rekan kerja. Dia mempromosikan ke lebih dari 300 rumah sakit di 30 provinsi. Semua dilakukannya tanpa pamrih.
Sejak 2001, dia mengadakan kelas promosi hati buatan setahun selali kepada banyak dokter secara gratis. Saat ini, lebih dari 600 ahli dan profesor dari Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan negara lain datang ke Zhejiang untuk kunjungan maupun belajar.
Li Lanjuan
Lahir: Shaoxing, Zhejiang, China, 13 September 1947
Karier :
- Akademisi Chinese Academy of Engineering
- Direktur Laboratorium Utama Negara untuk Diagnosa dan Pengobatan Penyakit Menular, China
- Pusat Kolaborasi Inovasi untuk Diagnosa dan Pengobatan Penyakit Menular, China
- National Clinical Research Center for Infectious Diseases
- Pendiri Shulan Health