Selama tujuh bulan terakhir, Nurmaya (40) tak pernah absen membagikan makanan gratis kepada warga terdampak pandemi Covid-19. Dia mengubah bagian depan kios tanaman hiasnya menjadi warung gratis bagi warga.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·5 menit baca
Selama tujuh bulan terakhir, Nurmaya (39) tak pernah absen membagikan makanan gratis kepada warga terdampak pandemi Covid-19. Setiap hari Jumat, penjual tanaman hias di Jalan Inspeksi Slipi, Kemanggisan, Palmerah, Jakarta Barat, ini, menyulap bagian depan kios tanamannya menjadi warung makan gratis.
Satu waktu, seorang pengemudi ojek daring pernah mampir ke warung makan gratis milik Nurmaya. Usai melahap makanannya, ia mendekati Nurmaya dan meminta izin untuk menjemput anak dan istrinya agar bisa ikut menikmati makanan di sana. Siang itu si pengemudi memang baru mendapatkan uang Rp 12.000.
Tanpa pikir panjang, Nurmaya langsung mengiyakan. Pengemudi ojek daring itu pun langsung menyalakan sepeda motor dan bergegas pulang menjemput anak dan istrinya. Di saat bersamaan tangis Nurmaya tak terbendung. Ia tak kuasa menahan haru.
Pengalaman itu hingga saat ini masih melekat dalam ingatan Nurmaya. Sekaligus menjadi alasannya untuk tak pernah berhenti bersedekah apapun alasannya. Ia percaya, segala kesulitan yang ia hadapi akan menemui jalan keluarnya dengan bersedekah.
"Saya percaya, ketika kita meninggal tidak akan membawa harta apapun. Dengan bersedekah, saya merasa semua kesulitan pasti diberikan jalan keluarnya. Makanya saya gak pernah berhenti," ungkapnya saat ditemui Rabu (9/12/2020).
Kondisi ekonomi Nurmaya di masa pandemi ini sebenarnya tidak lebih baik dari orang kebanyakan. Sebelumnya ia memiliki salon berukuran 3×5 meter persegi di daerah Kemandoran. Pandemi memaksa Nurmaya menutup salon karena pendapatannya anjlok.
Kini, Nurmaya hanya fokus mengurusi usaha tanaman hiasnya yang juga terdampak oleh pandemi. Setiap pagi, ia harus mendampingi putra keduanya belajar daring sehingga terpaksa membuka kios tanamannya lebih siang dari biasanya. Pendapatan otomatis berkurang.
Kondisi ini membuat putra pertama Nurmaya yang duduk di bangku SMP sempat menunggak biaya SPP selama tiga bulan. Nominalnya mencapai Rp 1,2 juta. SPP tersebut baru bisa terbayar setelah ada salah satu pengunjung yang memborong tanaman hiasnya hingga Rp 1 juta.
"Saya sampai gemeteran saat nerima uangnya. Langsung kebayang buat bayar SPP anak. Saya anggap sebagai keajaiban, karena terjadi setelah saya mulai berbagi," ungkapnya.
Setiap Jumat, lebih kurang ada sekitar 100 porsi makanan yang Nurmaya siapkan kepada para pelintas di Jalan Inspeksi Slipi sejak pukul 10.30. Warung dadakan itu juga tak pernah sepi karena Nurmaya tak malu turun ke jalan untuk mengajak para pengendara sepeda motor, pesepeda dan pejalan kaki mampir.
Mereka bebas mengambil nasi dan lauk yang dihidangkan pada sebuah etalase berukuran 1,5×1×0,5 meter. Lauk yang biasa disediakan antara lain orek tempe, mie goreng, tahu balado, ikan tongkol balado, usus kecap, aneka tumisan, gorengan hingga daging ayam.
Serba sederhana
Awalnya, Nurmaya membungkus makanan-makanan ini dan membagikannya satu persatu kepada para pelintas. Lama-kelamaan, bungkusan makanan ini ternyata menjadi rebutan. Beberapa orang bahkan mengambil lebih dari satu bungkus.
Dari situ, Nurmaya kemudian mengubah konsep sedekahnya dengan membuka warung makan gratis. Barang yang digunakan hanya seadanya. Kursi, misalnya, hasil meminjam dari tetangga. Meski antrean kerap mengular, setidaknya para pengunjung masih tertib menjaga jarak.
Aksi ini rupanya menyedot perhatian para tetangga dan orang lain yang melintas. Mereka kemudian tertarik ikut bersedekah dengan menitipkan uang atau bahan sembako kepada Nurmaya. Dari bantuan donatur inilah Nurmaya bisa menyediakan lauk yang variatif. Selama ini, Nurmaya juga dibantu oleh tiga kerabatnya untuk memasak dan menghidangkan makanan.
"Saya gak pernah ngitung (berapa pengeluaran untuk warung gratis), tapi kemungkinan setiap belanja ada Rp 500.000 yang saya keluarkan. Kalau ada bantuan dari warga berarti lauk yang dibeli lebih banyak. Bantuan yang pernah saya terima mulai dari Rp 10.000-Rp 200.000," ungkapnya.
Tiga bulan yang lalu, warung makan Nurmaya sempat tutup selama hampir dua bulan karena penularan Covid-19 kembali merebak. Warung makan ini baru dibuka kembali sekitar sebulan yang lalu.
Meski warungnya tutup, Nurmaya tetap aktif berbagi setiap hari Jumat. Ia membagikan makanan-makanan bungkusan kepada orang-orang di pinggir jalan sambil menaiki sepeda motor.
Berkat sang ayah
Aksi berbagi Nurmaya, terinspirasi dari sosok sang ayah yang telah meninggal sejak lima tahun lalu karena penyakit jantung. Lewat ajaran sang ayah inilah Nurmaya mengenal artinya berbagi kepada orang lain.
Bagi Nurmaya, sang ayah bukan hanya pandai berceramah, tapi juga memberi contoh. Ia masih ingat betul saat sedang pergi bersama ayahnya mengendarai sepeda motor. Di tengah perjalanan, ayahnya sempat berhenti dan mengambil uang dari sakunya.
Ia meminta Nurmaya untuk memberikan uang tersebut kepada orang-orang yang sedang membagikan makanan gratis seperti yang ia lakukan saat ini. Hal-hal kecil semacam itu selalu membuatnya terkagum dengan kedermawanan sang ayah.
Nurmaya sengaja memilih kios tanamannya sebagai lokasi warung makan gratis. Sebab, tempat ini selalu mengingatkannya kepada sosok almarhum sang ayah. Kios tanaman ini dulunya memang dikelola oleh ayahnya sebelum diteruskan oleh Nurmaya.
Di dalamnya, berdiri sebuah bangunan semi permanen yang terbuat dari papan kayu. Ukurannya hanya sekitar 3×4 meter. Disini, ayah Nurmaya sempat tinggal selama sebulan sebelum dirawat secara intensif di rumah sakit akibat penyakit jantungnya.
Saat itu rumah ayah dan ibunya yang berada di bantaran kali inspeksi Slipi ambruk akibat pembangunan tanggul. Kerusakan rumahnya mencapai 70 persen sehingga tak lagi layak untuk ditempati. "Di tempat ini ayah sakit jantung. Dia sangat tertekan karena rumahnya rusak pas dua bulan sebelum adik saya menikah," ungkapnya.
Aksi mulia Nurmaya juga tidak lolos dari cibiran. Salah satu kerabatnya pernah menyesalkan aksi bagi-bagi makanan yang Nurmaya lakukan. Ia menyarankan kepada Nurmaya untuk mengurusi dirinya sendiri yang sedang terpuruk ketimbang mengurusi orang lain.
"Keadaan kayak gini kok masih aja (bagi-bagi). Buat makan sendiri aja susah. Orang gak ada, sok-sok-an ada," ungkap Nurmaya menirukan kerabatnya.
Kesabaran Nurmaya untuk membendung cibiran itu akhirnya terjawab. Sekitar 3,5 bulan yang lalu, rumah sang ayah terpilih sebagai penerima program bedah rumah dari salah satu perusahaan jasa konstruksi. Rumah yang tadinya hancur itu akhirnya bisa ditempati kembali oleh sang ibu.
Bagi Nurmaya, hal ini dianggap sebagai berkah dari sedekah yang ia lakukan selama ini. Sekaligus menjawab cibiran-cibiran yang ia terima. Hal ini membuat tekad Nurmaya semakin bulat. Ia tak akan pernah berhenti berbagi dengan sesama.
Nurmaya
Lahir : Jakarta, 18 Februari 1981
Suami : Antonius Ekwan Susanto
Anak :
Firmansyah Haikal Luthfi
Muhammad Harfiansyah Luthfi
Haira Helen Luthfi
Pendidikan:
SDN 02 Kemanggisan Jakarta Barat
MTS Pesantren As Shahidiqiah Islamic Center Jakarta Barat