Istining Rahayu, Mendidik Murid Istimewa dari Magelang
Bagi Istining Rahayu, semua anak, bagaimanapun kondisinya, harus mendapatkan akses pendidikan. Ia bergerak mendirikan sekolah keterampilan bagi anak berkebutuhan khusus dan cacat dari keluarga miskin.
Istining Rahayu (48) punya mimpi, semua anak berkebutuhan khusus atau penyandang cacat punya kesempatan untuk menikmati pendidikan. Buat mereka, Isti membangun sekolah keterampilan agar mereka berdaya.
”Saya berharap anak-anak itu bisa menjadi pelaku atau pionir usaha. Mereka nantinya bisa mengajari dan menginspirasi penyandang cacat lainnya,” ujar Isti di Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Selasa (10/11/2020).
Isti mendirikan sekolah bernama Surya Bunda pada 2017 di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Ia merogoh uang dari kantong pribadinya hingga Rp 700 juta untuk membangun sekolah itu. Di awal pendirian sekolah, muridnya terdiri atas anak-anak berkebutuhan khusus, seperti anak dengan autisme dan down syndrome.
Sejak 2020, Isti melebarkan jangkauannya ke anak-anak dengan cacat fisik dan mental. Oleh karena itu, orientasi pendidikan ia arahkan pada keterampilan yang bisa digelar kapan saja. Di sela-sela deraan pandemi Covid-19, Isti sejak Juni lalu telah menggelar 10 kali pendidikan keterampilan dengan peserta masing-masing 20 orang.
Keterampilan utama yang diajarkan adalah membuat begel, komponen dari besi untuk menahan pergeseran balok cor atau kolom beton bertulang. Pendidikan keterampilan digelar di teras dan halaman samping sekolah.
Isti mengatakan, hampir semua murid Surya Bunda berasal dari keluarga tidak mampu. Oleh karena itu, Isti menggratiskan biaya pendidikan keterampilan yang menelan dana rata-rata Rp 5 juta sekali pelatihan. Dana itu ditutup dari uang pribadi Isti.
Alih-alih membayar, peserta didik dari keluarga tidak mampu justru bisa mencetak uang dari begel yang mereka buat. Biasanya begel produksi murid dipasarkan melalui empat toko bangunan milik Isti dan dua temannya. Sebagian uang hasil penjualan begel disimpan sebagai tabungan dan diserahkan kepada orangtua siswa.
Isti senang bisa mendanai kegiatan sekolah yang ia dirikan dengan dana pribadi tanpa melibatkan pihak, lain seperti pemerintah. ”Karena tidak berhubungan dengan siapa-siapa, saya tidak perlu membuat laporan pertanggungjawaban dana. Pertanggungjawaban saya cukup kepada Tuhan,” ujarnya.
Anak sendiri
Isti yang berprofesi sebagai pebisnis awalnya terdorong mendirikan sekolah bagi anak berkebutuhan khusus lantaran anaknya, Afandi Herman Jaya, menyandang autisme. Ketika sadar ada sesuatu yang berbeda dalam proses tumbuh kembang putranya, Isti dan suami berupaya mencari alternatif terapi dan sekolah untuk Afandi. Hal itu ia lakukan sejak Afandi berusia 1,5 tahun.
Dari pengalaman panjang itu, Isti dan suami tidak menemukan sekolah atau terapi yang cocok untuk putranya. Mereka pun gelisah. Makin gelisah lagi karena ia menemukan beberapa warga di sekitarnya memiliki persoalan yang sama. Punya anak berkebutuhan khusus, tetapi belum mendapatkan sekolah yang tepat bagi anak-anaknya.
”Akhirnya kami berpikir untuk mendirikan sekolah dan membuat kurikulum pendidikan sendiri,” ujarnya.
Sekolah yang ia inginkan mulai dibuka pada Agustus 2017. Awalnya, sekolah hanya memiliki lima murid dengan 11 guru. Ia menjalankan sekolah dengan kurikulum yang disiapkan Isti dari hasil bertanya dan berdiskusi dengan rekannya yang berprofesi sebagai guru sekolah luar biasa.
Namun, ketika diterapkan, proses pembelajaran gagal total. Murid-murid tidak betah berada di kelas dan selalu ingin keluar. Saat pelajaran menggambar, murid mematahkan semua krayon dan pensil warna. ”Para guru stres dan anak-anak tak kalah stres,” ujarnya.
Isti kemudian memutuskan menerapkan pendidikan dengan caranya sendiri. Ia memilih pendidikan keterampilan. Hal pertama yang terpikirkan adalah mengajarkan murid membuat begel. Sesekali, ia melibatkan pelaku UMKM untuk memberikan pendidikan keterampilan kepada para siswa.
Program pendidikan keterampilan ternyata bisa diterima dan dijalani oleh para murid berkebutuhan khusus. Meski begitu, tak mudah mengajari mereka. Kadang mereka sulit berkonsentrasi, ngambek, bahkan berkelahi dengan sesama murid. Sejumlah guru tidak tahan menangani anak-anak berkebutuhan khusus sehingga keluar satu per satu. Kini hanya ada tiga guru yang tersisa.
Seiring waktu, jumlah murid bertambah. Agar setiap program pendidikan keterampilan diikuti oleh peserta yang berbeda-beda, Isti menangani sendiri proses pendaftaran dan seleksi. Ia biasa menerima pendaftaran dan seleksi di toko bangunan Surya Jaya miliknya.
Ia menyeleksi murid dengan cara memperhatikan cara anak itu berinteraksi dengan lingkungan sekitar, termasuk caranya mengambil atau menggunakan benda-benda yang ada di toko bangunan. ”Saya mengamati dan meneliti, apakah kira-kira anak tersebut bisa kami tangani atau tidak,” ujar Isti.
Isti bersyukur, pendidikan yang diberikan ternyata berguna. Dari pengakuan para orangtua murid, anak-anak mereka mengalami perkembangan dan perubahan dalam perilaku. Jika sebelumnya sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain, kini sebagian besar anak bisa membuka diri dan menjalin relasi dengan teman-teman dan gurunya.
Pada 2020, Isti meluluskan 15 muridnya yang telah memiliki keterampilan. Meski begitu, aktivitas mereka di rumah tetap dipantau. Pada saat yang sama, Isti menerima lebih banyak orang dengan beragam cacat fisik sebagai murid. Pertimbangannya, agar anak berkebutuhan khusus yang sudah lebih dulu digarap Isti di sekolah itu bisa belajar berperilaku lebih tertib dari murid dengan cacat fisik.
”Sebaliknya, murid dengan cacat fisik juga bisa belajar keterampilan pada anak-anak berkebutuhan khusus yang mahir membuat produk tertentu,” ujarnya.
Isti berkeinginan agar nantinya semua murid memiliki bekal keterampilan untuk menjadi pelaku usaha. Dengan begitu, mereka bisa lebih berperan di tengah masyarakat. ”Kami berharap mereka nantinya bisa bersuara, berkiprah, dan mandiri,” katanya.
Istining Rahayu
Lahir: 1 April 1972
Suami: Nur Widhi Wijayatma (56)
Anak:
- Astrid Wijayanti (24)
- Afandi Herman Jaya (16)
- Adam Darmawan Jaya (15)
Pendidikan: D-3 Akademi Pariwisata Yogyakarta
Jabatan: Ketua Yayasan Swadaya Bunda