Yeni Sahnaz, Mengasah Anak Cerdas dan Berbakat Istimewa
Sejumlah anak yang dianggap bodoh dan aneh ternyata sangat cerdas dan punya bakat istimewa (”gifted”). Yeni Sahnaz yang memiliki anak istimewa berbagi pengetahuan bagaimana memberdayakan anak seperti itu.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
Tidak mudah menangani anak cerdas dan berbakat istimewa (gifted). Pasalnya, di lingkungan sekitar anak-anak ini sering kali dianggap aneh dan bodoh. Yeni Sahnaz merasakan pengalaman itu. Berangkat dari situ, ia mendirikan Komunitas Indonesia Peduli Anak Gifted (IPAG) agar bisa ditangani dengan baik.
Yeni mendirikan komunitas itu sejak 2012. Awalnya, komunitas itu menjadi ruang curahan hati para orangtua yang memiliki anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa. Seiring waktu, komunitas mulai memberdayakan mereka.
Perempuan berusia 58 tahun itu berkaca pada pengalaman pribadi saat mengasuh anak keduanya Satrio Wibowo atau biasa disapa Bowo. Anak bungsu itu sering sakit-sakitan, susah diatur, kritis, dan nilai akademisnya di bawah rata-rata. Di sekolah, ia dicap anak bodoh dan sering dihukum oleh guru. Ia juga kerap dirundung oleh teman-temannya.
Namun, Yeni melihat Bowo punya bakat istimewa. Tanpa diajari, ia bisa bertutur dalam bahasa Inggris seperti penutur aslinya. Yang mencengangkan, pada usia 12 tahun Bowo mampu menulis 450 lembar novel fiksi sains dalam bahasa Inggris. Padahal, ia tidak pernah diajari menulis cerita.
Bowo juga berbakat dalam menggambar. Sejak berusia 1,5 tahun, ia menggambar hampir sepanjang waktu. Imajinasinya seolah tak pernah berhenti. Ia sering susah tidur karena gelisah ingin menuangkan imajinasinya.
Ketika melihat Bowo enggak tidur sampai tengah malam, blingsatan terus, otaknya berpikir terus, saya jadi emosi.
”Ketika melihat Bowo enggak tidur sampai tengah malam, blingsatan terus, otaknya berpikir terus, saya jadi emosi. Kadang saya lepas kendali, tiba-tiba tangan saya sudah memukul Bowo. Kalau mengingat itu, saya menyesal karena saya tidak tahu cara menangani anak istimewa saat itu,” kata Yeni di Bogor, Jumat (9/10/2020).
Peristiwa itu mendorong Yeni mencari informasi agar bisa mendampingi Bowo dan mengembangkan semua bakat dan kecerdasan yang ia miliki. Sementara itu, lingkungan sekitar, termasuk sekolah, tetap belum percaya dengan keistimewaan Bowo.
Membuka kebuntuan
Tak mudah menemukan informasi yang tepat soal cara menangani anak cerdas dan berbakat istimewa. Setelah sekian lama mencari, tahun 2000-an Yeni menemukan tulisan Julia Maria Van Tiel, akademisi Indonesia yang tinggal di Belanda. Pemaparan Julia yang juga berjuang dengan anak istimewa membuka kebuntuan Yeni.
Ketika internet mulai merebak dan media sosial seperti Facebook hadir, Yeni sering membagi pengalamannya tentang cara menangani anak istimewa. Ia juga rajin menulis di blog Kompasiana. Dari sinilah dia mulai terhubung dengan banyak orangtua dengan anak istimewa di sejumlah daerah yang kebingungan dan putus asa.
Pengalaman Yeni yang dibagi secara terbuka seakan jadi oase bagi orangtua yang tak mengerti bagaimana memperlakukan anak istimewa yang dalam kenyataan sehari-hari justru dianggap bodoh. Bahkan, ada anak istimewa yang dianggap sakit jiwa sehingga dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
”Dari kisah yang diceritakan orangtua, saya merasa sedih, kok anak yang jadi korban. Saya jadi ingin berbagi tentang anak gifted. Saya mulai memanfaatkan pengalaman dan pengetahuan yang saya dapatkan dengan membuat grup di FB yang berkembang jadi Komunitas IPAG,” kata Yeni.
Yeni dengan sukarela melayani pertanyaan para orangtua yang sedang bingung. Sebagian ada yang menghubungi secara pribadi, bahkan sampai datang ke rumahnya. Yeni dengan penuh empati mendengarkan cerita mereka. Ada yang bercerita mereka hampir bercerai karena putus asa menangani anak istimewa.
Ada pula yang bercerita anaknya yang istimewa salah didiagnosis sehingga diberi obat dalam jangka panjang. Belum lagi cerita tentang anak istimewa yang jadi korban perundungan di sekolah dan lingkungan.
Bowo, putra Yeni, juga mengalami hal buruk. Karena itu, Yeni terpaksa mengeluarkan Bowo dari sekolah formal ketika ia SMP. Ia lantas mendidik Bowo dalam sistem pembelajaran di rumah (homeschooling). Kegigihan Yeni tak sia-sia, pada 2019 Bowo jadi sarjana bidang perfilman/penulisan skenario dari Institut Kesenian Jakarta.
Rata-rata para orangtua putus asa karena tidak mengerti bagaimana menghadapi anak yang ditolak di sekolah karena pencapaian akademiknya di bawah rata-rata. Sampai ada anak yang dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
”Rata-rata para orangtua putus asa karena tidak mengerti bagaimana menghadapi anak yang ditolak di sekolah karena pencapaian akademiknya di bawah rata-rata. Sampai ada anak yang dimasukkan ke rumah sakit jiwa,” kata Yeni.
Menurut Yeni, gejala anak istimewa memang samar. Kadang mereka tampak seperti penyandang autis, asperger, ADD, bipolar, dan lainnya. Karena itu, dokter kadang salah mendiagnosis sehingga merekomendasikan anak-anak itu untuk ikut terapi perilaku serta mengonsumsi obat-obatan. Akibatnya, potensi anak istimewa tidak terdeteksi.
”Saya meyakinkan pada orangtua untuk memberdayakan diri. Pengasuhan dan pendidikan kembali ke keluarga. Jadi saya berikan dukungan dan mengarahkan apa yang harus dilakukan,” tambah Yeni. Menurut dia, orangtua harus sabar, mengikuti perkembangan ilmu tentang anak-anak cerdas dan istimewa, dan berbagi di komunitas.
Yeni siap bertemu para orangtua dengan anak istimewa. Syaratnya mudah. Pertemuan dilakukan di sekitar Jabodetabek, dekat stasiun kereta. Dalam pertemuan seperti itu, ia akan memompa semangat orangtua, menjelaskan bahwa merawat anak seperti merawat tanaman, beda spesies beda penanganan.
”Saya tekankan, anak ibu atau bapak, mau menjadi apa pun bisa. Tapi yang datang kadang sudah loyo, putus asa, mau cerai karena suami-istri saling menyalahkan. Padahal ini karena ketidakpahaman keduanya,” ujar Yeni.
Yeni berpikir dukungan bagi anak istimewa tidak bisa sekadar kegiatan sosial. Perlu ada lembaga resmi yang fokus menangani anak istimewa. Ia datangi Kemendikbud dan meyakinkan perlunya mendirikan sekolah inklusi bagi anak cerdas dan istimewa. Ia juga datang ke Kementerian Kesehatan untuk memberi saran agar pengetahuan tentang bakat anak dipahami juga oleh tenaga kesehatan.
”Kalau ada penyandang dana, saya bermimpi mendirikan pusat informasi tentang bakat. Anak dengan kondisi apapun bisa dideteksi (bakatnya), bisa konseling untuk anak dan orangtua, selain membuat diagnosa,” ujarnya.
Yeni Sahnaz
Lahir: Rangkasbitung, 18 April 1962
Pendididikan:
- Yeni Sahnaz, Mengasah Anak Cerdas dan Berbakat Istimewa
- Diploma Perpustakaan & Informatika Institut Pertanian Bogor