Permainan Rupa Umbu LP Tanggela
Kanker kolon tak menyurutkan langkah pelukis yang juga desainer grafis Umbu LP Tanggela (64) untuk terus berkarya dan menebar energi positif.
Kanker kolon tak menyurutkan langkah pelukis yang juga desainer grafis Umbu LP Tanggela (64) untuk terus berkarya dan menebar energi positif. Harus menggunakan alat bantu kantong stoma setelah menjalani operasi pemotongan usus besar dan anus, proses berkarya sebagai seniman seni rupa memang tak lagi terasa sama.
Butuh trik yang disebut Umbu sebagai jurus khusus agar melukis tetap terasa nyaman. Posisi duduk, misalnya, tidak boleh menekuk agar tak menekan perut. Di bagian perutnya itu tergantung kantong stoma atau kantong plastik khusus penampung tinja. Sebagai ostomate atau orang yang memiliki stoma (lubang di perut untuk buang air besar), kantong stoma memang menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian Umbu.
Cukup sering bepergian dengan anggota Komunitas Seni Rupa Cibubur, Umbu terbiasa terlebih dulu mengganti kantong stoma dengan yang baru supaya tidak ada masalah kebocoran di jalan. ”Kalau saya minta mampir pompa bensin, pasti langsung berhenti. Mereka sudah mengerti. Saya sangat terbuka tentang penyakit saya, malah jadi bahan bercandaan,” ujar Umbu.
Umbu mendirikan Komunitas Seni Rupa Cibubur bersama seniman seni rupa Haris Purnomo dan Bambang Sudarto pada 2007. Komunitas ini menjadi wadah bagi belasan perupa untuk saling bersinergi dalam proses berkarya. Selain itu, juga menjadi wadah dialog bagi disiplin seni yang lain untuk berproses bersama hingga mempresentasikan karya.
Agar tetap leluasa menyapu kuas di kanvas, Umbu melukis dengan duduk di kursi kecil. Supaya perutnya tak tertekuk, lukisan sengaja diganjal dengan kardus sehingga mempermudah menorehkan warna di bagian terbawah dari kanvas. Untuk mengurangi rasa lelah, Umbu pun harus lebih sering memilih posisi berdiri.
Saat dihubungi pada Kamis (24/9/2020), Umbu sedang mempersiapkan bahan baku untuk melukis karya terbarunya. ”Menyediakan bahan baku dulu, lama-lama akan mengerucut, lalu saya olah. Semua direncanakan dari awal. Tidak improvisasi di tengah jalan. Disesuaikan juga dengan kondisi fisik. Lama tidak kontrol ke RS sejak pandemi,” kata Umbu.
Meskipun menolak disebut sebagai pelukis komik, tokoh-tokoh superhero dalam komik seperti Superman dan Spiderman sering kali muncul dalam lukisannya. Pahlawan super Superman antara lain muncul dalam karya yang dinobatkan sebagai pemenang Penghargaan Lukisan UOB Tahun 2014 untuk kategori pelukis profesional.
Permainan cahaya
Di latar belakang sosok Superman tertoreh banyak kata yang sepintas terasa seperti umpatan. Namun, kata seperti ”maling” atau ”berengsek” itu justru merepresentasikan kemarahan masyarakat kebanyakan. Kemarahan yang hinggap seperti ketika melihat seseorang dijambret di bus, tetapi enggak berdaya untuk menolong.
”Saya meminjam superhero untuk menyampaikan pesan. Meminjam simbol yang punya kekuatan untuk mengubah segala sesuatu,” kata Umbu yang juga memakai judul ”Superhero: A Voice of Emptiness” ketika menggelar pameran tunggal yang terdiri dari 15 karyanya pada 2010.
Sesaat sebelum pandemi Covid-19, Umbu masih sempat terlibat dalam pameran bersama bertajuk ”Amazing 30” di Plaza Indonesia pada awal 2020. Ketika sedang dibekap tenggat berpameran, Umbu sering kali lupa pada keterbatasan kondisi fisiknya. Energi kreatif yang meluap-luap memampukannya untuk terus melukis hingga pukul 04.00, lalu lanjut kembali melukis pada pukul 07.00.
Tak hanya menggunakan kanvas, kecintaan pada seni rupa juga diwujudkan dalam kegiatan berteater. Sejak 1985, Umbu bergabung dengan Kelompok Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya sebagai perancang artistik dan desainer grafis untuk semua publikasi teater. ”Waktu itu, teater mandiri juga disebut teater seni rupa karena unsur seni rupanya sangat kuat,” ucapnya.
Di tahap awal keterlibatannya dengan Teater Mandiri, keahliannya dalam bidang seni rupa dibutuhkan untuk pembuatan poster publikasi pertunjukan teater, penggarapan kostum, hingga tata rias wajah yang cenderung aneh dan tidak realis. Ketika menorehkan karya seni rupa berupa poster yang masih dilukis manual, Umbu merasakan sensasi betapa poster itu sangat ditunggu-tunggu dan menjadi satu bagian penting dalam perjalanan sejarah teater.
Saya meminjam superhero untuk menyampaikan pesan. Meminjam simbol yang punya kekuatan untuk mengubah segala sesuatu.
Sampai sekarang, Umbu masih membuat poster, spanduk, hingga backdrop panggung pementasan Teater Mandiri. Ketika pementasan teater sedang berlangsung, Umbu dan beberapa rekannya juga bertugas memegang lampu 1.000 watt yang cukup panas, lalu mengejar mengikuti gerak pemain teater.
”Kadang tangan melepuh karena lampu yang segitu panas. Bagaimana kita memberi warna, memberi gambar. Karena permainan rupa itu, kami sangat menikmati. Selain warna, lampu sorot, kami juga bermain dengan proyektor yang memproduksi gambar yang ditembakkan ke pemain atau ke layar belakang. Gambar-gambar akan terbentuk. Rasa seni rupanya muncul di situ,” papar Umbu.
Bahasa seni
Menemukan sebuah keluarga di Teater Mandiri, persahabatannya dengan Putu Wijaya diibaratkan seperti teman bermain silat, guru, bahkan musuh dalam saling menggali dan mengisi. ”Kadang tidak berbicara secara verbal, tapi dengan bahasa tubuh. Kita bertolak dari apa yang ada. Apa pun yang ada bisa dibuat jadi sesuatu. Tanpa harus mengadakan sesuatu di luar kemampuan,” ujarnya.
Bersama Teater Mandiri pula Umbu turut berkeliling ke banyak negara. Ketika tampil di negara seperti Ceko atau Slowakia, Teater Mandiri tetap bisa berkomunikasi dengan penontonnya lewat pertunjukan yang sedikit sekali menampilkan dialog. Meski tidak paham bahasa verbal yang digunakan dalam pertunjukan, bahasa seni rupa yang dimunculkan mampu membuat penonton larut dalam haru dan mencucurkan air mata.
”Teater adalah bagian yang memperkaya bagian berkesenian saya. Rasanya memang beda dengan melukis. Di teater, saya belajar berbagi, menerima bahwa tidak ada yang sempurna. Kita kadang harus mengalah,” kata Umbu.
Kiprah Umbu di dunia seni rupa dimulai sejak kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia di Yogyakarta. Karyanya antara lain ikut dipamerkan dalam pameran Kelompok PIPA pada era 1977-1979 sebelum hijrah ke Jakarta dan menekuni profesi sebagai desainer grafis.
Baca juga : Setya Yudha Indraswara, Gaul dalam Secangkir Kopi
Menetap di Gunung Putri, Bogor, Umbu juga terlibat aktif dalam komunitas penyintas dan pasien kanker dengan membagikan energi positif. Berdasarkan pengalamannya, Umbu mengalami banyak ”kejutan” pascaoperasi. Ia, misalnya, baru tahu setelah operasi tentang kebutuhan kantong kolostomi untuk menampung tinja. Bahkan, letak titik penempatan lubang di perut untuk pembuangan ini pun tidak dikomunikasikan dengan baik dari sebelum operasi. Banyak informasi dampak operasi yang justru diperoleh dari pergaulan dalam komunitas.
Pada tahap pertama proses penyembuhan kanker kolon tersebut, Umbu seharusnya menjalani enam kali kemoterapi. Namun, ia memutuskan stop kemoterapi setelah menjalaninya dua kali karena merasa ada pengaruh ke jantung. Umbu kemudian dirujuk ke klinik jantung dan hingga sekarang harus menjalani perawatan jantung. ”Saya tidak berusaha mengingat-ingat sakitnya. Bagaimana dan detail kapan terjadi, tidak berusaha mengingat. Sakit tidak jadi alasan untuk tidak melakukan aktivitas lain,” kata Umbu.
Umbu LP Tanggela
Lahir: Waingapu, 11 Juni 1956
Pameran tunggal:
- Emmitan CA Gallery, Superhero: A Voice of Emptiness (2010)
Pameran bersama, antara lain:
- Amazing 30, Talenta Organizer-Plaza Indonesia (2020)
- Art Day Life, Talenta Organizer-Plaza Indonesia (2019)
- ”Borneo Terbuka” Taman Budaya Kalimantan Selatan (2013)
- Himpunan Senirupa Indonesia, Gedung Agung Yogyakarta (1979)
- PIPA (Seni Kepribadian Apa) Senisono Art Gallery- Yogyakarta (1977)
Komunitas:
Bersama Haris Purnomo dan Bambang Sudarto mendirikan Komunitas Seni Rupa Cibubur (2007)
Teater:
Teater Mandiri, menjadi anggota dan penata artistik (1985-sekarang)
Antara lain terlibat dalam pertunjukan:
- Front (1985)
- Zero (2003)
- Bratislava (2008)
- Peace (2019)
Penghargaan, antara lain:
- Pemenang Penghargaan Lukisan UOB Tahun 2014 untuk kategori pelukis profesional