Stefanie Augustin, Bertahan demi Literasi untuk Anak-anak
Di tengah pusaran dunia digital, Stefanie Augustin tetap ngotot menerbitkan majalah untuk anak. Baginya, ini bagian dari perjuangan meningkatkan literasi pada anak.
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·4 menit baca
ARSIP PRIBADI
Stefanie Augustin bersusah payah meningkatkan literasi pada anak lewat penerbitan majalah dan aktivitas lain.
Stefanie Augustin miris melihat banyak orang lebih sering melihat Indonesia dari kacamata negatif. Padahal di luar itu banyak sekali hal positif dari bangsa ini. Untuk melawan itu, ia mengembangkan literasi tentang keindahan budaya dan kehebatan Indonesia pada anak-anak.
Perempuan berusia 46 tahun ini sengaja menyasar anak-anak karena menurut dia mereka tidak memiliki banyak pilihan media yang tepat untuk mengenal Indonesia. Kalaupun ada, biasanya buku pelajaran sekolah yang terlalu formal atau koran yang dibuat untuk orang dewasa.
Keluarga-keluarga yang cukup mampu masih bisa membeli buku-buku bacaan anak yang menyinggung kekayaan Indonesia. ”Tapi bagaimana dengan keluarga tidak mampu? Buku bacaan buat mereka tidak masuk prioritas. Akhirnya anak menghabiskan waktu dengan nonton sinetron orang dewasa,” kata Stefanie yang dihubungi dari Jakarta, Minggu (19/7/2020).
Berangkat dari pemikiran itu, Stefanie nekat membuat majalah untuk anak-anak bersama dua anaknya dan temannya pada 2010. Padahal, ia tidak memiliki latar belakang dunia penulisan. Majalah bernama Putra Bangsa itu ditujukan untuk keluarga tidak mampu. Isinya ulasan tentang kekayaan alam, budaya daerah, sejarah, kesenian Indonesia dengan bahasa anak-anak. ”Modalnya dari kocek sendiri,” katanya.
Selama tiga tahun pertama majalah Putra Bangsa dibagikan secara gratis ke 30 sekolah dasar di Jakarta. Ia berpikir majalah itu akan menjadi salah satu koleksi perpustakaan di sekolah-sekolah. Namun, Stefanie mesti kecewa karena majalah yang dibuat susah payah dengan dana pribadi banyak yang dibuang ke tempat sampah atau tercecer di tempat parkir.
”Saya sedih, kok, seperti ini perlakukannya. Setelah ngobrol sana-sini, ada yang mengusulkan majalah dijual saja agar lebih diaperisiasi,” kenang Stefanie yang lama berkecimpung di bidang pariwisata. Namun, belakangan ia menjadi ibu rumah tangga.
Kasihan anak-anak
Stefanie menerima usulan itu. Namun, ia memilih menerbitkan majalah dengan nama baru, yakni CIA pada 2013. CIA awalnya kependekan dari Creativity In Action yang kemudian diubah jadi Cahaya Inspirasi Anak pada 2019. Ia mesti mengetuk pintu sekolah satu per satu untuk menerima majalah ini.
Awalnya, majalah ini menggunakan bahasa Indonesia saja. Karena majalah itu sering ditolak oleh sekolah-sekolah plus dan internasional yang menggunakan pengantar bahasa Inggris, ia akhirnya melengkapinya dengan bahasa Inggris. Jadi, bisa dibilang majalah dwibahasa.
ARSIP PRIBADI
Stefanie Augustin bersama anak-anak sekolah. Majalah anak CIA sering mengadakan kegitan literasi di sekolah, seperti mengampanyekan permainan tradisional untuk anak.
Meski majalah itu dijual, Stefanie menegaskan, CIA dijalankan dengan semangat yang sama dengan Putra Bangsa. Dia juga tidak ingin menjadikan sekolah arena dagang. ”Jujur saja, 10 tahun menerbitkan majalah, masih dengan dana sendiri. Ini termasuk kegiatan nonprofit. Tapi melihat wajah anak-anak yang merasa mendapat manfaat dari majalah ini, membuat saya bertahan,” ujarnya.
CIA terbit setiap bulan dengan beberapa rubrik khas tentang kebudayaan daerah, kekayaan alam, kehebatan negeri ini, cerita rakyat, serta sosok inspiratif. Orang dewasa maupun anak-anak yang punya prestasi internasional diceritakan di rubrik Cermin.
Tidak berhenti hanya menerbitkan majalah, ia juga berusaha mengawal program literasi di sekolah agar berjalan baik. Bahkan ia bersedia mendampingi guru ketika mereka bingung menghadapi berbagai kebijakan pendidikan baru yang dibuat pemerintah.
Selain itu, ia menggelar sejumlah acara di sekolah-sekolah. Pada 2018, Stefanie dengan CIA berkunjung ke 100 sekolah dasar untuk menyosialisaikan Asian Games dan Asian Para Games di Jakarta dan Palembang. Para siswa dikenalkan dengan semangat juang atlet yang mengharumkan nama bangsa. Ia juga pernah membuat program mengampanyekan berbagai permainan tradisional Indonesia kepada anak-anak masa kini.
Di masa pandemi Covid-19, hati Stefanie kembali gundah. Dia memikirkan anak-anak sekolah yang tidak dapat membaca majalah CIA di sekolah. Untuk mengatasi kendala tersebut, mulai April 2020, ia membagikan majalah CIA versi PDF secara gratis untuk siapa saja yang ingin membacanya.
Meski tantangan menyediakan bacaan untuk anak dalam medium cetak sangat besar, Stefanie tetap teguh. Ia melihat, di era digital ini anak-anak sejak dini semestinya diperkenalkan dengan bacaan medium cetak. Ini sangat penting dalam mengembangkan kemampuan literasi mereka. ”Begitu yang kami pelajari dan inilah yang terus kami perjuangkan,” tegasnya.
Tekadnya semakin kuat justru ketika ia melihat lima tahun terakhir banyak media untuk anak yang tidak terbit lagi. ”Kenyataan ini membuat saya makin memikirkan anak-anak. Padahal sulit untuk tetap bertahan, tapi anak-anak kita perlu banget,” ujarnya.
Stefanie Augustin
Lahir: Jakarta, 26 Agustus 1974
Pendidikan: Universitas Bina Nusantara, Manajemen Informatika (1992-1995)