Karya ”Nyeleneh” Kansai Yamamoto
Kansai Yamamoto identik dengan pakaian dengan warna vibrant dan potongan nyeleneh beserta riasan mencolok. Keunikan desain Yamamoto mencuri perhatian para pesohor internasional lainnya.
Kansai Yamamoto muncul bagaikan badai dalam dunia mode internasional. Setiap kali namanya disebut, imajinasi yang muncul adalah pakaian dengan warna vibrant dan potongan nyeleneh beserta riasan mencolok.
Yamamoto meninggal pada 21 Juli 2020. Laki-laki berusia 76 tahun ini telah didiagnosis menderita leukemia mieloid akut (AML) sejak awal tahun ini.
”Di mata saya, ayah bukan hanya jiwa eklektik dan energetik yang dikenal dunia, melainkan juga seseorang yang juga bijaksana, baik hati, dan penuh kasih sayang. Dia menghargai komunikasi dan menghujani saya dengan cinta sepanjang hidup saya,” kata Mirai Yamamoto, salah seorang putrinya, Senin (27/7/2020).
Kansai Yamamoto lahir pada 8 Februari 1944 di Yokohama, Jepang. Orangtuanya bercerai ketika ia berusia tujuh tahun. Tak lama, keluarganya yang miskin mengirim Yamamoto bersama dua adiknya ke Prefektur Kochi, sebuah wilayah pedesaan.
Dia kemudian pindah untuk tinggal bersama ayahnya di Tokyo. Yamamoto membantu-bantu dengan menjahit. Selanjutnya, ia belajar teknik sipil di bangku sekolah menengah, lalu belajar literatur Inggris di Nihon University. Namun, pada usia 20 tahun, ia memutuskan untuk berhenti kuliah.
Yamamoto memilih bekerja dengan upah di bawah standar untuk desainer Junko Koshino dan Hisashi Hosono sembari belajar tentang busana. Dia sangat terinspirasi oleh konsep basara dalam fashion Jepang. Basara mengandung arti ’terlalu berlebihan’ atau ’pemberontak liar’.
Yamamoto tak lama bertemu kembali dengan ibunya yang sedang belajar menjahit di Yokohama. Melalui kelas ibunya, dia mendengar perlombaan di Bunka Fashion College Soen yang terbuka untuk umum. Yamamoto menang pada tahun 1967.
Pada 1971, laki-laki ini membuat perusahaan pakaian sendiri. Namun, Jepang waktu itu tidak berminat pada busana berkonsep basara karena identik dengan citra kelas pekerja pada 1950-an. Sementara Jepang sedang mengeksplorasi gaya berpakaian Barat pascaperang. Karena merasa terasing, ia hijrah ke London, Inggris.
Desainer pertama
Pada tahun 1971, Yamamoto tercatat dalam sejarah sebagai desainer Jepang pertama yang tampil di London Fashion Week. Pertunjukan Yamamoto menampilkan koleksi desain yang mengejutkan, yakni warna mencolok, potongan garmen yang eksperimental, serta riasan wajah kabuki bercampur suku Amazon.
London menyukai pertunjukan bergaya oriental yang eksotis itu. Dalam ulasan majalah Harpers & Queen, pertunjukannya disebut sebagai ”Pertunjukan Tahun Ini. Sebuah Teater Kudeta yang Spektakuler”.
Setelah kesuksesan pertunjukan di London, Yamamoto mulai bekerja dengan David Bowie, musisi kenamaan Inggris. Dia merancang kostum panggung untuk alter ego Bowie, Ziggy Stardust dan Aladdin Sane, yang eksentrik pada 1972-1973.
”Semacam reaksi kimia terjadi; pakaian saya menjadi bagian dari David, lagu-lagunya, dan musiknya. Mereka menjadi bagian dari pesan yang dia sampaikan kepada dunia. Dia bahkan ingin (pakaian) menjadi sedikit lebih gila,” ujar Yamamoto kepada Hollywood Reporter pada 2016.
Yamamoto melanjutkan petualangannya di pergelaran busana di Tokyo, New York, dan Paris selama 1974-1992. Ia juga memproduksi ”Kansai Super Show” and ”Nippon Genki Project” yang telah menarik perhatian 3,6 juta penonton global.
Pada 1993, pertunjukan supernya, ”Hello! Russia” di Red Square, Moskwa, Rusia, menarik 120.000 penonton. Ia juga menggelar pertunjukan ”Hello! Vietnam” pada 1995 dan ”Hello! India” pada 1997. Acara peragaan busana tahunan Yamamoto, ”Nippon Genki Project 2020 Super Energy”, berlangsung secara daring pada 31 Juli 2020.
Keunikan desain Yamamoto mencuri perhatian para pesohor internasional lainnya. Beberapa penyanyi legendaris lainnya memakai karyanya, sebut saja Elton John, Stevie Wonder, John Lennon, dan, terbaru, Lady Gaga.
Selain busana, Yamamoto juga terjun dalam dunia desain lainnya. Ia merancang lokasi pertemuan untuk pertemuan Group of Eight (G8) di Tōyako, Hokkaido, Jepang, pada 2008 dan mendesain Keisei Skyliner yang menghubungkan Bandara Internasional Narita ke kota. Ia bahkan berperan sebagai korban pembunuhan dalam film Jepang, The Blue Light (2003).
Desain avant-garde
Yamamoto adalah salah satu pionir di industri fashion Jepang. Ia menciptakan karya avant-garde, berupa busana yang eksperimental dan inovatif. Desainnya identik dengan warna cemerlang, motif mencolok, dan pola yang tidak biasa.
Gaya itu sangat berbeda dengan kecenderungan desainer mode Jepang yang minimalis atau berkonsep wabi sabi yang mengapresiasi ketidaksempurnaan alamiah. ”Seseorang seperti saya pasti akan menonjol di Jepang,” katanya.
Salah satu desain Yamamoto yang fenomenal adalah baju Tokyo Pop untuk Bowie, sebuah jumpsuit hitam dengan motif garis ilusi optik putih. Bagian bawah celana jumpsuit itu akan berbentuk bulat jika pemakainya berdiri tegak lurus. Tokyo Pop terinspirasi dari desain pertunjukan balet karya Oscar Schlemmer dan celana pelaut pada abad ke-16 hingga abad ke-17.
Baca juga : Ekspresi Segar Busana Formal
Desain Yamamoto yang legendaris lainnya adalah jubah putih besar dengan dalaman merah yang dipakai Bowie. Di permukaannya, ia menaruh sejumlah karakter Kanji vertikal bertuliskan nama Bowie dalam warna merah dan hitam.
”Rasanya seperti awal zaman baru. Pakaian saya biasanya dibuat untuk model profesional; ini adalah pertama kalinya mereka digunakan untuk artis atau penyanyi,” katanya.
Konsep pakaian Yamamoto biasanya menentang norma jender. Selain itu, dirinya kerap berkreasi dengan menggabungkan desain pakaian tradisional Jepang atau memasukkan unsur budaya Jepang dalam karya-karyanya, seperti motif topeng kabuki raksasa pada gaun.
Yamamoto tak segan menggunakan aksen-aksen yang membuat karyanya memiliki efek tiga dimensi, seperti tali panjang. Desain Yamamoto telah menginspirasi desainer muda, seperti Marc Jacobs, Jeremy Scott, Rick Owens, Jean Paul Gaultier, Alessandro Michele, dan Hedi Slimane.
Ketika menyuguhkan karyanya, Yamamoto menghelat peragaan busana dalam tingkat yang berbeda. Ia menciptakan pertunjukan yang menggabungkan parade busana, musik, dan tarian. Sudah menjadi pemandangan biasa melihat modelnya berjalan sambil meliuk-liukan badan di atas panggung.
Ia juga terkadang menyelipkan konsep yang kerap digunakan di pertunjukan kabuki, yaitu hikinuki. Hikinuki adalah aksi penggantian kostum di atas panggung oleh pementas untuk menampilkan pakaian lain yang telah dikenakan di dalamnya.
Lewat karya berkonsep basara yang nyeleneh, Yamamoto memperjuangkan nilai kontra-kebudayaan, individualisme, dan ekspresi diri. Ia bahkan dijuluki sebagai Kaleidoscope King dan Father of Basara.
”Basara berarti berpakaian bebas, dengan kemewahan yang bergaya. Ini penuh warna dan flamboyan dan terletak di jantung desain saya,” ujar Yamamoto kepada V&A. (AFP/AP/BBC/SCMP/THE GUARDIAN)