Ardiati dan Sulastama Raharja, Gotong Royong dengan Cantelan Sembako
Gotong royong untuk membantu masyarakat terdampak pandemi Covid-19 bergema di mana-mana. Ardiati dan Sulastama menggemakan gotong royong dengan modal cantelan sembako di 22 provinsi.
Oleh
Andreas Maryoto
·5 menit baca
Ardiati di Yogyakarta dan Sulastama Raharja di Riau bertemu secara virtual. Jarak yang sangat jauh tidak menyulitkan mereka untuk menginisiasi gotong royong membantu orang terdampak pandemi. Ardiati menginisiasi cantelan sembako di rumahnya, sementara Sulastama mendorong orang untuk menduplikasi cantelan itu hingga di sejumlah provinsi.
Awal April lalu, Ardiati (53), yang berbisnis sarana produksi pertanian dan menjadi tenaga lepas pembuatan laporan tahunan, melihat foto orang yang mencantelkan mi instan di pagar di sebuah tempat untuk membantu mereka yang terdampak pandemi Covid-19. Lalu ia tergerak untuk meniru, tetapi dengan mencantelkan berbagai jenis bahan makanan seperti sayur dan bahan lauk di Dusun Rajek Lor, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman.
”Hari pertama berjalan seperti biasa. Tetapi, yang menarik, hari kedua sudah ada orang yang ikut menyumbang kangkung untuk dicantelkan. Setiap ada orang yang menitip, saya unggah di Whatsapp. Cara ini ternyata makin menggerakkan orang lain. Makin banyak yang menitip. Saya terharu karena ada yang menyumbang sepotong tempe dan empat butir telur. Untuk berbagi, tidak harus kaya. Orang sederhana bisa membantu,” tuturnya.
Dorongan membuat cantelan muncul ketika Ardiati merasa, kalau saja ada satu tetangga yang kelaparan karena pandemi, ia ikut bersalah. Selanjutnya banyak teman dan tetangga yang berdonasi karena ia mengunggah aktivitasnya di Facebook dan setelah itu sebuah media setempat menulis kisahnya.
Ia sendiri belum menduplikasi kegiatannya. Baru kemudian ketika ia ketemu dengan komunitas Keluarga Alumi Universitas Gadjah Mada (Kagama), duplikasi kegiatannya mulai dilakukan.
”Saya bertemu dengan Sulastama Raharja di grup Hortikultura Kagama dan kemudian diajak ke KagamaCare Ketahanan Pangan yang mulai aktif membagi bantuan sembako. Waktu saya mulai terlibat, Sulastama mengajak membahas soal cantelan sembako hingga akhirnya ada rencana untuk menduplikasi kegiatan di tempat lain,” katanya.
Sulastama (45) membenarkan kisah Ardiati. Waktu itu, Ardiati sudah membuat cantelan sembako. Saat itu komunitas KagamaCare Ketahanan Pangan memiliki dana Rp 30 juta dari penggalangan untuk bantuan sembako, tetapi kalau dibagi sekali akan langsung habis. Oleh karena itu, terpikir untuk membuat cantelan sembako di berbagai tempat, tetapi dana itu sebagai stimulus saja. Intinya, mereka yang mau terlibat akan diberi dana Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta bergantung pada wilayahnya. Namun, mereka juga harus mengembangkan dengan mencari donasi dan orang-orang lain yang mau terlibat.
”Uji coba pertama di salah satu dusun tetangga Ardiati. Ternyata stimulus ini berjalan hingga cantelan sembako bisa dilakukan di enam titik dan malah menjadi program dusun hingga saat ini,” tutur Sulastama.
Duplikasi pertama ini dilakukan pada awal Mei. Selanjutnya, melalui jaringan alumni-alumni UGM, program cantelan sembako ini berkembang biak ke banyak daerah. Satu per satu mereka menyambut program ini meski dengan dana stimulus yang relatif kecil.
KagamaCare Ketahanan Pangan terus mencari dana untuk mempertebal dana stimulus. Sejumlah cara dilakukan seperti mengetuk hati alumni untuk menyumbang langsung. Juga melalui beberapa cara seperti salah satu alumnus menggalang dana dengan program cuci gudang barang-barang miliknya, menjual lukisan anaknya, dan membuat pelatihan daring berbayar. Dana yang terkumpul langsung digunakan untuk stimulus.
Sementara agen-agen penerima stimulus terus bergerak membuat cantelan sembako di beberapa titik. Mereka ada yang mendapatkan sponsor dan dana langsung dari teman atau tetangga sehingga program cantelan sembako bisa berlangsung lama alias tidak berhenti. Sebagai contoh, di Lampung, agen penerima stimulus setempat bekerja sama dengan CSR Pelindo II, di Pekanbaru dengan Bank Syariah Mandiri, dan di Bangka Selatan dengan ibu-ibu Bhayangkari setempat. Sejauh ini, program itu tetap berjalan kontinu.
Banyak titik
Laporan terakhir cantelan sembako sudah mencapai 22 provinsi dan memiliki 107 titik lokasi pembagian. Jumlah ini merupakan titik cantelan sembako yang mendapat stimulus dari KagamaCare Ketahanan Pangan. Duplikasi juga dilakukan oleh mereka yang mengetahui program ini. Dinas sosial dan organisasi masyarakat di banyak daerah ikut menduplikasi dan secara mandiri melakukan cantelan sembako.
Kelebihan cantelan sembako ini berbiaya sangat murah dan mudah diduplikasi. Para agen tidak dibayar karena memang semua berdasar niat membantu. Agen yang menerima stimulus cukup mudah melakukannya, yaitu hanya dengan membeli sambako kemudian membungkusnya dan mencantelkan di pagar rumah.
Umumnya, setelah ada cantelan, orang sekitar tergerak membantu. Publikasi media menjadikan mereka mudah mendapatkan donatur. Perkembangan yang menarik, isi cantelan kini juga bervariasi seperti beras, minyak goreng, telur, daging, dan bahkan ada yang menyumbang makanan yang matang.
Bagaimana mereka mengontrol dana stimulus? Ardiati dan Sulastama kompak mengatakan, mereka hanya mengandalkan niat baik orang-orang yang sebagian besar hanya ketemu di dunia maya. ”Kami mengelola niat baik orang-orang, baik itu donatur maupun pelaksana di lapangan,” kata Ardiati. Tidak ada laporan keuangan yang resmi dan ribet. Mereka yang menerima stimulus cukup melaporkan dengan membuat unggahan kegiatan cantelan sembako yang sudah dilakukan di akun media sosial masing-masing.
Tentang kemungkinan salah target ataupun ada orang yang iseng mengambil cantelan, mereka berpikir, orang yang mengambil cantelan sembako pasti tidak berpunya. Kalau saja orang kaya yang mengambil, mungkin karena jiwanya tidak kaya. Olah karena itu, soal salah sasaran, mereka tidak menjadikan hal itu sebagai beban. Mereka juga meminta para agen penerima stimulus pun tidak harus mencantelkan sembako tiap hari. Semua sebaiknya dikerjakan dengan hati dan jiwa ringan.
Mereka malah lebih mencemaskan kalau cantelan sembako ini kelak menjadi ketergantungan. Oleh karena itu, mereka telah memikirkan pascapandemi cantelan sembako harus menjadi program pemberdayaan. Uji coba telah dilakukan di mana salah satu agen penerima stimulus boleh menggerakkan dana untuk produksi dan keuntungan produksi itu digunakan untuk membantu orang lain.
Gotong royong di era virtual memungkinkan mereka tidak bertemu satu sama lain, tetapi dengan modal saling percaya bisa membuat aksi bagi sesama dengan cakupan yang sangat luas.
Ardiati
Wirausaha sarana produksi pertanian, tenaga lepas pembuatan laporan tahunan perusahaan, dan mengurus tempat penitipan anak
Pendidikan:
SD Prajeksari, Kabupaten Magelang
SMPN 7 Kota Magelang
SMAN 1 Magelang
Prodi Produksi Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada