Robby Mano, Sosok di Balik Populernya Madu Hutan Amfoang
Robby mempopulerkan kembali madu hutan Timor yang dulu jadi komoditas yang diperebutkan Belanda dan Portugis
Sejak 2002, Robby Gordon Yohannes Muno berusaha mempopulerkan kembali madu hutan amfoang. Kini, madu yang diproduksi di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur itu memberi penghasilan tambahan bagi 2000 lebih warga di 30 desa.
Orang Timor menyebut madu hutan sebagai oni nasi. Nama ini berkorelasi dengan haumeniana atau cendana karena lebah hutan penghasil madu mengisap nektar bunga cendana. Lebah yang sama juga mengisap nektar bunga kelor, asam, kosambi, pepaya, lontar, kayu putih, dan gewang.
Karena nektar bunga yang dihisap beraneka macam, madu yang dihasilkan juga memiliki rasa yang kompleks. Ada rasa manis, asam, pahit, atau beberapa rasa sekaligus dalam setetes madu. Berbeda dengan lebah ternak yang cenderung menghasilkan madu dengan rasa manis saja.
Robby yang ditemui di kediaman di Kupang, NTT, Jumat (22/5/2020), menceritakan, awal tahun 2000-an, produksi madu hutan di daratan Timor sudah cukup besar yakni 300.000 liter per musim. Sebanyak 120.000 liter di antaranya adalah madu amfoang. Sayangnya, madu yang diproduksi oleh warga belum mengikuti prosedur kesehatan dan belum dikemas dengan baik. Madu hutan amfoang juga belum begitu populer.
Robby bertekad mempopulerkan madu amfoang. Pada 2002, ia mengutarakan niatnya kepada bupati Kupang, Agustinus Ibrahim Medah. Medah menyambut niat Robby dan mengirimnya ke Jakarta untuk mengikuti pendidikan keterampilan mengolah maduyang digelar Kementerian Kehutanan.
Usai pelatihan yang berlangsung enam bulan, Robby pulang ke Kupang dan membentuk CV Amfoang Jaya. Perusahaan itu bergerak di bidang jual-beli madu. Ia mengurus semua izin administrasi yang diperlukan pada 2003. Setahun kemudian, ia membeli 40 liter oni nasu amfoang. Saat itu belum ada wadah penampung, mesin memeroses madu, dan sistem pembuangan kadar air.
Tiga bulan kemudian, ia baru bisa membeli alat untuk memproses madu dan mendeteksi keaslian madu. Sebelumnya, pengujian keaslian madu menggunakan cara tradisional yakni dengan meneteskan madu pada kertas putih. Ia juga membeli dua unit wadah penampng madu berbahan stainles buatan AS dengan kapasitas 4.000 liter.
Kadar air madu saat dibeli dari masyarakat biasanya 26 persen per liter, setelah itu diproses sesuai standar ekspor, yakni madu ternak 21 persen, sementara madu hutan 22 persen per liter. Madu hutan amfoang produksi Robby memiliki kadar air hanya 18-19 persen. Tingkat keasaman madu 0,2 persen agar madu tidak memicu asam lambung. Sebelum diproses, tingkat keasaman madu dari sarang 1-5 persen.
Madu olahan Robby dikirim ke Singapura, Kuala Lumpur, Timor Leste, Belanda, dan Jepang. Pengiriman ke luar negeri sekitar 5.000–7.000 botol per musim panen, bergantung stok madu. Sebagian besar sisanya dijual ke berbagai kota di Indonesia.
“Saya menjaga kualitas madu amfoang. Kalau orang lain jual madu bercampur air, saya jual madu murni. Bisa diuji coba di laboratorium mana pun," ujarnya. Sejauh ini, lanjut Robby, kualitas madu amfoang diakui oleh beberapa lembaga seperti YLKI dan Komite Akreditasi Nasional.
Rezeki petani
Robby saat ini menyerap madu dari 2.400-2.700 pengrajin madu di 30 desa dan dua kelurahan. Mereka terhimpun dalam 54 kelompok petani madu. Saat musim panen, ia membeli 30.000–40.000 liter madu dari peternak dengan harga Rp 375.000 per jeriken atau 5 liter. Setelah diproses, madu asli yang dihasilkan hanya 2 liter.
Madu ini diproses menjadi madu berkualitas ekspor dan dikemas dalam 6.000-7.000 botol kaca ukuran 500 ml, 250 ml, dan 200 ml. Madu yang sudah diproses disimpan di dalam ruangan hampa udara agar embun dan debu tidak masuk.
Industri madu yang didirikan Robby kini menggerakkan perekonomian warga di pedalaman Amfoang yang berjarak sekitar 85 kilometer dari Kota Kupang.
Daerah yang masuk wilayah Kabupaten Kupang itu berbatasan dengan Distrik Oecussi, Timor Leste. Tetapi akses jalan menuju Amfoang belum terbangun. Sebagian pengemudi mengambil rute Kupang-Soe-Kefamenenu baru masuk ke Amfoang, menempuh perjalanan 270 kilometer.
Madu hutan sendiri merupakan warisan turun temurun masyarakat Timor di samping cendana. Kedua komoditas itulah yang menarik penjajah Portugis dan Belanda datang dan menguasai Timor. Mereka bersaing dan akhirnya membagi wilayah kekuasan di Pulau Timor menjadi dua. Belanda menguasai bagian barat, Portugis menguasai bagian timur.
Kelestarian alam
Robby ingin kejayaan madu Timor terus terjaga. Untuk itu, kelestarian hutan-hutan di Timor juga harus terus dijaga. Setiap menjelang akhir tahun, Robby menggelar pertemuan dengan para pengrajin madu untuk mengingatkan pentingnya merawat dan menjaga hutan serta aneka binatang endemik yang hidup di dalamnya.
Ia juga rutin mendatangi para pengrajin di enam kecamatan untuk memberi pemahaman bagaimana cara mengambil madu dari pohon atau lubang batu dan kayu secara tepat. Ia juga mendorong agar ritual panen madu tetap dilakukan sebelum madu diambil dari sarang. Ritual itu menjaga agar lebah tidak berpindah tempat.
Air madu murni sering hilang diambil kekuatan lain. Ritual adat ini penting agar madu murni tetap tersimpan utuh di dalam sarang madu.
“Air madu murni sering hilang diambil kekuatan lain. Ritual adat ini penting agar madu murni tetap tersimpan utuh di dalam sarang madu. Namanya madu hutan, diyakini memiliki penjaga, kekuatan supranatural," jelas Robby.
Sampai 2003 sering terjadi kebakaran di dalam kawasan hutan Amfoang atau hutan Timau Timor. Sekarang pun masih terjadi kebakaran, tetapi hanya di padang sabana, tempat warga membuka lahan baru. Luas areal yang terbakar juga bisa ditekan sekitar 2-4 hektar.
Agar budidaya lebah hutan terus terjaga, pembentukan kelompok pengrajin dipertahankan mengikuti asal desa, suku, hak ulayat, jarak pohon dari rumah kediaman, dan luas hutan. Setiap kelompok memiliki areal hutan sendiri, milik suku. Mereka bekerja sama ketika panen, menggelar ritual adat, dan menjaga kelestarian hutan setempat.
Dengan cara itu, kelestarian alam terjaga, produksi madu berjalan lancar, dan manis rezekinya terus dicecap oleh masyarakat setempat.
Robby Gordon Yohanes Mano
Lahir : Kupang, 8 Agustus 1959
Istri : Antonia Mano
Anak : Natalia Mano (38), George Mano (28), Peter Mano (26)
Pendidikan terakhir : S1 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pelita Bangsa, Jakarta.
Pekerjaan: Direktur CV Amfoang Jaya