Emmanuella Mila Mendongeng untuk Membentuk Karakter Anak
Emmanuella Mila memilih keluar dari pekerjaannya untuk menjadi penulis lepas. Dia mendongeng untuk anak-anak di sekolah sampai mendongeng untuk anak berkebutuhan khusus.
Berawal dari kebiasaan mendongeng untuk putrinya, Emmanuella Mila (39) mendirikan Rumah Dongeng Pelangi yang mengajarkan guru-guru dan orangtua mendongeng bagi anak-anak. Dongeng dipercaya punya banyak keajaiban, seperti menguatkan ikatan antara orangtua dan anak, serta meningkatkan imajinasi dan menambah kosa kata anak.
Mila mendirikan Rumah Dongeng Pelangi pada 4 April 2010. Itu artinya, sudah sepuluh tahun ibu dari Kinetta Maheswari (10) ini bergelut dengan dunia dongeng dan anak-anak. Untuk merayakan perjalanannya, Mila membuat kegiatan dongeng maraton yang disiarkan melalui live Instagram Rumah Dongeng Pelangi. Selain itu, ada pula diskusi dengan penulis, ilustrator buku anak, dan ngobrol dongeng dengan berbagai tokoh dongeng dan pertunjukan.
Pada Jumat (3/4/2020), Mila mendongeng secara virtual. Dongeng dengan cara daring ini dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah Covid-19. ”Sebenarnya, aku sudah menyiapkan kegiatan yang mendatangkan banyak anak-anak. Tetapi, dengan adanya wabah, aku beradaptasi dengan situasi yang ada demi keselamatan semua,” katanya.
”Sebenarnya, aku sudah menyiapkan kegiatan yang mendatangkan banyak anak-anak. Tetapi, dengan adanya wabah, aku beradaptasi dengan situasi yang ada demi keselamatan semua.”
Meski dongeng ditampilkan secara virtual, Mila tampil memikat. Dengan mimik wajah dan perubahan ekspresi yang kadang jenaka, kadang serius, Mila membacakan buku berjudul Kring Kring terbitan Litara. Buku itu bercerita tentang hewan yang berlatih naik sepeda. ”Ibu beruang berlatih sepeda tidak bisa langsung mulus, sempat jatuh juga. Tetapi, akhirnya berhasil. Di sini, siapa yang suka naik sepeda?” tanya Mila kepada audiens yang menonton.
Selama sekitar 30 menit, Mila bercerita. Penonton yang terdiri dari anak-anak dan dewasa merasa terhibur dan terbawa oleh cerita. Hal itu terlihat dari komentar-komentar riuh yang disampaikan oleh audiens melalui teks. Dongeng kemudian ditutup dengan menyanyikan lagu anak popular berjudul ”Kring Kring Ada Sepeda” karya Pak Kasur. Lagu itu dibawakan Mila berduet bersama putrinya, Kinetta, yang juga mahir bermain ukulele.
Kebiasaan membaca
Kecintaan Mila pada dongeng muncul karena ketika kecil ayahnya, Antonius Sukamto, sering membacakan dongeng untuk dirinya dan tiga kakaknya. Sang ayah juga mengenalkan Mila pada kebiasaan membaca. ”Aku ingat banget waktu aku kecil, ayah membatasi aku dan kakakku menonton televisi. Sebagai gantinya, kami disediakan buku-buku dan majalah sebagai bahan bacaan. Setiap hari kami juga harus belajar bersama di meja makan,” katanya.
Dari kebiasaan yang dibangun oleh ayahnya, kesukaan Mila pada buku-buku muncul. Memori masa kecil ketika ayahnya membacakan dongeng juga terekam kuat dalam benak Mila. Ia masih merasakan kedekatan emosional dan terkadang teringat suara ayahnya ketika membacakan cerita meski kini sang ayah sudah meninggal. Mila menuturkan, ketika mendengar suara ayahnya membacakan dongeng, ia merasa bahagia. Pengalaman itu mendorongnya melakukan hal yang sama kepada putrinya, Kinetta.
Sejak masih di dalam kandungan, Mila kerap membacakan dongeng untuk anaknya. Setelah lahir, dongeng dibacakan sebelum Kinetta terlelap. Kadang-kadang, cerita yang disampaikan adalah peristiwa sehari-hari. Kinetta kecil menyimak cerita ibunya dengan saksama.
Seiring berjalannya waktu, Kinetta tumbuh menjadi anak yang mampu merespons pembicaraan orang di sekitarnya dengan baik. Ia juga mempunyai banyak kosa kata. Merasa mendapatkan banyak manfaat dari dongeng, Mila tergerak mendongeng bagi anak-anak di sekitar rumahnya.
Mulanya, Milla datang ke 10 sekolah di sekitar rumahnya di Bekasi. Ternyata, reaksi dari sekolah luar biasa. Bahkan, ada beberapa sekolah yang menjadikan dongeng menjadi mata pelajaran. Kini, setiap bulan setidaknya Mila datang ke 30 sekolah untuk mendongeng. Itu belum termasuk dongeng untuk beramal bagi anak-anak yang tinggal di kolong jembatan, panti asuhan, atau perpustakaan. Mila juga memberikan pelatihan untuk guru-guru dan orangtua.
Ide untuk mendongeng tanpa dibayar muncul karena Mila berpikir belum tentu semua anak punya guru atau orangtua yang bisa berperan sebagai pendongeng. Meski demikian, anak-anak berhak mendapatkan hiburan dongeng. Oleh karena itu, bersama sukarelawan di Rumah Dongeng Pelangi, Mila datang ke anak-anak yang kurang beruntung. Kegiatan-kegiatan bersama Rumah Dongeng Pelangi dikerjakan bersama sukarelawan yang jumlahnya mencapai 100 orang.
Sebagai lulusan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta, Mila punya keahlian untuk memahami karakter audiens sehingga ia bisa mengatur durasi cerita dan membagi plot kisah. ”Aku tahu kapan anak-anak ini merasa bosan mendengar cerita aku. Biasanya, aku mengakali dengan bernyanyi, bermain kuis, atau tanya jawab,” katanya.
Berdasarkan pengalamannya, anak-anak berusia di bawah lima tahun mempunyai kemampuan konsentrasi untuk menyerap cerita selama lima hingga tujuh menit. Sementara anak-anak yang sudah duduk di bangku SD, bisa konsentrasi selama 15 menit. Kalau sudah bosan, anak-anak akan menunjukkan gestur duduk kurang tenang, berjalan mondar-mandir, atau tatapan mereka tidak fokus.
Akan tetapi, perempuan yang juga bekerja sebagai penulis lepas ini tidak pernah memaksa anak-anak untuk duduk tenang mendengarkan cerita. ”Setiap anak mempunyai karakter masing-masing ketika mendengar cerita. Ada yang suka mendengar cerita sambil beraktivitas, seperti bernyanyi atau bergerak, ada yang memang suka duduk diam. Aku membebaskan anak-anak dalam menikmati cerita,” katanya.
Untuk menentukan cerita yang akan dibawakan, Mila biasanya memperhatikan usia anak. Anak-anak kecil berusia di bawah lima tahun biasanya suka mendengarkan cerita tentang hewan. Tetapi, anak-anak di atas 7 tahun lebih senang dengan cerita petualangan.
Sudah menjadi kebiasaan, ketika mendongeng Milla akan menggunakan berbagai benda untuk sarana bercerita, seperti boneka, wayang, atau buku-buku. Benda-benda ini biasanya menambah ketertarikan anak-anak untuk mendengarkan cerita. Ketika mendongeng secara virtual, misalnya, Mila memakai bando berbentuk kuping gajah yang lebar sehingga penampilannya terlihat menggemaskan.
Pengalaman paling menarik bagi Mila adalah ketika membawakan cerita untuk anak-anak berkebutuhan khusus. Ketika itu, ia diundang mendongeng pada acara ulang tahun anak berkebutuhan khusus. Mulanya, Mila bingung apakah anak-anak ini mengerti cerita yang dibawakan. Namun, ia berusaha beradaptasi yang menjadi dirinya sendiri.
Ketika mendongeng di depan anak-anak berkebutuhan khusus, Mila memberikan sentuhan spesial untuk anak-anak, seperti menatap wajah anak, menyentuh tubuh dan memanggil nama mereka satu per satu. Dengan cara itu, anak-anak berkebutuhan khusus merasa diperhatikan. ”Mereka anak-anak spesial, mereka merespons dongeng yang aku bawakan dengan cara spesial. Itu membuat aku juga merasa menjadi orang spesial,” katanya.
Sebagai ibu rumah tangga, Mila harus berbagi waktu antara keluarga dan pekerjaan sebagai penulis lepas dan pendongeng. Biasanya, Mila akan mengisi acara dongeng di sekolah-sekolah pada pukul 07.00–13.00, atau ketika putrinya sedang berada di kelas. Setelah itu, Mila menjemput dan menghabiskan waktu bersama anaknya.
”Mereka anak-anak spesial, mereka merespons dongeng yang aku bawakan dengan cara spesial. Itu membuat aku juga merasa menjadi orang spesial.”
Adapun saat harus mendongeng pada akhir pekan, Mila kerap mengajak suami, Aloysius Medyas (42), ibunya Sri Sulastri (75), dan anaknya Kinetta. ”Aku beruntung kebiasaan ini sudah aku lakukan sejak lama, jadi keluarga aku sangat mendukung. Suami aku juga sering membantu aku bikin wayang untuk anak-anak,” katanya.
Sebelum berprofesi sebagai pendongeng, Mila bekerja di perusahaan televisi swasta. Ia bertugas menulis cerita animasi. Sejak anaknya lahir, Mila memutuskan mundur dari pekerjaannya dan memilih menjadi penulis lepas. Kini, selain menulis ia juga menjadikan dongeng sebagai profesi yang menghasilkan. Mila merasa bahagia karena kini dongeng sudah menjadi alternatif hiburan untuk anak-anak selain pertunjukan badut dan sulap.
”Terlepas dari ternyata mendongeng bisa dijadikan profesi yang menghasilkan, aku merasa senang karena melalui dongeng aku bisa berbagi kepada anak-anak yang membutuhkan,” katanya.
Emmanuella Mila
Lahir: Jakarta, 16 Mei 1981
Pendidikan: S-1 Fakultas Film dan TV Institut Kesenian Jakarta
Pengalaman: Wanita Inspirasi Wardah dalam bidang Pendidikan 2017, mendongeng untuk anak-anak berkebutuhan khusus, seperti autis, cerebral palsy, tuli, tuna ganda, tunanetra, down syndrome.