Perjalanan Novendra Priasmoro meraih Grand Master tidaklah mudah. Semua lika liku dilaluinya sampai meraih kesuksesan. Target selanjutnya, Novendra ingin meraih GM Super.
Oleh
Adrian Fajriansyah
·6 menit baca
Pecatur muda Novendra Priasmoro menorehkan sejarah dengan menjadi grand master kedelapan Indonesia. Prestasi pecatur berusia 20 tahun itu menjadi pelepas dahaga dunia catur Indonesia yang 16 tahun menanti GM baru setelah terakhir Susanto Megaranto meraihnya pada 2004. Langkah Novendra meraih gelar prestisius itu penuh dengan lika liku.
Novendra berhasil mendapatkan gelar GM setelah meraih kemenangan pada babak ketujuh Kejuaraan Liberec Terbuka 2020 di Kota Liberec, Ceko, Kamis (27/2/2020). Kemenangan ketujuh secara beruntun itu membuatnya mendapatkan tambahan elo rating 11,4 poin atau lebih 0,4 poin dari kebutuhan rating 11 poin untuk menggenapi syarat rating menjadi GM, yakni 2.500 poin. Sebelumnya, dia sudah memenuhi syarat meraih minimal tiga norma GM.
Raihan itu membuat Novendra menjadi GM kedelapan untuk Indonesia.
Sebelumnya, Indonesia telah memiliki tujuh GM, yakni GM Herman Suradiradja (pada 1977), GM Herman Ardiansyah (1986), GM Utut Adianto (1986), GM Edhi Handoko (1994), GM Ruben Gunawan (1999), GM Cerdas Barus (2002), dan GM Susanto Megaranto (2004).
”Sebagai pecatur, mimpi saja sejak awal memang menjadi GM. Tadinya, target saya meraih GM pada usia 19 tahun. Tapi, akhirnya meleset dikit pada usia 20 tahun,” ujar pecatur binaan PT United Tractors itu ketika dijumpai seusai konferensi pers di Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Novendra meraih GM setelah melewati perjuangan panjang. Anak kedua dari empat bersaudara itu mulai kenal catur sejak usia tujuh tahun pada 2006. Saat itu, dia sering melihat ayahnya, Master Nasional Joko Istanto bermain catur dengan temannya di rumah maupun di lapak-lapak di kawasan Cawang, Jakarta Timur atau Bekasi, Jawa Barat.
Karena sering melihat, Novendra mulai tertarik dengan olahraga adu otak tersebut. Menurut dia, ketika bermain catur, imajinasinya langsung berkembang. Dirinya merasa olahraga ini bagaikan pertarungan atau perang antar dua kerajaan. ”Ada adu taktik dan strategi yang menarik sekali untuk dijalani,” katanya.
Pelan-pelan, ayahnya melatih Novendra kecil. Ayahnya tak segan mengundang para pecatur lapak ke rumah guna mengasah kemampuan. ”Ayah sangat berjasa dalam karier saya. Dulu, ke mana pun saya bertanding, ayah selalu mendampingi,” tutur Novendra.
Ketika dirinya berusia delapan tahun, ayahnya melihat Novendra sudah semakin berkembang. Agar bisa berkembang lebih baik, dia menawarkan anaknya untuk berlatih di Sekolah Catur Utut Adianto di Bekasi. ”Tanpa pikir panjang, saya terima tawaran itu karena memang saya semakin suka catur,” tutur pecatur yang sekarang memiliki elo rating 2.502 poin itu.
Berhenti sejenak
Novendra memasuki tahap intens belajar ketika usia SMP atau antara 2012-2014. Ketika itu, dia bisa berlatih hampir tiap hari. Bahkan, dia pernah berlatih hingga 10 jam sehari. ”Saya pernah tidak tidur karena sedang giat-giatnya belajar. Akibatnya, saya sering ketiduran di kelas,” ujarnya sambil tertawa.
Namun, saat sedang semangat berlatih catur, Novendra yang masih belia justru dihadapkan situasi sulit. Tahun 2012, ada masalah keluarga yang dihadapi oleh keluarganya. Hal itu membuat perhatian keluarga terhadap dia dan saudara-saudaranya berkurang.
Novendra kaget dengan situasi tersebut. Dia tidak siap sehingga turut tenggelam dalam kesedihan. Kondisi itu turut berdampak terhadap karier caturnya sehingga dia sempat menepi dari dunia catur sekitar enam bulan. ”Masalah keluarga itu membuat mental saya jatuh. Saya sering sedih. Karena itu, saya akhirnya sempat berhenti main catur cukup lama,” kata pecatur yang mendapat titel Master Internasional (IM) pada 2017 itu.
Beruntung, masalah keluarga itu tidak berlarut. Belum setahun, masalah itu selesai. Hal itu menjadi secercah harapan untuk karier catur Novendra. ”Karena masalah beres, keluarga kembali mencurahkan perhatian ke saya dan saudara-saudara. Saya jadi semangat lagi untuk berlatih dan bertanding catur,” tuturnya.
Cobaan yang dihadapi Novendra tidak berhenti sampai di sana. Di usia 17 tahun, dia kehilangan ibunya, Musringatun yang meninggal dunia. Peristiwa itu memberikan duka mendalam untuknya. Sebab, selama ini, ibu menjadi penenang hatinya ketika ayah bertindak cukup keras dan tegas, terutama dalam karier caturnya.
Ibu pula yang selalu memberi semangat tatkala dirinya kehilangan semangat juang dalam berlatih dan bertanding. Ibu adalah bandul penyeimbang dalam kehidupannya. ”Ibu adalah penenang. Waktu masih hidup, ibulah yang selalu membela saya ketika ayah memarahi saya. Ibu pula yang selalu memberikan semangat dan motivasi ketika saya sedang terpuruk,” ujarnya.
Selain duka, kehilangan ibu juga memberikan semangat berganda untuk Novendra mengejar cita-citanya dalam catur. Secara tidak langsung, kata-kata penyemangat dari ibu yang sering terngiang dan membuatnya pantang menyerah untuk merebut gelar GM.
”Ibu juga pernah bilang supaya saya jangan pernah sombong, harus tetap rendah hati kalau sudah jadi GM. Saya juga diminta untuk jaga diri baik-baik, tidak mengikuti jejak-jejak negatif orang di sekitar, terutama jangan pernah merokok,” kata Novendra yang belum sempat menunaikan janji akan memberangkatkan haji ibunya karena maut sudah tiba lebih dahulu.
Tumbuhnya kesadaran
Novendra sejatinya belum benar-benar yakin dengan kapasitasnya untuk terus menjalani karier sebagai pecatur profesional. Pasalnya, permainannya cenderung labil. Dia sering kalah telak dalam sejumlah kejuaraan nasional. Padahal, lawan-lawannya punya elo rating lebih rendah dan pengalaman pertandingan internasional lebih minim.
Namun, Novendra mengalami titik balik kala menjuarai Kejuaraan Bangkok Terbuka 2018 di Thailand pertengahan April 2018. Saat itu, ia juara dengan membukukan 8 poin hasil dari tujuh menang, dua remis, dan tidak pernah kalah.
Prestasi yang membuatnya yakin untuk terus melangkah di jalur catur muncul ketika menuai hasil sensasional pada dua laga dari sembilan laga yang ada dalam Kejuaraan Bangkok Terbuka 2018. Saat itu, Novendra berhasil mengalahkan pecatur unggulan pertama kejuaraan tersebut, yakni pecatur Armenia GM Super Hrant Melkumyan (2.669), dan menahan remis pecatur andalan Inggris GM Super Nigel Short (2.662).
”Saya tidak menyangka bisa mengalahkan Hrant Melkumyan. Sejak itu, saya sadar bahwa sebenarnya saya punya kemampuan untuk bersaing di level GM atau level tertinggi dunia catur. Akhirnya, saya bulatkan tekad untuk terus fokus di dunia catur dan berusaha mengejar prestasi sebaik-baiknya,” tutur mahasiswa angkatan 2018 Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, STIE Perbanas Jakarta itu.
Sejak raihan itu, grafik penampilan Novendra terus menanjak. Puncaknya, dia berhasil meraih gelar GM setelah empat kali menuai kegagalan walaupun sudah nyaris menjadi GM medio 2019-2020.
”Saya belum mau berhenti. Gelar GM ini justru baru awal karier saya di level tertinggi catur internasional. Mimpi besar saya selanjutnya menjadi GM Super (elo rating di atas 2.600 poin) kedua Indonesia setelah GM Utut Adianto (pada 1995-1999). Saya siap melepas masa muda demi mengejar mimpi itu,” pungkas Novendra.
Novendra Priasmoro
Lahir : Jakarta, 24 November 1999
Gelar :
- Master Internasional pada 2017
- Grand Master Internasional pada 2020
Hobi : Catur dan sepak bola
Prestasi nasional :
- Juara 1 Japfa Chess Festival U-14 2012
- Juara 1 Kejuaraan Nasional U-15 2014
- Juara 1 Japfa Chess Festival U-18 2014
- Juara 1 Kejuaraan Nasional U-17 2015
- Juara 1 Kejuaraan Nasional U-19 2016
- Juara 1 Kejuaraan Nasional Senior 2017
- Juara 2 PON XIX 2016
Prestasi internasional :
- Juara 1 APPSO 2012, Indonesia
- Juara 1 World School 2014, Brasil
- Juara 1 Japfa International Master 2016, Indonesia