Kebersihan di Desa Besuki, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terasa saat pertama kali memasuki gapura desa, Senin (4/11/2019).
Oleh
Megandika Wicaksono
·5 menit baca
Suasana Desa Besuki yang bersih dan indah tak terlepas dari campur tangan Arifin (49). Sebagai sekretaris desa, dia gencar mendorong warga menjaga kebersihan, terutama untuk kebiasaan buang air besar di jamban.
Kebersihan di Desa Besuki, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, terasa saat pertama kali memasuki gapura desa, Senin (4/11/2019). Saluran air tampak bersih dan rapi. Air di sungai pun bening bebas sampah. Tong sampah dibedakan antara organik dan anorganik. Pekarangan warga tampak hijau dengan aneka pohon buah, seperti mangga dan rambutan. Semilir angin yang turun dari perbukitan ke lembah menggoyangkan dedaunan dengan perlahan.
Dinding tembok di sekitar balai desa penuh dengan mural warna-warni yang mengajak warga menjaga kebersihan. Beberapa tulisan terpampang jelas, seperti ”Sampah bukan Warisan Anak Cucu Kita”, ”Do it for life” dan ”Waspada Cacingan”. Saat itu, sebagian warga sedang bergotong royong membangun selokan. Sapaan hangat dan senyum ramah tersungging di pipi.
Tidak mudah mengubah kebiasaan masyarakat. Mereka berpikir yang penting tidak membuang kotoran di rumah.
Desa Besuki berada di sebelah barat Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Berada di kawasan hutan jati dengan akses berupa jalan berkelok dan terjal khas kontur perbukitan, desa ini dialiri sejumlah sungai, antara lain Sungai Seling, Sungai Bedagung, Sungai Lopasir, Sungai Kalimulang, dan Sungai Cibutun. Rumah-rumah warga dominan berada di kaki bukit dan lembah atau tepat di sepanjang aliran sungai.
Dengan kondisi sulit mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari, beberapa tahun silam, warga memilih melakukan segala aktivitasnya di sungai. Mulai dari mandi, mencuci, hingga buang air besar. Tidak heran pada 1980-an banyak warga di desa itu menderita diare dan muntaber. ”Dulu saat kelas VI SD, saya hampir mati karena diare. Mulai pukul 21.00 hingga pukul 15.00 keesokan harinya terus-menerus diare,” kata Arifin.
Arifin ingat betul betapa kesakitan dan lemasnya saat itu karena dehidrasi. Apalagi orangtua dan saudara-saudarinya begitu panik dan bingung mencari pengobatan. ”Saya diinfus sampai 10 botol waktu itu oleh mantri kesehatan,” katanya.
Tidak ingin pengalaman itu terulang kepada anak-anak dan warga di sekitarnya, sejak 2016 Arifin bersama perangkat desa lain menggalakkan program jambanisasi dan mendekati secara personal kepada warga yang masih sering membuang air besar sembarangan. ”Tidak mudah mengubah kebiasaan masyarakat. Mereka berpikir yang penting tidak membuang kotoran di rumah. Bahkan, ada yang sudah punya jamban, tetapi tetap memasang pipa untuk menyalurkan kotoran dibuang ke sungai,” ujar Arifin.
Pada 2017, di Desa Besuki telah dibangun 160 jamban, baik dari dana desa maupun bantuan dari kabupaten. Dari 724 keluarga, sekitar 97 persen di antaranya sudah memiliki jamban dan tangki septik sehingga Desa Besuki telah dinyatakan sebagai Kawasan Stop Buang Air Besar Sembarangan atau Open Defecation Free. Meski ada penetapan tersebut, masih ada pula satu-dua orang yang buang air besar di sungai.
Oleh karena itu, baik melalui penganggaran di desanya untuk pembuatan jamban serta tangki septik maupun sosialisasi di setiap pertemuan tingkat dusun serta desa, Arifin bersama perangkat desa juga memberikan imbauan lewat grup Whatsapp ”Desa Besuki”. ”Mereka yang buang air besar di sungai difoto dari kejauhan lalu fotonya dikirim ke grup,” kata Arifin.
Foto yang dikirim di grup tentu tidak menonjolkan unsur pornografi. Foto ini menjadi pembahasan dan semacam sanksi sosial agar mereka yang keras kepala buang air besar sembarangan malu dan mengubah kebiasaan tidak sehat itu. Tidak berhenti di situ, mereka yang ketahuan buang air besar bahkan diminta membuat surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya kembali. ”Jika mereka tidak membuat surat pernyataan, jika mengurus sesuatu, misalnya izin hajatan atau membuat surat pengantar KTP di desa, tidak dilayani,” kata ayah dari Mohammad Zacky (23) dan Dahiyana Zhafira Rizky (14) itu.
Selain menggencarkan stop BAB sembarangan, Arifin juga mendorong warga membiasakan hidup bersih dengan menyiapkan sarana cuci tangan di depan rumah, baik berupa keran maupun sabun cuci. Air bersih juga disalurkan dari mata air menggunakan pipa dan tampungan air supaya warga tidak lagi mengambil air sungai untuk dikonsumsi. ”Ada dua mata air yang digunakan warga, yaitu Tuk Banyumudal dan Kalimalang. Warga juga dibiasakan memasak air konsumsi,” katanya.
Arifin mengatakan, gaya hidup sehat akan mencegah penyebaran penyakit, termasuk diare. Selain menggencarkan jambanisasi dan membiasakan cuci tangan, Arifin juga mengajak warga mengolah sampah mulai dari dapur. Sampah organik dan anorganik dipisahkan. Kemudian, sampah anorganik ditabung ke bank sampah desa. Ada 150 anggota di bank sampah ini. Setiap 1 kilogram sampah plastik yang diserahkan warga akan dibeli dengan harga Rp 1.000.
Sampah plastik yang bisa dijual kembali akan dibawa ke pembeli rongsokan. Adapun sisanya, seperti plastik kemasan, akan dibuat ecobrick oleh ibu-ibu PKK Desa Besuki. Senin siang, tampak lima ibu rumah tangga bersama-sama menyusun ecobrick untuk dijadikan sofa. Ada yang menggunting plastik, ada juga yang memasukkan guntingan plastik ke dalam botol. ”Sampah plastik dibuat ecobrick agar bermanfaat dan tidak mengotori desa,” ujar Iim Rosdiana (34).
Berkat gotong royong dan upaya Arifin bersama perangkat desa menggaungkan kebersihan, desa ini pun telah mendapatkan sertifikat sebagai desa yang masyarakatnya telah menerapkan lima pilar sanitasi total berbasis masyarakat. Desa ini juga meraih juara I Lomba Penilaian PHBS Rumah Tangga dan Desa/Kelurahan Siaga Aktif dari Dinas Kesehatan Banyumas pada 2017, juara III Lomba Kebersihan dan Pertamanan Tingkat Kabupaten Banyumas 2017, serta juara II Lomba Pemanfaatan Tanah Pekarangan Halaman Asri Teratur Indah Nyaman 2018.
Bagi Arifin sendiri, upayanya menjaga lingkungan agar tetap bersih diganjar sejumlah penghargaan, antara lain juara I Pemilihan Duta Lingkungan Hidup Sehat Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) terhadap tokoh masyarakat/natural leader tingkat Kabupaten Banyumas pada 2018 dan juara II Lomba Duta Lingkungan Sehat Sanitasi Total Berbasis Masyarakat pada 2018 tingkat Provinsi Jawa Tengah. ”Saya berusaha tidak memaksakan kehendak atau menggurui orang lain, tetapi saya mencoba memberi contoh. Mengawali dari diri saya sendiri dan keluarga,” kata Arifin.
Arifin
Lahir: Banyumas, 18 Agustus 1970
Pendidikan:
SD Besuki 1
MTs Negeri Majenang
SMA Al Hidayah Sidareja
D-3 Informatika Bisnis Akademi Perdagangan Bandung (2016)
Istri: Suryati (47)
Anak: 2
Kegiatan/Pekerjaan:
- Sekretaris Desa Besuki (sejak 2016)
- Anggota Tagana Kabupaten Banyumas (sejak 2008)
- Pengurus Forum Komunikasi Institusi Masyarakat Pedesaan Kabupaten Banyumas (sejak 2015)
- Ketua Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa Besuki (sejak 2009)