I Nyoman Alim Mustapha Berbagi Jagat Pahat
Bagi I Nyoman Alim Mustapha (66), seniman pahat di Magelang, kesuksesan hasil karya bukan semata untuk kepuasan pribadi, tetapi juga menjadi sarana berbagi. Seluk-beluk dunia pahat dikenalkan ke masyarakat. Sebagai bentuk syukur kepada alam dan Sang Pencipta.
Di atas tanah seluas dua hektar di Jalan Raya Magelang-Yogyakarta, Pabelan, Kecamatan Mungkid, Magelang, Jawa Tengah, Nyoman membagi proses pembuatan aneka patung melalui Taman Nakula Sadewa Edupark.
“Seseorang lahir ke bumi itu mesti telanjang. Kita pintar dari mana? Pasti diajari oleh alam, orangtua, guru sehingga menjadi pintar. Kalau kita sudah pintar kan mesti menularkan ilmu kepada orang lain,” kata Nyoman, seniman pahat dari Pulau Bali yang sejak 1968 tinggal di Magelang, Rabu (17/10/2018).
Menurut Nyoman, tidak mudah mendalami pekerjaan seni karena dulu jarang ada sekolah dan perguruan tinggi khusus kesenian. Bahkan, dia selalu terbentur pada jawaban penolakan yang disebut “rahasia perusahaan”. Berbekal tekad kuat dan darah seni dari sang ayah, I Ketut Kicen (almarhum) yang merupakan pelukis, Nyoman kemudian melatih diri secara otodidak.
“Dari situlah saya berujar, \'Ya Tuhan, kapan pun beri kepintaran kepada saya, akan saya tularkan kepada siapa saja ke seluruh muka bumi\'. Makanya saya bisa keliling dunia. Jadi, ketika ujar itu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, bisa menjadi kenyataan,” kata bapak lima anak itu.
Ribuan karya seni termasuk patung, relief, minatur bangunan bersejarah telah lahir dari tangan Nyoman bersama para perajin yang dirangkul Nyoman. Sedikitnya, ada 300 pekerja di Taman Nakula Sadewa Edupark dan 50 orang perajin di antaranya adalah karyawan tetap Nyoman. Para perajin memiliki berbagai keahlian mulai dari pahat batu, tanah liat, aluminium baik dari sekitar Magelang maupun dari sejumlah tempat di Jawa Tengah.
“Dengan taman edukasi ini, anak-anak generasi kita bisa melihat bagaimana proses pembuatan tidak hanya patung, tapi bisa tentang kaligrafi, artwork macam-macam dari fiberglass, marmer, perunggu, batu, aluminium. Bagaimana proses pembuatan, bagaimana mencetak, dan bagaimana ngecor perunggu,” paparnya.
Taman Edukasi
Taman edukasi terdiri dari sejumlah bagian. Pada bagian pertama disebut sebagai taman nasional. Di sana terdapat patung-patung para pahlawan dan pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada patung Ir Soekarno dan Moh Hatta, Panglima Besar Jenderal Soedirman, I Gusti Ngurah Rai, A Yani, bahkan ada pula patung Pangeran Diponegoro dan Patih Gadjah Mada.
“Jadi, dari awal memang menampilkan tokoh-tokoh supaya generasi muda mengenali mengapa ada Indonesia,” katanya.
Selanjutnya, di samping tanam nasional, terdapat taman internasional. Di tempat itu berdiri sejumlah miniatur bangunan megah di dunia, mulai dari Candi Borobudur, Patung Liberty, Shwedagon Pagoda, dan Angkor Wat. Kemudian di samping taman internasional, berderetlah puluhan patung wayang yang kaya warna dan area itu disebut taman budaya.
Di bagian lain terdapat bengkel kerja atau tempat berkarya bagi para perajin dan karyawan Nyoman. Ada areal pembuatan patung dari tanah liat dan semen, ada areal pembuatan patung dari batu dan relief dari batu, serta areal pembuatan patung dari aluminium. “Agar mencair, aluminium dipanaskan hingga 800 derajat Celcius sedangkan untuk perunggu perlu panas sampai 1.600 derajat Celcius,” ujar Nyoman.
Saat itu, sejumlah para perajin sedang menyelesaikan pembuatan patung gajah dari Afrika setinggi 3 meter dan tokoh wayang Bima Suci setinggi 6 meter pesanan dari Purworejo. Derit gerinda, denting palu, dan tatah saling bersahutan sekaligus timbul tenggelam dengan hentakan musik radio yang diputar oleh para perajin. Sebagian karya yang dipajang di taman itu merupakan model yang telah dibuatkan cetakan baik itu untuk perunggu ataupun aluminum.
“Anak-anak bisa melihat bahannya apa saja dan alat-alatnya seperti apa,” katanya.
Berjalan masuk lebih ke dalam, terdapat sebidang tanah yang di sana dibangun gazebo untuk istirahat sekaligus tempat aktivitas anak-anak atau pengunjung belajar tentang seni pahat. Banyaknya pepohonan membuat wilayah ini terasa sejuk. Di sekelilingnya terdapat sejumlah kolam dengan air mancur yang meluncur dari beberapa patung, seperti ikan, buaya, dan juga sebuah kendi yang dibawa oleh patung wanita.
Sejak dibuka Juli 2018, sedikitnya ada 4.253 pengunjung yang datang ke taman Nakula Sadewa itu. Sebanyak 75 persen di antaranya adalah pelajar.
Memberi manfaat
Kehidupan, bagi Nyoman, mengutip pepatah Jawa, itu seperti mampir ngombe (minum) atau singgah sebentar untuk minum air. “Hidup itu hanya singkat saja. Nah, pengetahuan yang kita miliki itu berasal dari Yang Mahakuasa. Jika kita bisa menularkan, alangkah baiknya. Ilmu yang kita punya akan bermanfaat bagi orang banyak,” katanya.
Nyoman mengatakan, dirinya ingin bermanfaat bagi banyak orang. Tidak sekadar mengajari karyawannya, tetapi dia juga mengajak mereka ke sejumlah negara sembari memasang patung hasil karya mereka. Para karyawan juga diberi kesempatan melihat dan belajar kebudayaan di luar negeri. Karya-karya patung Nyoman antara lain dipesan dan dipasang di Belgia, Vietnam, Vatikan, Jerman, Austria, serta di sejumlah hotel dan sudut-sudut kota di penjuru Nusantara.
Menurut Nyoman, alam itu menyatu dengan manusia dan saling terkait satu sama lain. “Ketika manusia bisa memanfaatkan alam sedemikan rupa menjadi bahan yang berguna bagi kehidupan, akan ada saling keterkaitan antara alam dan manusia,” ujarnya.
Nyoman menyebutkan, ketika punya niat baik, manusia semestinya berusaha untuk merealisasikan niat itu bagaimana pun caranya. “Meskipun betapa susahnya, harus dilewati. Kalau kita tidak bisa melewati atau tidak mengambil risiko, maka disebut kalah sebelum berperang. Manusia harus berani berjuang dan memperjuangkan segala sesuatu untuk banyak orang,” katanya.
Bagi Nyoman, batu yang keras menjadi tantangan untuk terus maju dan berinovasi. Bukan hanya menggunakan batu andesit, tetapi Nyoman juga berkreasi menggunakan batu marmer, batu giok, serta perunggu dan aluminium dalam berkarya. “Semakin keras batu itu semakin saya senang. Kalau batu itu keras, sekeras apapun batu itu, kalau pikiran kita lebih keras dari batu itu, pasti bisa dijinakkan,” tuturnya.
Alam mengajarkan Nyoman bahwa untuk menjadi seniman, butuh ketekunan dan kekerasan tekad. Jagat pahat dimaknai sebagai sebuah petuah hidup untuk pantang menyerah dan selalu memberi kebaikan kepada alam.
I Nyoman Alim Mustapha
Lahir: Denpasar, 13 Februari 1952
Istri : (Alm) Rodhiyatie & Sri Widati
Anak : Dewi, Shanti, Desy, Komang Darmawan, dan Komang Kurniawan.
Pendidikan : SMA Pendowo, Muntilan (lulus 1971)
Pekerjaan : Seniman Pahat