Eri Agus Berdikari di ”Bumi Ukir” Jepara
Modal asing yang sekian lama mencengkeram industri mebel di Jepara, Jawa Tengah membuat jengah Eri Agus Susanto (42). Tekadnya bulat, perajin ukir dan masyarakat Jepara mesti berdikari di tanahnya sendiri. Tak sekadar memberi kerja ratusan orang, dia pun mendorong karyawannya suatu saat bisa menjadi juragan di tempat usahanya sendiri.
Di tengah bisingnya suara mesin pemotong kayu, pagi itu, Selasa (31/8/2018) lalu, Eri menyapa satu per satu pekerja di salah satu gudang miliknya di Kecamatan Batealit, Jepara. Eri juga mengecek setiap pekerjaan mebel dengan resin, yang merupakan fokus bisnis usahanya. Suasana di gudang itu penuh kekeluargaan.
Suasana seperti itu dibangun Eri di perusahaan mebelnya, Jepara Asia Mas Furniture, yang didirikannya pada 2010, agar para pekerja nyaman. Apabila kenyamanan didapat, lingkungan kerja bakal terbangun solid. Ide-ide cemerlang pun muncul setiap waktu. Konsep seperti itu dia bangun berdasarkan pengalamannya tak mengenakkan saat bekerja di perusahaan mebel milik pemodal asing.
Bos saya, orang asing dan sangat galak. Karyawan benar-benar diperlakukan seperti buruh. Itu membuat kerja tim lemah. Saya akhirnya keluar
"Bos saya, orang asing dan sangat galak. Karyawan benar-benar diperlakukan seperti buruh. Itu membuat kerja tim lemah. Saya akhirnya keluar," tutur Eri.
Dari situ, Eri semakin gemas. Dia yakin warga asli Jepara bisa berdiri sendiri, tanpa bergantung pemodal asing. Saat awal merintis usaha, dia memberdayakan tujuh orang warga sekitar. Kini, seiring usaha yang terus berkembang, dirinya memiliki sekitar 130 pekerja.
Bidang mebel sesungguhnya bukan pilihan karier Eri. Meski asli Jepara, dia tak memiliki garis keturunan ataupun bidang ilmu akademik terkait bisnis pun perkayuan. Menjelang lulus dari Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Diponegoro, Eri bekerja di sebuah perusahaan konsultan di Semarang.
Berselang dua tahun, dia merasa bekerja dengan duduk di balik meja bukanlah panggilan hidupnya. Dia pun memutuskan pulang kampung ke Jepara. Dari sini, perjalanan kariernya di dunia mebel dimulai. Termotivasi kesuksesan orang-orang yang berbisnis mebel di Jepara, dia pun ikut terjun.
Saya mulai dari nol. Dari bagian administrasi, personalia, hingga outsourcing. Semua saya jalani
Eri memulai benar-benar dari bawah. Dia bekerja sebagai staf administrasi di salah satu perusahaan mebel di Jepara. Meski gajinya jauh lebih kecil dibanding saat bekerja di konsultan, tekadnya sudah bulat. "Saya mulai dari nol. Dari bagian administrasi, personalia, hingga outsourcing. Semua saya jalani," katanya.
Belajar
Karier Eri terus berkembang. Dia lalu dipercaya menjadi manajer produksi, hingga lama kelamaan terlibat langsung dalam pemasaran. Seluruh proses tersebut membuat pengetahuannya tentang bisnis mebel kian bertambah. Ilmu tentang pembukuan, mencari bahan baku, hingga pemasaran semua dilahapnya.
Dengan pengalamannya, Eri sempat beberapa kali berpindah perusahaan, hingga terakhir bekerja di perusahaan asal Amerika Serikat (AS). Di sini, dia dan para karyawan lain tertekan dengan target yang ditetapkan perusahaan. Iklim kerja seperti itu tak membuatnya betah karena kerja tim amat minim.
Di perusahaan asing tersebut, semua pekerja adalah orang Indonesia. Pemilik perusahaan hanya bermodal uang dan jaringan pasar. Adapun seluruh proses produksi dilakukan warga lokal. Perilaku bos yang kerap menekan dan memperlakukan buruh secara tidak baik membuat Eri kian tak nyaman. Pada 2010, dia pun memilih keluar dan mendirikan perusahaan Jepara Asia Mas Furniture.
Mulanya, Eri memproduksi furniture klasik yang kekhasannya antara lain memiliki ukiran, seperti kursi, dan tempat tidur. Pada 2013, dia mengikuti pameran besar petama di JIEXPO Kemayoran. Sejak pameran itu, pembeli terus bertambah. Baginya, pameran ajang paling efektif untuk menggaet pembeli.
Saat itu, usahanya terus berkembang dengan menggaet pasar internasional seperti China dan Timur Tengah. “Kemudian saya membaca kalau trend klasik, ke depan bakal menurun. Karena itu, saya mencari produk lain yang lebih memiliki nilai. Pada 2015, saya mulai mencoba mebel dengan resin," kata Eri.
Kombinasi kayu dan resin, ternyata mendapat respons bagus dari pasar. Eri terus mendapat pembeli potensial, terutama setelah mengikuti pameran. Kini, setiap hendak ikut pameran atau setiap tiga bulan sekali, dia berdiskusi dengan anak-anak muda di perusahaannya untuk membuat desain baru yang inovatif.
"Kami berada di level IKM (industri kecil menengah), sehingga jika tidak unik akan sulit bertahan. Perusahaan besar bisa membuat apa saja dengan tingkat efisiensi yang lebih baik. Kami hadapi segala tantangan bersama, dengan berdiskusi mengembangkan ide-ide," kata Eri.
Dorong jadi bos
Selain itu, strategi pemasaran yang juga dilakukan Eri yakni terus mengirim katalog produk baru kepada semua pembelinya sejak 2013 dengan surat elektronik. Apapun responsnya, setiap ada produk baru, Eri akan mempromosikannya. Dari situ, tak jarang muncul respons bagus dari para pelanggannya.
Sejauh ini, Eri menilai pameran merupakan cara pemasaran yang efektif. Dari pameran, dia tahu karakter calon pembeli. "Dari cara mereka bertanya misalnya. Saya menggunakan feeling.," katanya.
Adapun sejumlah peminat produknya berasal dari luar negeri. Pada 2016, dia pernah mengikuti pameran di Shanghai, China dan produknya cukup banyak diminati. Kini, dalam sebulan, dirinya mengirim rata-rata dua peti kemas ke sejumlah pembeli asal mancanegara.
Eri mengakui, kombinasi kayu dan resin bukan merupakan sesuatu yang baru. Namun, dia yakin, dengan dibantu para anak muda yang terlibat, akan selalu hadir desain-desain kreatif baru yang mampu menarik pasar. Itulah yang menjadi motivasi dirinya untuk memperlakukan karyawan sebagai rekan kerja.
Selain karena ketertarikannya pada barang-barang unik, Eri mengaku mendirikan usaha mebel agar orang-orang di sekitar lingkungan rumahnya bisa terlibat, termasuk keluarganya. Bahkan, beberapa orang yang pernah dia pekerjakan sudah memiliki usaha sendiri, mulai dari menjadi pemasok bahan baku maupun memiliki perusahaan inti sendiri.
Lebih jauh, Eri ingin melihat geliat mebel di Jepara terus maju dengan orang-orang kreatif asal Jepara di belakangnya. Itu menunjukkan masyarakat Jepara berdaya dan mampu bersaing dengan para pemodal asing yang sudah lama masuk. Kombinasi anak muda, kreativitas, dan inovasi menjadi kunci mewujudkan itu.
Eri Agus Susanto
Lahir: Cianjur, 13 Agustus 1974
Pendidikan
- SD Negeri Panggang 6 Jepara 1980-1986
- SMP Negeri 1 Jepara 1986-1989
- SMA Negeri 1 Jepara 1989-1992
- Universitas Diponegoro Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota 1992-1998Organisasi:
- Pengurus DPD Asosiasi Mebel dan Kerajinan (Amkri) Jepara (2012-2017)
- Sekretaris DPD Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) Jepara Raya (2017-sekarang)
- Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jepara, Bidang Kerja Sama Ekonomi, Sub Bidang Pemasaran Produk Ekspor (kini)