Entis Sutisna Menjadi Saksi Evolusi Jagat Wayang Golek
Dalang wayang golek datang dan pergi silih berganti. Namun, jejak Entis Sutisna (98) atau kerap disapa Aki Acin, tetap terpatri di setiap panggung. Sejak tahun 1975, kreativitasnya memberi warna dan rupa baru bagi jagat wayang golek.
Ruang perawatan intensif Rumah Sakit Cahya Kawaluyan, Bandung Barat, Jawa Barat itu kembali hangat, Sabtu (22/9/2018). Kehadiran beberapa rekan yang datang menengok, membuat Aki Acin sedikit terhibur. Senyumnya tersungging, memperlihatkan gigi yang sebagian tanggal. Sudah dua hari ia dirawat di sana karena diabetes.
"Duh, saya susah melepaskan ini," kata Aki Acin, dalam bahasa Sunda menunjuk jarum infus yang menancap di tangan kirinya.
Hatinya tak tenang ketika dokter memintanya beristirahat. Dia ingin pulang. Masih ada pekerjaan yang belum rampung. Dari pesanan 61 helai baju wayang, ia baru menyelesaikan 25 helai.
"Kalau sudah pegang wayang golek Aki Acin suka lupa semuanya. Sakit ini, misalnya, sudah lama diderita tapi tak pernah dia ungkapkan," kata Opik Sunandar Sunarya, dalang kelompok Mekar Arum 2 Giriharja Bandung Barat, yang kerap menemani Aki Acin dalam setahun terakhir.
Opik mengatakan, Aki Acin adalah saksi hidup evolusi wayang golek. Bukan dalang tenar, dia adalah pionir pembuatan baju wayang golek. Lewat usahanya, wayang golek kini tampil lebih hidup.
Bahkan, di usia yang hampir seabad, tangan-tangan kreatifnya masih setia bekerja. Satu persatu warna warni baju wayang golek masih dia buat. Matanya tetap awas memasang benang. Jemarinya tak bergetar ketika menjahit baju. Sudah melakukannya sejak 43 tahun lalu, dia terbiasa bekerja dalam ketelitian.
Aki Acin mengatakan, semuanya bermula dari kegelisahan dalang Cep Safaat Partasuwanda dan dalang Asep Sunandar Sunarya. Periode tahun 1970-an, keduanya adalah dalang muda dengan segudang ide. Cep Safaat adalah inivator di sandiwara Sunda dan wayang golek. Sedangkan Asep Sunandar adalah kreator di teknik pertunjukan. Keduanya meminta Aki Acin membuat baju untuk memaniskan wayang golek. Sebelumnya, baju wayang golek masa itu tak secantik sekarang. Bajunya hanya selendang yang diikatkan di tubuh wayang.
"Kuncinya menyesuaikan karakter dan bentuk wayang. Tujuannya agar kostum tidak menenggelamkan karakter wayang itu sendiri," katanya.
Kuncinya menyesuaikan karakter dan bentuk wayang. Tujuannya agar kostum tidak menenggelamkan karakter wayang itu sendiri.
Tokoh Batara Kresna, misalnya. Punya warna kulit gelap, baju Kresna kerap berwarna merah. Selain menampakan kesan gagah, merah dianggap sebagai warna puncak kesempurnaan. Lain lagi dengan tokoh satria seperti Arjuna. Punya kulit lebih terang, bajunya kerap dipadukan dengan warna gelap. Untuk menunjukan kesaktian satu tokoh wayangnya, Aki Acin kerap menggunakan warna emas dengan beragam motif.
"Motifnya diambil dari alam. Di antaranya dari tanaman paku-pakuan, bambu hingga bunga cengkeh," katanya.
Dunia Seni
Kemampuan Aki Acin memadupadankan motif dan warna juga tak datang begitu saja. Perjalanan berperan di dunia seni tradisi Sunda sejak tahun 1942 memengaruhinya.
Acin bukan berasal dari keluarga seniman. Orang tuanya hanya petani sederhana di Padalarang. Namun, cinta pada pertunjukan seni Sunda yang mengirimkannya terjun ke sana. Dia adalah penonton setia beragam pertunjukan meski jauh dari rumahnya.
Salah satunya saat menonton sandiwara Sunda "Medal Sekarwangi" di Sumedang, berjarak sekitar 120 kilometer dari Padalarang. Dari sekadar menonton, ia menerima tawaran pertama berlakon saat berusia 22 tahun.
Perannya bervariasi, mulai dari satria hingga orang biasa sesuai kebutuhan.
Namun, dia juga tak menolak bila diminta menjahit dan menyiapkan kostum yang akan dipakai pentas. Hal serupa, ia lakukan saat bergabung dengan kelompok "Ganjar Sabar" asal Majalengka.
Lama berkiprah di seputaran Jabar, ia merantau ke Jakarta bergabung dengan Sandiwara Sunda Miss Tjitjih mulai tahun 1950. Bersama Miss Tjitjih, bakatnya semakin terasah. Kelompok ini adalah idola di zaman itu. Pementasannya sangat padat. Banyak kostum diperlukan mendukung setiap pentas.
"Pengalaman urus kostum jadi bekal membuat baju wayang. Saya jadi tahu cara mengukur baju, memilih motif hingga warnanya," ujarnya. Dia mundur dari Miss Tjitjih tahun 1975 dan langsung membuat baju wayang setelah itu.
Karya Acin pun menggemparkan dunia wayang golek. Dipakai Cep Safaat dan Asep Sunandar, bajunya mengundang minat dalang lain. Banjir pesanan, profesi ini menjadi ceruk usaha baru.
Pengalaman urus kostum jadi bekal membuat baju wayang. Saya jadi tahu cara mengukur baju, memilih motif hingga warnanya.
Harga kostum dibanderol sesuai ukuran tubuh wayang. Untuk wayang berukuran sangat besar seperti Prabu Arimba misalnya, dijual Rp 300.000 per helai. Berbeda dengan baju wayang satria seperti Gatotkaca, berukuran lebih kecil, yang dijual Rp 150.000 per helai.
Aki Acin tak sendirian menikmati semuanya. Beberapa orang yang datang belajar diterima dengan senang hati. Dia tidak pernah pelit saat menularkan ilmunya.
Sebatang Kara
Akan tetapi, kebaikan itu juga kerap ada saja yang menyalahgunakannya. Tidak jarang ada dalang yang memesan baju pada Aki Acin tapi alpa membayar. Padahal, perjuangannya kerap tak ringan demi mendapat untung tak seberapa. Dari rumahnya di Bandung Barat, ia kerap naik turun bus dan angkutan umum, mengantar langsung baju buatannya. Hal itu masih dia lakukan beberapa bulan sebelum tergolek di rumah sakit.
Padahal, di tengah persaingan yang semakin ketat, penghasilannya kini tak banyak. Di usia senja, dia hanya membuat selembar baju berukuran sedang per dua hari. Dijual Rp 150.000, untungnya harus dipotong modal Rp 50.000. Artinya, ia hanya berpenghasilan Rp 50.000 per hari. Semakin miris, semua baju itu tak dipesan setiap hari.
Kesetiaan dalam keadaan serba terbatas itu juga yang membuatnya alpa mengurus beragam pelayanan dasar. Dia ternyata tak punya kartu badan penyelenggara jaminan sosial akibat tak punya KTP dan kartu keluarga.
Akibatnya, dia sempat kesulitan saat hendak mengobati penyakitnya.
Lewat media sosial, dalang Opik mengabarkan kondisi ini pada 20 September lalu. Bantuan pun berdatangan. Pemerintah Jabar menanggung semua biaya perawatan. Lewat program anyar, Jabar Quick Respons, biaya pengobatan Aki Acin ditanggung hingga sembuh.
"Harapannya perhatian pemerintah semakin besar. Di usia senja, Aki Acin hidup sebatang kara tanpa rumah," kata Opik. Sejak setahun terakhir, Aki Acin tinggal bersama dalang Ujang Mulyana di Padalarang.
Malam pun semakin tua. Setelah menghabiskan semangkuk bubur, nafasnya terdengar semakin berat. Selama dirawat, tak mudah bagi Aki Acin menghabiskan malam. Waktu yang biasanya dipakai membuat baju wayang golek, kini dihabiskan menahan sakit akibat sesak di dada.
"Saya pasti buat baju wayang lagi kalau sudah sembuh," kata Aki Acin. Binar matanya masih memperlihatkan secuil semangat diantara wajah tua penuh keriput itu.
Entis Sutisna alias Aki Ancin
Lahir: Padalarang, 23 Maret 1920
Pendidikan: Sekolah Rakyat Warungawi,
Padalarang, Bandung Barat