Ahmad Lugas Kusnadi Menyelamatkan Masa Depan untuk Anak Jalanan
Ahmad Lugas Kusnadi (45) mengulurkan tangan kepada anak-anak jalanan di Kabupaten Lebak, Banten untuk keluar dari lembah hitam. Ugas, begitu ia kerap disapa, menawarkan banyak pilihan lewat jalan seni.
Minggu (9/9/2018) siang, Ugas kembali beraksi di atas panggung Festival Seni Multatuli 2018 yang digelar di Museum Multatuli Rangkasbitung, Lebak, Banten. Namun, dia tak hendak bernyanyi.
Tangannya sibuk memeriksa kelayakan beragam alat musik seperti gitar, gendang, organ hingga kabel-kabel elektroniknya. Semuanya demi kesempurnaan pertunjukan musik yang akan digelar delapan jam ke depan.
“Kang Ugas, semangat!,” ujar seorang rekannya, sambil menyalami Ketua Kelompok Penyanyi Jalan (KPJ) Rangkasbitung itu.
Pertunjukan yang dinanti pun tiba. Sekitar pukul 20.00, penonton berjubel di samping dan depan panggung, bahkan hingga luar pagar. Lebih kurang 1.000 orang penonton antusias menyaksikan pertunjukan KPJ Rangkasbitung. Mereka berdesak-desakan di pelataran museum itu. Nama besar Ugas sebagai musisi lokal Rangkasbitung menjadi magnetnya.
Kali ini, Ugas benar-benar menggetarkan pita suaranya di atas panggung bersama iringan musik rekan-rekannya di KPJ. Lagu-lagu bertema ekonomi, sosial dan politik, seperti "Hariring Lebak", "Multatuli", "Selamat Pagi Indonesia", "Kisah Membangun" dan "Rimbun Hutanku", dikumandangkan lantang memecah malam. Para penonton bertepuk tangan dengan riuh setiap lagu selesai diyanyikan. Ugas dan band-nya, tidak sendiri. Sekitar 15 musisi KPJ lainnya juga unjuk kebolehan bakat dan kreativitasnya.
Bagi Ugas, konser itu bukan sekadar tampil dan dielu-elukan penonton. Artinya, jauh lebih besar dari itu. Musisi-musisi di atas panggung malam itu hanya segelintir anak jalanan yang berhasil diselamatkan Ugas dari jerat berbagai persoalan sosial. Lewat KPJ Rangkasbitung yang ia rintis bersama rekan-rekannya 22 tahun lalu, semuanya dimulai dan bertahan hingga kini.
Rangkasbitung mungkin kecil tapi anak jalanannya melimpah. Entah itu cari makan, iseng, atau pelarian. Mereka semua rawan terseret bermacam persoalan seperti narkoba, kriminalitas, dan mabuk-mabukan
Di KPJ Rangkasbitung, kata Ugas, anak-anak jalanan ditawari ikut konser musik, membuat kerajinan tangan, aktif berolahraga, menggiatkan literasi, hingga bermain teater. Bahkan, Ugas mengadakan pengajian setiap Kamis malam.
“Rangkasbitung mungkin kecil tapi anak jalanannya melimpah. Entah itu cari makan, iseng, atau pelarian. Yang pasti mereka semua rawan terseret bermacam persoalan seperti narkoba, kriminalitas, dan mabuk-mabukan,” kata dia.
Mengalir
Ugas tak asal bicara. Dia sempat merasakan kerasnya hidup di jalan selepas lulus SMA sekitar tahun 1990. Saat itu, ia jengah dengan kondisi keluarga di rumah yang penuh pertengkaran.
Mengandalkan suara dan keahlian bermain musik, Ugas mengamen ke Jakarta, Bandung dan Serang. “Tempat tidur” dia pilih sesuka hatinya, mulai dari emperan toko, stasiun kereta hingga mushala.
Akan tetapi, hidup di jalanan ternyata tak sekadar cukup mengandalkan suara merdu atau kemampuan bermusik. Dia miskin pilihan. Demi mendapat teman seperjuangan, Ugas menenggak minuman keras hingga doyan berkelahi. Hidupnya muram, masa depannya tak pasti.
Hingga akhirnya, 10 tahun kemudian, beragam peristiwa membuatnya tersadar. Pernikahan hingga kelahiran anak pertama menyadarkannya untuk jadi manusia lebih baik. Ugas merasa belum melakukan banyak hal positif bagi dia, keluarga, dan lingkungan sekitarnya.
Saya ingin membantu teman-teman yang punya masalah sama agar tak seperti saya dulu
“Semuanya mengalir saja. Saya ingin membantu teman-teman yang punya masalah sama agar tak seperti saya dulu,” katanya.
Ugas mengatakan, sejauh ini KPJ punya beberapa tempat untuk mengekspresikan diri. Salah satunya ada di rumah Cijorolebak, Rangkasbitung. Di sana menjadi tempat latihan teater, pengajian hingga kerajinan tangan, sejak 2003. Letaknya juga tak jauh dari Studio Lenong Sedih, tempat anak-anak jalanan berlatih musik.
Tempat lainnya ada di Sanggar Sumlor di Desa Sukarendah, Kecamatan Warunggunung, Lebak atau sekitar 10 kilometer dari Alun-alun Rangkasbitung. Sejak 2011, hampir setiap hari ada saja anak-anak jalanan yang berlatih menari, vokal grup, hingga memainkan alat musik. Nama Sumlor diambil dari sebuah sumur di Desa Sukarendah.
“Seperti sumur jadi sumber air, tempat ini adalah sumbernya ilmu,” katanya.
Sanggar itu juga membentuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Sumlor. Ugas kerap menggelar lomba membaca cepat, puisi, bercerita, serta mewarnai. Kegiatan itu biasanya dilakukan setiap hari Minggu pukul 16.00-18.00. Namun, di hari biasa, TBM ini tak pernah sepi dikunjungi anak-anak jalanan.
Perjuangan berat
Seperti pada Rabu (12/9/2018), misalnya. Sekitar 15 anak misalnya, datang ke TBM. Mereka datang dengan ekspresi jiwa mudanya masing–masing. Hampir sebagian besar masih mengamen di jalan.
Ugas pun mempersilakan mereka untuk memilih buku yang disukainya untuk dibaca. Setelah itu, Ugas mengadakan lomba menggambar. Berbagai hadiah seperti celengan hingga alat tulis ia sediakan.
Seorang anggota KPJ Rangkasbitung ditunjuk sebagai juri. Tak lupa, Ugas melontarkan humor. "Juri kita jangan diragukan lagi. Dia sudah berkali-kali jadi juara lomba memasak,” ujar Ugas disambut tawa anak-anak.
Kesetiaan Ugas dan KPJ Rangkasbitung, berbuah manis. Sedikitnya 240 anak berhasil diangkat dari jalanan. Profesi mereka beragam, mulai dari pegawai negeri sipil, wartawan dan pedagang.
Sebagian anak jalanan terjerumus lagi dengan persoalan-persoalan yang dulu. Ada juga yang tidak berhasil diselamatkan
Akan tetapi, Ugas mengakui tak semua anak yang didampinginya sukses keluar dari kerasnya jalanan. Sejumlah anak jalanan justru masuk penjara. Ada juga yang masuk liang lahat akibat HIV/AIDS, ditembak, atau dihakimi masyarakat karena berbuat kriminal.
“Beratnya minta ampun. Sebagian anak jalanan terjerumus lagi dengan persoalan-persoalan yang dulu. Ada juga yang tidak berhasil diselamatkan. Namun, belum mau menyerah. Saya masih ingin berjuang bersama mereka yang setia,” katanya.
Ahmad Lugas Kusnadi
Lahir: Jakarta, 18 Oktober 1972
Istri: Siti Mariani Sirait (40)
Anak : Ahmad Gibran Partitur (17) dan Siti Gamaria Mozart (9)
Pendidikan:
- Sekolah Dasar Negeri 02 Petang Cibubur Jakarta (lulus 1984)
- Sekolah Menengah Pertama 32 Jakarta (1987)
- Sekolah Menengah Atas PGRI Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten (1990)
Penghargaan antara lain :
- Anugerah Seni Kategori Pengembangan Proses Kreatif Bidang Musik dari Dewan Kesenian Banten tahun 2016
- Lagu Ciptaan Terbaik Festival Teater dan Musik Akustik Pemuda dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2004
- Pemusik Terbaik Festival Musik Tradisional Tingkat Banten dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banten tahun 2010