Atlet jetski Aqsa Sutan Aswar dan Aero Sutan Aswar menjatuhkan diri ke laut sesaat setelah finis pada laga final nomor endurance runabout open Asian Games 2018 di Ancol, Jakarta, Minggu (26/8/2018) sore. Masih berpakaian lengkap dengan helm, kakak beradik itu berenang sambil berpelukan, larut dalam keharuan. Hari itu, Aqsa berhasil merebut emas setelah bertahan memacu jetski selama 35 menit.
Pencapaian tersebut membuktikan Aqsa yang baru berusia 21 tahun itu tak hanya berprestasi di luar negeri, tetapi juga digdaya saat bermain di rumah sendiri. Perjalanan kariernya memang lebih banyak dilakukan di luar negeri. Pasalnya, olahraga jetski kurang populer di Indonesia sehingga penyelenggaraan kejuaraan pun minim.
Aqsa mulai mengikuti kompetisi internasional pada ajang Asian Beach Games 2010. Namun, gelar juara di kancah dunia pertama kali ia raih saat mengikuti Kejuaraan Canadian Watercross Nationals di Belle River, Ontario, Kanada, pada 2011. Saat itu, Aqsa yang berusia 14 tahun menjadi juara termuda di nomor expert runabout limited dengan nilai sempurna. Dari tiga moto yang dipertandingkan, ia selalu finis di posisi pertama.
Prestasi Aqsa kian berkibar. Ia konsisten berprestasi di berbagai kejuaraan pada beragam level. Meski demikian, ada satu hal yang belum pernah ia rasakan: bertanding dalam skala internasional sebagai tuan rumah.
Keinginan itu akhirnya terwujud saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian Games 2018. Komite Olimpiade Asia (OCA) mengabulkan usulan untuk mempertandingkan jetski. Aqsa berambisi menorehkan sejarah pada kesempatan pertama cabang yang ditekuninya sejak balita dipertandingkan pada ajang olahraga terbesar se-Asia itu.
Namun, mewujudkan ambisi tersebut bukan perkara mudah. Olahraga ini tidak hanya membutuhkan kepiawaian atlet melawan angin dan menaklukkan ombak ketika mengendarai jetski. Keberhasilan di cabang itu juga sangat dipengaruhi oleh kualitas mesin jetski.
Selama Asian Games 2018, tim nasional Indonesia kerap mengalami masalah teknis pada mesin jetski. Akibatnya, Aqsa yang mengikuti tiga dari empat nomor gagal pada nomor ski modified karena jetski tak bisa digunakan. Pada nomor runabout limited, ia harus ikhlas menerima perunggu karena jetski merah putih dengan lambang garuda di bagian depannya yang ia pakai mati pada dua putaran terakhir laga final.
Aku senang banget bisa menjadi juara setelah gagal di nomor lainnya.
Bungsu dari dua bersaudara itu pun terpukul. Ia tak bisa menyembunyikan mata sembap sisa tangis akibat kekalahan yang menyesakkan itu.
Endurance runabout open menjadi satu-satunya nomor yang masih bisa diperjuangkan oleh Aqsa. Ia bertarung habis-habisan untuk bertahan dalam reli panjang di laut berombak setinggi dua meter, dengan angin kencang dan cuaca yang begitu terik.
“Aku senang banget bisa menjadi juara setelah gagal di nomor lainnya,” ujar Aqsa seusai laga. Mata merah serta kulitnya yang legam terbakar matahari menunjukkan sisa-sisa perjuangan beratnya.
Namun, Aqsa tetaplah Aqsa yang penuh dengan gejolak muda. Berselimut bendera Merah Putih, ia bergoyang-goyang menikmati musik yang diputar saat menunggu pengalungan medali di podium juara.
Laut adalah rumah
Deretan prestasi yang ditorehkan Aqsa merupakan hasil latihan dan keintiman dengan laut lebih dari 15 tahun. Saiful “Fully” Sutan Aswar, ayah kandungnya menceritakan, ia mendidik Aqsa dan Aero untuk mencintai laut sejak mereka belia. Menurut dia, potensi negara yang wilayahnya didominasi oleh lautan harus dioptimalkan, salah satunya melalui olahraga.
Beruntung, niat tersebut sejalan dengan minat kedua anaknya. Aqsa dan Aero tidak pernah bosan diajak berlatih jetski di Teluk Jakarta, Ancol, setiap hari sepulang dari sekolah.
Menurut Fully, Teluk Jakarta yang berombak tinggi, berangin kencang, serta matahari terik merupakan tempat terbaik untuk berlatih jetski. Semua orang yang berlatih di sana berpotensi untuk menjadi juara dunia, karena terbiasa menaklukkan tantangan terberat.
Selain menempa kemampuan, laut merupakan tempat membentuk karakter dan membangun kedewasaan. Kakak beradik yang usianya terpaut 2,5 tahun itu saling mengoreksi jika ada kesalahan dalam latihan.
Aero mengatakan, ia yang lebih dulu mengenal jetski kerap mengajarkan adiknya soal teknis permesinan. Seringkali, ia juga menjadi peredam marah Aqsa ketika terbentur hambatan. “Dia masih muda sehingga sering tidak bisa menahan emosi. Akan tetapi selama Asian Games, emosinya terkendali. Ada masukan yang baik dari turnamen ini,” kata Aero.
Bagi Aqsa laut bukan sekadar tempat berlatih melainkan titian hidup. Ia lebih banyak menghabiskan waktu di sana ketimbang bersama teman sebaya. Waktu latihannya selalu penuh, yaitu dari pukul 09.00—17.00 setiap hari.
Di laut pula ia mendapatkan berbagai cedera fisik, di antaranya yang terparah adalah cedera lutut dan punggung karena tertabrak jetski. “Buat aku laut itu rumah,” ujarnya.
Buat aku laut itu rumah.
Mimpi besar
Kecintaan terhadap jetski tidak hanya tumbuh karena internalisasi dari ayah, tetapi dipantik momen yang tidak terlupakan. Menurut Aqsa, ia keranjingan menjadi juara sejak memenangi kejuaraan nasional pada usia enam tahun.
“Waktu itu rasanya seru banget, dapat piala, lalu kepingin lagi dan lagi,” katanya.
Perjalanan kariernya sebagai atlet jetski masih panjang. Aqsa masih akan terus berlatih untuk mengikuti kejuaraan dunia.
Di samping prestasi, tritunggal Sutan Aswar juga bermimpi jetski bisa menjadi cabang populer di Indonesia. Fully menyadari, cabang ini tidak digemari karena membutuhkan biaya besar untuk membeli kendaraan dan bahan bakar. Ia pun lebih sering mengirim anak-anaknya untuk berlatih di Amerika Serikat karena biaya operasional jetski relatif lebih murah.
Untuk itu, ia berusaha mengikutsertakan cabang itu di Asian Games. Saat ini, ia pun telah mendirikan akademi jetski di Pantai Ancol. “Akademi ini bukan hanya untuk keperluan Asian Games, melainkan untuk masa depan jetski Indonesia. Ini semacam warisan,” tutur Fully.
Mimpi itu kini juga menjadi impian Aqsa. Ia berkomitmen untuk mengembangkan jetski agar lebih banyak orang bisa berpartisipasi. “Aku kepingin banget bisa berangkat balapan beramai-ramai dari Indonesia ke luar negeri. Enggak seperti selama ini, cuma aku dan kakakku yang ke mana-mana,” kata Aqsa.
Aqsa Sutan Aswar
Lahir: Jakarta, 31 Mei 1997
Ayah: Saiful Sutan Aswar
Prestasi:
- Emas Asian Games 2018
- Juara Dunia 2014
- Emas Asian Beach Games 2010
di Muscat, Oman
- Iron Man Offshore Champion 2011
di kompetisi Mark Hahn 300, Arizona, Amerika Serikat