Gairah kopi telah melahirkan ribuan pelaku usaha baru, tetapi hanya segelintir yang meniti jalan inovasi. Dapur-dapur kedai kopi kebanyakan masih terisi mesin impor dengan harga yang tidak murah. Tersebutlah nama Johny Rahadi (61) alias "Uncle John" yang berjuang mengangkat karya anak negeri mendunia.
Belakangan, Johny sibuk dengan eksperimen terbaru: mesin sangrai kopi hemat energi. Mesin tersebut akan diluncurkan dalam beberapa bulan ke depan. Pada mesin terbarunya, Johny memanfaatkan limbah panas sebagai energi baru. Cara kerjanya, energi panas yang terbuang dialihkan untuk masuk kembali. Buangan itu membantu pemasakan kopi menjadi lebih irit bahan bakar. Satu tabung gas yang jika biasanya habis terpakai untuk 30 kali sangrai, kini bisa digunakan untuk menyangrai 45 kali.
”Bahan bakar menjadi 1,5 kali lebih hemat dibandingkan dengan mesin-mesin sebelumnya,” katanya, Kamis (19/7/2018).
Sebelumnya, ia telah menyelesaikan mesin sangrai kopi superefisien. Satu motor penggerak untuk menjalankan berbagai fungsi di dalam mesin.
Johny bagaikan anak kecil yang selalu haus mendapat dan mengutak-atik mainan. Hampir setiap saat ia memikirkan cara untuk memperbaiki, menambahkan, hingga memoles dan mempercantik mesin-mesin itu. Inovasi seolah tak ada henti bermain di kepalanya.
Itu sebabnya, rumahnya yang ditempati sejak 20 tahun terakhir di bilangan Duri Kepa, Jakarta Barat, berfungsi pula sebagai bengkel prototipe mesin sangrai kopi. Setiap kali ide baru muncul, Johny pun bergeser ke bengkel. Seketika itulah ia larut dalam eksperimen.
Jika satu eksperimen menunjukkan hasil, ia berhenti. ”Saya berupaya menempatkan diri sebagai konsumen. Saya cari terus kekurangan dalam mesin itu, diperbaiki lagi, sampai fungsi dan tampilannya benar-benar baik,” katanya.
Uncle John mendunia
Mesin sangrai buatan Johny dikenal dengan merek Uncle John. Meskipun dibuat dalam jumlah terbatas, Uncle John telah mendunia cukup lama. Di Asia, mesin sangrainya diminati pasar Singapura, Malaysia, Filipina, dan Thailand. Beberapa kali ia mengirim pesanan mesin ke Amerika Serikat, Jerman, dan sejumlah negara di Eropa yang sebenarnya merajai teknologi mesin kopi. Peluang pasar dari wilayah Skandinavia pun cukup besar.
Semuanya lahir sebagai mesin custom, dibuat berdasarkan karakteristik kebutuhan setiap pemesan
Dari ratusan mesin yang telah dibuatnya, jika diperhatikan, tak ada yang benar-benar sama. Mungkin akan lebih tepat dirinya disebut sebagai seniman mesin sangrai kopi. Seluruh hasil ciptaannya bukanlah produk massal. ”Semuanya lahir sebagai mesin custom, dibuat berdasarkan karakteristik kebutuhan setiap pemesan,” katanya.
Bagaimana mesin itu tercipta? Menurut Johny, semuanya lahir dari hasil lamunan. Kerap kali ia didatangi pelaku usaha kopi dengan beragam keinginan. Ada yang ingin menghasilkan biji kopi bercita rasa spesifik. Ada lagi yang ingin hasil kopi spesial tanpa mau repot mengoperasikan mesin. Dari berbagai kebutuhan, segera saja ide muncul dalam benaknya. Jadilah mesin-mesin itu bernilai personal bagi para pemiliknya.
Johny selalu menekankan pentingnya pemahaman menyangrai. Menyangrai kopi, katanya, bagaikan mengikuti sebuah perjalanan. Ia pun membuat pengandaian. Untuk mendapatkan rasa cokelat, haruslah turun di stasiun A, sedangkan untuk cita rasa lemon segeralah turun di stasiun B.
Untuk mengetahui stasiun tujuan yang diharapkan, memang dibutuhkan ketajaman indera. Maksudnya, untuk mendapatkan cita rasa dan aroma yang diinginkan, seseorang haruslah tajam penciumannya. Itu pun membutuhkan pengalaman yang panjang.
Johny secara khusus belajar di List Beisler, Hamburg, Jerman, untuk mendalami kopi
Bermain-main dengan mesin menguasai hampir sepanjang hidupnya. Ia gemar mengutak-atik mesin sejak usia belasan tahun. Ketika setrika di rumah rusak, sang ayah meminta dirinya memperbaiki. Ternyata berhasil. Sejak itu, penggemar kopi espresso itu makin gemar merakit dan mengutak-atik mesin.
Tahun 1982, ia mengepalai perkebunan dan pabrik kopi di wilayah Timor. Pekerjaan itu mendorongnya getol belajar budidaya kopi, pengolahan pascapanen, serta memilih biji dan menyangrai.
Agar kopinya berkualitas baik dan diterima pasar dunia, Johny secara khusus belajar di List Beisler, Hamburg, Jerman, untuk mendalami kopi. Semakin lama, ia pun kian mahir mengolah kopi. Di luar pekerjaan itu, Johny membuka usaha biji sangrai kopi.
Menjelang Timor berpisah dari Indonesia, tahun 1999, Johny memilih keluar dari perusahaan. Ia mulai memikirkan langkah hidup berikutnya. Ia telah mahir menghasilkan kopi-kopi spesial, tetapi Johny tak ingin berdiri terus di tempat yang sama. ”Kalau saya bertahan sebagai seorang roaster, sudah banyak orang yang bisa. Saya mau menggeluti yang banyak orang belum bisa,” lanjutnya.
Mesin pertama
Johny membutuhkan waktu tiga tahun untuk menuntaskan riset dan eksperimen mesin sangrai. Mesin sangrai pertama buatannya dirakit dari bahan-bahan sederhana. Lempengannya memanfaatkan kaleng-kaleng susu bekas. Sejumlah peralatan pendukung pun dibuat sendiri. Untuk pemotong pelat, ia pun membuat sendiri alatnya. Begitu pula mesin las, mesin bubut, hingga mesin roll. Semua dibuatnya sendiri.
Keterbatasan modal memang tak semestinya menjadi kendala. Sebab, dalam keterbatasan itu Johny justru melesat. Sang istri, Lanny, pun terus mendukung. Belakangan, putra pertamanya, Jeffrey, pun memilih keluar dari tempatnya bekerja untuk serius menggeluti usaha mesin roasting bersama Johny.
Mesin pertamanya adalah sebuah mesin sangrai mini berkapasitas 500 gram. Hasilnya memang belum sempurna. Lempengannya tipis karena terbuat dari kaleng susu. Namun, ia bersiasat untuk tetap menghasilkan biji sangrai yang spesial, yakni dengan menciptakan perputaran cepat. Seterusnya, ia sempurnakan terus mesin demi mesin. Berbagai kekurangan diperbaiki.
Hingga lahirlah sebuah mesin berkapasitas besar. Saat diuji coba seorang pemilik kedai asal Florida, Amerika Serikat, hasilnya mengejutkan sang tamu. Saat kopi yang telah disangrai diseduh bersama, menikmati cita rasa yang begitu istimewa. Saat itu juga, ia menawar mesin sangrai milik Johny dengan harga hampir Rp 100 juta. ”Saya sempat kaget ditawar sebesar itu,” katanya.
Besoknya, sebuah kontainer datang untuk mengangkut mesin sangrai guna dikirim ke Florida.
Johny meyakini, perkembangan teknologi akan terus melesat. Ia pun tak ingin berhenti. Seperti halnya dunia otomotif selalu menghasilkan produk-produk terbaru, dengan sejumlah inovasi, begitu jugalah ia menghasilkan mesin sangrai kopi. Ia berharap lebih banyak lagi generasi muda meniti jalan tersebut.
Johny Rahadi
Lahir: Surakarta, 30 Juni 1957
Istri: Lanny Rahadi (62)
Anak: Jeffrey Satria (33) dan Sarrita Rahadi (29)
Pendidikan: Sarjana Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta