Setia Merawat Gajah Meski Nyawa Taruhannya

Nazaruddin bertahun-tahun setia merawat gajah meski seringkali nyawa menjadi taruhannya.
Nazaruddin (52) telah menghabiskan separuh umurnya untuk bergulat bersama gajah. Kecintaan pawang gajah pertama di Lampung pada “satwa berbadan besar” ini rupanya telah mendarah daging.
Bekerja sebagai pawang gajah bukanlah tanpa risiko. Berulangkali Nazar, sapaan akrabnya, merasa begitu dekat dengan maut saat berinteraksi dengan satwa liar itu.
September 2017 lalu, misalnya, pria asal Kabupaten Seluma, Bengkulu, itu nyaris terinjak gajah saat berupaya memasang GPS collar pada gajah liar di dalam hutan di Jambi. Tak disangka, gajah liar itu justru berlari ke arahnya dan hendak menyerangnya. Nazar berusaha menyelamatkan diri, tapi terjatuh dan kakinya patah. Beruntung, Tuhan masih melindunginya.
Saat itu, gajah sudah berdiri tegak dan belalainya sudah di atas perut saya. Sambil menahan nafas, saya pasrah
“Saat itu, gajah sudah berdiri tegak dan belalainya sudah di atas perut saya. Sambil menahan nafas, saya pasrah. Saya hanya berucap dan berdoa dalam hati, jika Tuhan masih mengizinkan saya untuk terus menjaga gajah, tolong selamatkan saya,” ucapnya mengenang peristiwa itu.
Kompas berbincang dengan Nazar di Taman Wisata Lembah Hijau, Bandar Lampung, Juni 2018. Sambil bercerita, Nazar melempar tatapan matanya ke arah tiga ekor gajah jinak di dalam kandang yang dirawat secara ex situ di taman wisata itu.
Doanya terjawab. Gajah liar itu hanya melempar tubuh Nazar ke arah samping hingga dia terlempar sekitar dua meter. Gajah liar itu lalu terus berlari ke dalam hutan meninggalkan tubuh Nazar yang tergolek di rumput.
Pengalaman yang hampir merenggut nyawa itu bukan hanya sekali ia rasakan. Tahun 1992, Nazar bersama seorang rekannya pernah tersesat di dalam hutan di pelosok Kabupaten Mesuji, Lampung.
Kala itu, Nazar mendapat tugas untuk menggiring 30 ekor gajah liar di dalam hutan di Mesuji. Dia berangkat dengan membawa empat ekor gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah, Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur.
Namun, di tengah upaya penggiringan tersebut, sekor gajah jinak yang dibawa Nazar justru ikut dalam rombongan gajah liar. Dia pun berusaha mencari gajah jinak tersebut.
Saat sedang tidur, ada seekor ular sanca lewat di atas tubuh kami. Kami juga pernah melihat harimau melintas
Saat pencarian itulah, Nazar dan rekannya tersesat di hutan. Selama tiga hari, dia harus bertahan hidup dengan memakan buah dan dedaunan karena perbekalannya habis. Mereka juga bertemu hewan buas.
“Saat sedang tidur, ada seekor ular sanca lewat di atas tubuh kami. Kami juga pernah melihat harimau melintas, seperti ingin memberi tanda pada kami agar kami menjauh dari situ,” kata Nazar.
Dengan membaca tanda-tanda dari alam, Nazar dan rekannya memutuskan memutar arah perjalanan mereka. Setelah lelah berjalan seharian, mereka akhirnya menemukan jalan.
“Samar-samar kami mendengar suara truk. Setelah sampai di pinggir jalan, kami berusaha mencari pertolongan dengan menghentikan truk yang lewat. Sayang, tidak ada satu pun truk yang berhenti. Mungkin sopir truk mengira kami penjahat,” kenang Nazar.
Beruntung, saat itu ada seorang warga yang melintas menggunakan sepeda dan mau menolong Nazar. Dia pun menjelaskan bahwa mereka berdua adalah pawang gajah yang tersesat di hutan. Nazar meminta petani itu menyampaikan pesan ke posko polisi bahwa mereka butuh pertolongan.

Nazaruddin (kanan) bersama gajah yang dirawatnya dengan penuh kasih sayang, Sabtu (9/6/2018). Tugas sebagai perawat gajah memiliki risiko tinggi. Beberapa kali dia hampir terinjak kaki gajah.
Hari itu juga, tim dari polisi kehutanan pun datang menjemput mereka. Nazar lebih bersyukur saat mengetahui gajah jinak yang hilang telah kembali dengan sendirinya.
Tukang “Ngarit”
Nazar yang kini telah berstatus pegawai negeri sipil mengawali karier sebagai pawang dari tukang “ngarit” atau mencari rumput untuk makan gajah. Awalnya, pria lulusan Sekolah Menengah Ekonomi Atas di Bengkulu itu mendaftar sebagai staf administrasi honorer di Taman Nasional Way Kambas, Lampung Timur pada 1984. Saat itu, Nazar mendapat gaji Rp 5.000 per bulan.
Pada November 1984, dia mengikuti Operasi besar-besaran Tata Liman atas komando pusat. Operasi itu dilakukan untuk menggiring sekitar 200 ekor gajah dari wilayah tengah, selatan, barat, dan utara Lampung menuju Way Kambas demi mengatasi maraknya konflik manusia dan gajah, khususnya pasca kedatangan transmigran asal Jawa dan Bali ke Lampung.
Sejak terlibat dalam operasi itulah, Nazar merasa jatuh hati pada gajah. Dia pun meminta pada atasannya agar bisa ditugaskan untuk menjaga dan merawat gajah. Meski permintaan itu ditolak, setiap hari Nazar tetap merawat gajah dengan sukarela.
Gajah yang saya rawat bernama Kartijah. Setiap subuh, saya memasak air untuk gajah dan mencari rumput untuk makan gajah
“Gajah yang saya rawat bernama Kartijah. Setiap subuh, saya memasak air untuk gajah dan mencari rumput untuk makan gajah. Saya juga memandikan dan menggembalakan gajah itu,” ucapnya Nazar.
Tahun berikutnya, ada seorang pelatih gajah dari Thailand yang didatangkan ke Way Kambas. Setiap hari, dia mendekati dan memerhatikan orang Thailand itu untuk mencuri ilmu tentang gajah.
Karena rajin merawat gajah, Nazar pun dipercaya sebagai pawang gajah. Sejak itu, dia sepenuhnya bertugas menjaga gajah-gajah di Way Kambas.
Saat mengemban tugas sebagai pawang, Nazar pernah melatih 28 ekor gajah jinak untuk bermain sepak bola. Gajah-gajah jinak itu tampil dalam atraksi sepak bola gajah di hadapan Presiden Soeharto saat pembukaan Musabaqoh Tilawatil Quran ke-15 Tahun, Februari 1988.

Nazaruddin pernah mendapat tugas menggiring puluhan gajah liar di Lampung. Ia pun pernah bertugas melatih gajah untuk bermain sepak bola di depan Presiden Soeharto.
Kiprahnya sebagai pawang gajah tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi juga hingga ke mancanegara. Tahun 1998 hingga 2000, Nazar pernah diminta melatih gajah Afrika. Meski kala itu belum pernah melihat langsung gajah Afrika, Nazar berhasil melatih 15 ekor gajah liar Afrika menjadi jinak. Tak hanya itu, Nazar juga pernah diundang sebagai pembicara dalam acara simposium internasional gajah di Chicago, Amerika Serikat.
Tahun 2006, Nazar juga membantu mengobati 10 ekor gajah liar yang disiksa di Riau. Gajah liar itu dibiarkan terikat dalam keadaan luka parah kaki, kelaparan, dan sebagian dalam kondisi kritis. Dia juga membantu mengungkap kasus tersebut.
Tangani konflik
Hingga kini, Nazar masih aktif membantu penanganan konflik gajah dan manusia di Lampung dan sejumlah daerah lain di Indonesia. Dia menjadi ujung tombak dalam setiap operasi penggiringan gajah liar.
Yang saya inginkan populasi gajah bisa meningkat dan konflik gajah dengan manusia dapat berakhir
Saat ini, Nazar tengah membantu mengatasi konflik gajah dan manusia di Kabupaten Tanggamus, Lampung, yang telah berlangsung sejak satu tahun terakhir. Dia menjadi komandan dalam penggiringan 12 ekor gajah liar dari hutan lindung ke dalam kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Atas dedikasinya itu, Nazar dipercaya sebagai Ketua Forum Mahout (pawang gajah) Indonesia sejak tahun 2006 sampai saat ini. Lewat forum itu, dia berbagi ilmu dengan pawang lainnya tentang perawatan gajah. “Yang saya inginkan populasi gajah bisa meningkat dan konflik gajah dengan manusia dapat berakhir,” katanya.
Bagi Nazar, pawang gajah berperan penting menyelamatkan populasi gajah. Di tengah semakin sempitnya habitat gajah, upaya pelestarian gajah adalah jalan panjang. Jalan itulah yang hingga kini masih setia dia jalani.
Nazaruddin
Lahir : Lubuk Lintang, 11 Nopember 1965
Istri: Sri Wahyuni Indrawati
Anak : Rina Novilia, Gita Yunadia Putri, Andika Anugra Pratama
Pendidikan :
- SD lulus Tahun 1977
- SMP lulus Tahun 1981
- SMEA lulus tahun 1984
Pendidikan tambahan:
- Pelatihan Penjinakan Gajah 1985
- Dasar- dasar Konservasi
- Pelatihan Medis Satwa Exsitu maupun Insitu di Zimbabwe
Organisasi:
- Forum Konservasi Gajah Indonesia
- Ketua Forum Mahout Indonesia tahun 2006 sampai sekarang
Pekerjaan: PNS / Mahout